13

26 0 0
                                    

"Hhhh....hhhh...aaarghhhh...hhhh...hhh..." Nofri merasakan sesak napas dan dadanya terasa sakit.

        Ia meraba inhaler di samping ranjangnya. Setelah itu, ia menghirup inhaler dan pergi ke dapur untuk minum. Disana ia melihat Bram dan Maria yang baru selesai makan.

"Nofri, kamu mau ngapain?"

"Mau minum, Ayah."

        Nofri mengambil air minum di dispenser lalu meminumnya. Tak lama kemudian, ia jatuh pingsan. Bram memberikan napas buatan dan menekan-nekan dada Nofri. Maria menelepon ambulans lewat telepon rumah. Ambulans tersebut pun datang dan membawa Nofri ke rumah sakit. Bram dan Maria mengikuti ambulans tersebut dari belakang.

"Bram, Cynthia masih tidur. Dia tak tahu kalau Nofri pingsan dan harus dibawa ke rumah sakit."

"Line aja dia, Maria!"

        Maria mengirim pesan dari line kepada putrinya. Setelah itu, Maria berbicara dengan Bram bagaimana jadinya ketika Cynthia tahu kalau Nofri harus dirawat intensif di rumah sakit. Bram berharap Nofri cepat sembuh dan Cynthia berubah menjadi wanita yang baik.

"Line."

         HP Cynthia berbunyi. Menandakan ada yang mengirim pesan dari line. Cynthia langsung membuka HP nya. Ia melihat ada pesan baru dari Maria.

"Cynthia, Nofri masuk rumah sakit. Asmanya kambuh. Nofri harus dirawat intensif Cyn. Di Rumah Sakit Citra Mulia Ruang Bougenville Nomor 12."

        Itulah isi pesan singkat yang dikirimkan Maria kepada putrinya itu. Air mata Cynthia mengalir lembut di pipinya. Ia merasa bersalah telah menyia-nyiakan Nofri. Tak hanya itu, ia seperti kehilangan separuh jiwa yang ada di dalam tubuhnya.

"Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku. Sembuhkanlah penyakit suamiku. Maafkan aku telah menyia-nyiakannya. Seharusnya aku bersyukur karena dia adalah lelaki terbaik yang Kau kirimkan padaku. Dia begitu berharga bagiku. Aku janji bakal menjadi wanita terbaik untuk Bang Nofri ya Allah." Cynthia menangis dan merasa berdosa karena selama ini dia telah menyakiti Nofri yang begitu tulus mencintainya.

        Cynthia mandi dan bersiap-siap. Setelah itu, ia memesan kendaraan online melalui aplikasi grab. Ia memilih grabbike agar cepat sampai ke rumah sakit. Tak sampai satu menit, kendaraan yang dipesan Cynthia pun datang. Tak lupa Cynthia mengunci pintu rumahnya dan pagar.

"Kak Cynthia Zaurina?" Pengendara motor itu bertanya untuk meyakinkan Cynthia agar tidak salah orang.

"Ya." Cynthia mengangguk.

        Cynthia pun duduk miring di belakang pengendara motor itu. Mereka pergi meninggalkan rumah Cynthia dan menuju rumah sakit. Beberapa menit kemudian, Cynthia sampai ke depan rumah sakit dan membayar ongkosnya. Pengendara motor itu mengucapkan terima kasih kepada Cynthia. Cynthia langsung lari dan menelusuri ruangan dimana Nofri dirawat.

"Bang Nofri, maafin Cynthia. Cynthia udah banyak salah dan dosa sama Abang. Cynthia udah durhaka sama Abang. Cynthia udah membuat Abang jadi begini." Cynthia menangis di sisi Nofri yang terbaring lemah di ranjang.

"Ayah, Ibu, Cynthia menyesal." Cynthia berlutut di kaki Bram dan Maria.

"Cynthia, tak ada yang perlu disesalkan. Cynthia berdoa sama Allah ya, sayang. Biar Allah menghapus dosa Cynthia. Kami sudah memaafkan kamu sebagai putri kami." Bram dan Maria mendirikan tubuh Cynthia lalu memeluknya.

        Maria mengajak Cynthia untuk sholat di musholla rumah sakit. Mereka mengambil wudhu lalu memakai mukena dan langsung sholat. Di sepanjang sholatnya, Cynthia menangis. Bahkan setelah sholatpun ia menangis sangat keras.

"Ya Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, dan Maha Segalanya, ampunilah dosa-dosa Cynthia terutama kepada Bang Nofriansya. Sembuhkanlah penyakitnya ya Allah, agar Cynthia bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki diri." Cynthia menengadahkan tangannya lalu mengusapkan ke wajahnya.

        Maria dan Cynthia kembali ke ruang rawat Nofri. Begitu melihat keadaan Nofri, air mata Cynthia mengalir bagaikan air terjun. Bagaimana tidak? Cynthia melihat Nofri terbaring lemah, wajahnya pucat pasi, kedua matanya tertutup rapat, masker oksigen menutupi hidung dan mulutnya, selang infus tertancap di lengan kanannya, tak terkecuali kabel pendeteksi jantung menempel di dadanya.

"Cynthia, masker oksigen Nofri berembun." Bisik Bram di telinga Cynthia.

"Biarlah berembun, Ayah. Asalkan Nofri bisa bernapas dengan baik." Cynthia menangis tersedu-sedu.

        Padahal Cynthia tahu bahwa embun di masker oksigen Nofri itu adalah tarikan napas Nofri yang berjuang dalam ketidaksadarannya. Ia bisa merasakan apa yang Nofri rasakan. Pastilah sesak dan sakit yang luar biasa. Seandainya Cynthia bisa bertukar kondisi dengan Nofri, pastilah Cynthia mau menggantikan posisi Nofri saat ini guna untuk menebus kesalahannya selama ini.

"Cynthia, Nofri ngasih ini sama kamu." Maria memberikan handycam ke tangan Cynthia.

"Apa itu, Ibu?" Cynthia begitu heran.

        Maria memberikan sebuah handycam kepada Cynthia. Cynthia melihat video dirinya sedang menyanyi lagu Nirmala sambil menari di panggung. Disana ia terlihat sangat cantik. Ia menangis melihat videonya itu, bukan karena video itu diambil saat ia masih berpacaran dengan Federico. Melainkan ia tidak menyangka mengapa Nofri menyimpan video dirinya dalam handycam. Tak hanya itu, ia melihat video lainnya tentang Nofri. Kebanyakan video itu adalah Nofri mengatakan ia sangat mencintai Cynthia dan selalu memaafkan Cynthia seburuk apapun kesalahannya.

"Ibu, ternyata Ibu benar. Nofri itu sayang banget sama Cynthia. Lebih dari menyayangi dirinya."

"Ya, Cynthia. Berubahlah kamu menjadi wanita yang baik. Teruslah berusaha dan berdoa agar Allah memberikan kesempatan kedua bagimu, Cyn."

"Selalu."

        Cynthia duduk di samping ranjang Nofri. Ia menggenggam tangan kanan Nofri yang tertancap infus lalu mengelus kening Nofri. Cynthia naik ke atas ranjang Nofri lalu merebahkan diri di samping Nofri.

"Cepat sembuh, Bang Nofri. Abang yang sangat Cynthia sayangi." Cynthia berbisik di telinga Nofri lalu mencium kening dan pipi Nofri kiri kanan.

"Ya Allah, sembuhkanlah penyakit Nofri. Berikanlah kesempatan kedua kepada putri kami agar ia menjadi wanita yang berbakti kepada suaminya." Maria dan Bram mendoakan yang terbaik bagi putri dan menantunya.

        Cynthia tertidur di samping Nofri dan menyandarkan kepalanya di bahu Nofri. Tak lupa ia memeluk tubuh Nofri dari samping. Maria dan Bram sangat senang melihat mereka tidur dengan tenang dan damai. Apalagi Bram melihat wajah lelah putrinya karena menangisi kondisi Nofri.

Nofri, Maafkan CynthiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang