19

22 0 0
                                    

Seminggu Kemudian

        Telepon Maria bergetar. Menandakan ada pesan masuk. Maria membuka pesan tersebut dan membacanya.

"Maria, Bram, cepat ke rumah sakit! Nofri mau pulang ke rumah kalian. Tapi jangan bangunkan Cynthia dulu, biar jadi kejutan buat dia."

        Seperti itulah isi pesan tersebut. Pengirimnya adalah Emi. Bram dan Maria bersiap-siap menuju ke rumah sakit. Bram memanaskan mobilnya. Sepuluh menit kemudian, ia pergi bersama Maria. Cynthia dikunci di dalam rumah karena ia sedang tidur. Tubuhnya sangat lelah karena menjaga Nofri. Bukan hanya tubuhnya, namun hatinya juga karena sedih akan kondisi Nofri. Mereka pun sampai di rumah sakit dan melihat Eko dan Emi mendorong Nofri di kursi roda di halaman rumah sakit.

"Kalian tidak bawa mobil?" Tanya Bram kepada dua besannya itu.

"Tidak, Bram." Jawab Eko.

"Ayo ikut kami."

        Bram dan Eko menaikkan Nofri ke dalam mobil. Mereka mendudukkan Nofri di bagian belakang supir namun di tengah. Nofri diapit oleh Eko dan Emi. Sedangkan Bram menyetir dan Maria duduk di sampingnya. Mereka pun meninggalkan rumah sakit.

"Hoamm, aku lapar. Mana nggak ada orang lagi. Rumah dikunci." Cynthia menguap lalu menggerutu. Ia tak bisa mencari makanan di luar rumah.

        Cynthia berjalan ke luar kamarnya menuju ruang tamu. Ia duduk di sofa sambil bermain game. Bram memarkirkan mobilnya di garasi lalu mereka turun dari mobil. Maria membuka kunci pintu dari luar. Mereka semua masuk ke dalam rumah. Nofri menutup kedua mata Cynthia dari belakang.

"Siapa ini, Bang Nofriansya ya?" Cynthia meraba kedua tangan Nofri yang menutup matanya.

        Nofri diam saja. Ia tidak ingin Cynthia tahu bahwa yang menutup kedua mata Cynthia itu adalah dirinya. Cynthia terus meraba tangan itu sampai akhirnya dia tahu.

"Nah, sudah Cynthia duga ini Bang Nofri." Cynthia memeluk dan mencium kening Nofri.

"Ha, itu tahu." Kata Nofri menjentik hidung Cynthia.

"Iss, Ibu sama Ayah kok nggak bilang kalo Bang Nofri pulang?" Cynthia kesal karena orang tua dan mertuanya tidak membangunkannya saat menjemput Nofri dari rumah sakit.

"Biar jadi kejutan bagimu, Cyn." Kata Bram kepada putrinya.

"Cynthia kan mau jadi orang pertama yang melihat Nofri ketika bangun tidur. Bukankah itu yang Cynthia inginkan?"

"Oh iya."

"Sama cita-cita sendiri kok lupa."

"Bang Nofri." Panggil Cynthia dengan lembut.

"Iya sayang?" Nofri memegang kepala Cynthia.

"Bang Nofri, maafin Cynthia. Cynthia jahat sama Abang, Cynthia durhaka sama Abang, Cynthia sudah menyia-nyiakan Abang, Cynthia sudah kasar sama Abang, Cynthia udah usir Abang dari kamar Cynthia, Cynthia berdosa." Cynthia bersujud di kaki Nofri sambil menangis. Tak lupa ia mencium kaki Nofri.

"Cyn Cyn, kalau mau bersujud jangan di kaki Abang. Abang ini bukan Allah, Cyn." Nofri membangkitkan Cynthia lalu memeluknya.

"Makasih, Bang Nofri. Cyn Cyn sayang Abang." Cynthia menangis sesenggukan.

"Sebagai suami, Abang bertugas untuk membimbing Cyn Cyn. Bukan malah meninggalkan Cyn Cyn." Nofri mempererat pelukannya, namun Cynthia tidak sesak napas.

        Cynthia tidak tahu lagi mau membalas kebaikan Nofri dengan apa. Intinya Nofri sudah sangat baik kepadanya lebih dari yang ia duga. Bram dan Eko meninggalkan mereka di ruang tamu. Kini hanya tinggal Nofri, Cynthia, Emi, dan Maria.

"Bang, tangan Abang yang ada kapasnya ini bekas infus itu ya?" Tanya Cynthia polos sambil menunjuk punggung tangan kanan Nofri.

"Iya, sayang." Nofri mengangguk santai.

"Pasti sakit kan, Bang?"

"Nggak terlalu, Cyn."

"Si Cynthia sudah khawatir." Kata Maria melihat putri dan menantunya itu.

"Memang, Maria." Emi mengangguk.

"Bu, kami ke kamar dulu." Cynthia pamit kepada Maria dan Emi.

"Ya sudah."

        Nofri dan Cynthia pergi ke kamar. Kini kamar mereka tidak berbeda, melainkan berada di dalam satu kamar yakni kamar tidur Cynthia. Nofri merebahkan tubuhnya di sebelah Cynthia.

"Cyn, bagaimana perasaanmu selama Abang di rumah sakit?" Nofri ingin tahu bagaimana Cynthia menjalani hari-hari tanpa dirinya.

"Cynthia nangis terus, Bang. Kadang Cynthia sampai nggak mau makan. Mau ngapa-ngapain pun malas." Jawab Cynthia dengan polos.

"Berarti Cynthia sudah berubah dan sayang sama Abang."

"Jelas Bang. Sekarang itu nggak usah tanya lagi. Mulai malam ini dan seterusnya Abang tidurnya sama Cynthia aja." Cynthia memeluk Nofri erat.

"Loh, kenapa? Bukannya Cynthia yang tiap hari mengusir Abang?" Nofri heran akan tingkah istrinya itu. Karena biasanya ia selalu diusir oleh Cynthia dari kamar tidur.

"Tapi itu kan dulu, sekarang sudah enggak. Kita kan suami-istri, Bang." Tutur Cynthia.

Nofri, Maafkan CynthiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang