Huy, aku datang membawa
cerita lama nih.
.
.
.
Happy Reading^^______________________________________________
Ini dulu, saat Lidya untuk pertama kalinya setelah 6 bulan berpacaran, bertemu dengan orang tua Zandy. Sebenarnya, disaat yang sama, beberapa bulan lalu sebelum ini, saat Lidya mengenalkan pria itu pada orang tuanya, Zandy juga berniat hal yang sama, namun gadis itu terlalu takut dengan apa apa saja kemungkinan yang otaknya pikirkan.
"Zan, serius sekarang? Aku berantakan gini." tanyanya benar benar terlihat gugup, bahkan ada bulir keringat didahinya saat sedang menyampirkan poni sampingnya.
"Mama mintanya sebelum ujian kemarin kamu temui dia, tapi dari pada kamu gak konsen ujian, aku tunda aja. Kalo besok besok lagi, gak bisa, sore ini mereka pergi," jawabnya, setelah memarkir motornya didepan sebuah restoran.
"Kamu masih belum mau ketemu mereka?" tanyanya pada Lidya yang sudah turun sejak tadi.
"Mau, tapi kenapa bilangnya udah deket sini sih tadi? Aku kan bisa pulang dulu, ini masih pake seragam." jawabnya cepat, mengeratkan genggamannya pada tali tas.
"Gak ada masalah Li, sama seragamnya. Kamu masih cantik kayak biasa." balasnya melihat Lidya dari atas hingga bawah, tak ada noda apapun juga di pakaiannya.
"BUKAN MASALAH ITU," sentaknya melihat Zandy memperhatikannya bagai seorang pengamat pakaian. "Kamu bilanginnya mendadak, aku gak ada persiapan, deg degan tau gak?!" lanjutnya, masih terus meremas tali tasnya.
"Ya maaf, aku dapet kabarnya baru, Papa tiba tiba ngajak makan siang bareng, Mama nyahut, suruh bawa kamu." jawabnya agak sedikit meringis mendapat sentakan dari Lidya.
Lidya menenangkan dirinya yang sangat gugup, tapi genggaman tangan yang Zandy berikan, perlahan mengikis rasa tegangnya.
Mengelus punggung tangan itu dengan ibu jarinya, Zandy membiarkan sejenak baru mengajaknya, "Yuk?"
Menghela nafas, Lidya mengangguk pelan, dan mereka melangkah masuk.
Lidya benar benar gugup, dia bahkan tak berani menatap wajah orang dewasa disana lebih lama dari 3 detik.
Memesan makanan untuk kedua remaja yang baru datang, mereka mengobrol ringan sambil menunggu pesanan. Meski masih gugup, Lidya tak pernah tidak menimpali ucapan Mama juga Papa Zandy.
Dia gugup, tapi tidak terlihat enggan berada disana. Percakapan juga tidak ada yang menegangkan, semua diluar dugaan Lidya, dia bisa dengan mudah berbicara dengan Mama Zandy, juga Papa.
*******
"Mama Papa gak nyeremin kan?" tanya Zandy lebih kearah mengejek, karena Lidya justru terlihat nyaman menimpali obrolan orang tuanya.
Menerima uluran helm, Lidya menggeleng, "Engga, tapi tetep aja deg degan, tapi seneng juga. Aku lega, udah ketemu Papa Mama kamu." jawabnya terlihat senang.
"Ngobrol sama aku deg degan juga gak?" tanyanya, sudah siap menunggu Lidya menaiki motornya.
Terlihat berpikir sebentar, ia menggeleng lagi, "Engga, dulu sih iya, sekarang udah biasa aja." jawabnya dan naik.
Sedikit memutar tubuhnya, dia menatap dengan adanya kerutan didahi, meneliti wajah Lidya, tapi perlahan dia tersenyum, "Oke, aku buat kamu deg degan lagi saat ngobrol sama aku." ucapnya siap membawa motor itu keluar.
"Caranya?"
"Aku ajak ngobrol, saat lagi ngebut." katanya dan cepat bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya, dengan pukulan pelan juga peringatan yang meniringi dari Lidya juga tak henti mencengkaram sisi jaketnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Moment (Oneshoot)
Short Storysekumpulan cerita dimomen momen manis sepasang kekasih. part dalam cerita bukan berkelanjutan, hanya saat momen momen tertentu di waktu dan latar yang acak. #1 - memorable (15062019)