Cintakan Saja # 5

14 4 2
                                    

"Bangsat lu Bim" Arya mencoba memukul Bima namun gagal karna aku segera berlari dan memisahkan mereka.

"Lu pengecut Ya, pecundang, lu lebih bangsat" Cemooh Bima menunjuk-nunjuk Arya yang masih kesakitan.

"Kenapa? Karna dia ha?" Tangan Arya menunjuk wajahku bahkan jarinya mengenai pipiku, wajahnya sangat angkuh. "Gue tau Bim dari dulu lu suka kan sama cewek gue"

"Cewek lu?" Timpal Bima dengan senyum angkuhnya "Dela cewek gue sekarang," lanjutnya.

"Terserah deh bim, ambil aja tuh. Mulai sekarang kita bukan temen lagi" Arya berucap, matanya beberapa kali memandangku dengan sinis. Iapun menggandeng Rara pergi.

Aku yang sedari tadi diam terbengong dengan pertengkaran mereka akhirnya buka suara "Bim, kamu ngigo ya?"

"Aku cuma gak mau Del, sahabat aku memperlakukan orang yang aku suka dengan buruk" Bima menjelaskan, kakinya mulai melangkah ke arah kelas ia seolah tak ingin memperpanjang pembicaraan.

"Bima tunggu" Ujarku menghentikan langkahnya. Aku menarik tangannya agar tubuhnya mengahadapku yang berdiri di belakangnya. "Bilang sama aku kalau kamu gak suka sama aku" Ucapku kecewa.
Mata Bima menatap mataku dalam yang sontak membuat nyaliku menciut "Aku suka sama kamu Del. Iya kamu mungkin gak pernah sadar karna yang ada di fikiran kamu cuma Arya kan"

Aku menggeleng-gelengkan kepala pertanda tidak setuju "Pertama kamu sahabat Arya Kedua aku juga udah anggep kamu kayak sahabat aku sendiri dan ketiga apa yang kamu suka dari aku. Aku manja, cengeng...

"Aku sama kayak cowok lain di sekolah ini yang suka sama kamu, kamu cantik, baik, gak ada alesan buat seseorangpun gak menyukai kamu termasuk Arya dia gak pantes Del ngelakuin hal itu ke kamu" Potong Bima "Yaudahlah kita masuk" Ajak Bima memungkas pembicaraan.

Selama jam pelajaran hatiku rasanya tak tenang, terlebih lagi Bima duduk semeja denganku dan Arya duduk dengan Rara di meja belakang, membuat pertanyaan besat bagi siswa kelas. Beberapa kali aku memergoki orang-orang meliatku dengan aneh.

Angin bertiup pelan mengibar-ngibarkan rambutku yang jatuh terurai. Sore ini matahari terlihat sangat indah dengan cahaya merahnya. Aku yang masih mengenakan pakaian putih abu-abu duduk diatas mobilku yang terparkir di dermaga. Aku hampir tidak ingat kapan terakhir kali aku pergi ke tempat ini, dulu tempat ini adalah wadah untuk menampung keluh kesahku, saksi atas cerita bahagiaku.

Tanganku mengusap kalung yang bertengger di leherku. "Mah dedek udah besar sekarang, mamah apa kabar, dedek rindu mamah" tak terasa setetes air mengalir dari ujung mataku. Tumbuh dengan Ibu tiri ternyata memang menyedihkan. Tak ada kasih sayang yang diberikan, dan yang paling menyakitkan melihatnya bermanja-manja dengan anaknya. Ya dia adikku, adik kandungku dengan ibu yang berbeda, kita satu ayah tapi kasih sayang kita tak pernah sama.

Matahari sudah benar-benar jatuh, aku harus segera pulang kerumah. Ternyata hari-hariku sudah tidak seperti dulu, pertama mama, gak ada lagi yang menyayangiku seperti kasih sayangnya, trus Arya gak ada lagi pria yang melindungiku, menghiburku, menuruti kemauanku, ia bahkan sudah jadi pria yang berbeda kini. Hari-hariku sudah berganti.

"Inilah kelakuan anak kamu setiap hari" ucap seorang wanita sesaat setelah aku masuk membuka pintu. "Pulang sekolah bukannya langsung pulang" Cibirnya lagi.

"Dari mana kamu Del" Tanya pria di meja yang sedang menyantap makanan.

"Pah" Sahutku sembari datang dan memeluk bahunya bermanja-manja. Akhirnya setelah sekian lama ia pulang.

"Kamu dari mana?" Tanyanya lagi.

"Main" jawabku sembari memonyongkan bibir.

"Kamu tu ya kalau habis sekolah langsung pulang, kasian mama dirumah sendirian" Ia mengusap-usap rambutku.

cintakan sajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang