Ya, setelah hari itu. Hari dimana aku mengetahui kenyataan tentang ayahku yang sangat menyayangi kami, aku berusaha berdamai dengan diriku sendiri. Menghilangkan perasaan dendam pada ayah, menghilangkan kebencianku pada ayah, dan menggantikan perasaan itu dengan cinta dan kasih seperti yang diajarkan Jae In padaku. Mungkin dengan ini aku bisa memaafkan diriku sendiri karena telah berpikiran buruk pada ayah yang sangat menyayangiku dan ibu. Aku juga sudah minta maaf pada ibu karena selama ini aku selalu berpikiran buruk tanpa mau mendengarkan penjelasan dari ibu. Mungkin aku dan ibu memang tidak bisa melihat makam ayah, tapi ibu bilang dimana pun ayahku dimakamkan doa kamilah yang terpenting, jadi tidak masalah jika tidak berkunjung kemakam ayah, yang penting kami terus berdoa untuk ayah.
Jujur saja, perasaanku jauh lebih ringan setelah itu. Aku merasa beban yang selama ini ada di pundakku perlahan hilang tanpa jejak. Aku bisa melangkahkan kaki ringan, tersenyum dan tertawa tanpa memikirkan kebencianku pada ayah ataupun ketakutanku pada cinta. Lalu apakah dengan ini aku sudah mampu mengungkapkan cintaku pada Jae In ? Tentu saja belum, bagiku cinta itu sulit dikatakan. Meskipun aku sudah belajar banyak tentang apa itu cinta, bagaimana bentuknya dan seperti apa rasanya. Aku masih belum mau mengatakannya, bukan karena aku tidak yakin dengan perasaanku pada Jae In, tapi karena aku merasa bahwa belum saatnya aku mengatakan cinta pada Jae In.
“Kau sudah mempersiapkan ujianmu ?” tanyaku pada Jae In
“Ya, aku sedang menghafal satu lagu. Kau sendiri ?” jawab Jae In
“Benarkah ? Tentu saja sudah, aku sudah mempersiapkan satu buah lagu yang indah”
“Ciptaanmu ?” tanya Jae In
“Bukan” jawabku ringan
“Loh, kenapa ? Bukankah kau bilang kau sedang membuat lagu ?”
“Laguku belum selesai. Jadi aku memilih lagu lain, hanya aransementnya saja yang aku ubah” terangku
“Emmm.. Lagu apa ?”
Aku menatap Jae In lalu tersenyum dan berkata “rahasia, kau akan tahu besok lusa di panggung itu” sambil menunjuk panggung yang sedang dibangun di aula terbuka kampus kami.
Sudah menjadi tradisi disini, jika ujian akhir adalah praktik. Melihat kemampuan kami sejauh mana, apakah ada perkembangan atau justru penurunan. Biasanya ujian diadakan selama seminggu penuh dari pagi sampai sore hari, mengingat mahasiswa yang mengikuti ujian cukup banyak. Penilainya sudah pasti mereka yang sudah berpengalaman, mulai dari kepala yayasan kampus kami, para dosen wali kami dan beberapa ahli seperti penyanyi profesional, penari dan komposer. Mereka akan menilai kami secara langsung. Kesempatan ini juga biasanya dipakai untuk mencari mahasiswa berprestasi yang akan dikirimkan ke Jepang untuk belajar disana selama satu tahun. Tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Siapa yang tidak ingin ke Jepang ? Disana aku bisa belajar banyak.
“Uuuhhh, kau ini” ucap Jae In kesal
“Semoga aku bisa dapat nilai bagus. Aku ingin sekali ke Jepang” ucapku pada Jae In
“Jepang ?” tanyannya
“Emm. Aku ingin belajar disana. Walaupun hanya sebentar. Kau tahu kan impianku ? Menjadi komposer yang terkenal dan membuat lagu yang akan disukai banyak orang. Jika aku hanya mengemban ilmu disini rasanya masih kurang” terangku lalu menatap Jae In tersenyum
Jae In tidak menjawab dan hanya menatapku
“Kenapa ? Kau tidak suka dengan mimpiku ?” tanyaku heran
“Bukan begitu, aku suka, sangat suka. Tapi, apa harus ke Jepang ?” tanyanya
Aku tertawa kecil melihat tingkahnya dan berkata “kau tak ingin kehilanganku ?”

KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE IN SEOUL
Roman pour Adolescents"kau percaya dengan soulmate?" "tidak, kau sendiri ?" "aku percaya,suatu hari nanti aku akan menemukan belahan jiwaku" "hanya orang bodoh yang percaya dengan itu" Bagaimna denganmu ? Apa kau percaya dengan apa yang dinamakan belahan jiwa ? Jae In se...