BAB 37

1.3K 56 1
                                    


Bara mengatakan bahwa tidak ingin menikahinya, dan ia akan bertanggung jawab atas dia dan anaknya. Oh Tuhan, laki-laki itu sungguh gila. Mana ada orang seperti itu, kecuali dia gila. Maya mengambil blezer miliknya yang menggantung di lemari.

Maya hendak melangkah keluar dan seketika pintu terbuka, ia menatap Bara tepat didepan pintu. Laki-laki itu masuk ke dalam dan menutup pintu itu kembali.

"Kamu mau kemana?" Tanya Bara. Ia memperhatikan penampilan Maya. Wanita itu telah rapi dengan dress biru dan blezer yang melekat di tubuh rampingnya.

"Saya ingin menemui kamu" ucap Maya.

Bara mengerutkan dahi, "menemui saya? Ada apa?" Ucap Bara.

"Kamu menginginkan anak ini?" Tanya Maya.

"Tentu saja".

"Jika kamu menginginkan anak ini, kamu harus menikahi saya".

Alis Bara terangkat, ia tidak percaya Maya mengatakan hal seperti itu. Padahal kemarin wanita itu tidak menginginkannya, Bara menatapnya intens.

"Oke, Kapan kamu mau?" Tanya Bara.

Maya diam sesaat, ia memperhatikan Bara. Karena laki-laki itu menyetujui keinginannya. Maya pikir Bara akan memperdebatkan masalah panjang itu.

"Terserah, lebih cepat lebih baik" ucap Maya.

"Bersiaplah, minggu depan kita menikah".

"Secepat itu !" Maya terperangah.

"Iya tentu saja, kamu hamil sudah dua bulan. Sebentar lagi perut kamu akan membesar. Saya tidak ingin kamu malu, hamil tanpa seorang suami" ucap Bara.

Maya hanya diam, benar apa yang dikatakan Bara. Lambat laun semua akan mengetahuinya.

Bara meraih tangan Maya, ia melangkah mendekat. "Jika kamu menginginkan pernikahan, Mari kita selesaikan masalah ini".

"Masalah apa yang mesti kita selesaikan".

Bara menarik nafas, ia mengelus wajah cantik Maya, "banyak masalah yang harus kita hadapi, terutama Wira dan orang tua saya".

"Sepertinya saya sudah siap untuk menghadapi mereka. Apapun resikonya kamu tetap dibelakang saya. Ingat saya sudah mengorbankan semua untuk kamu, saya memperjuangkan kamu dan anak kita".

Maya terpana, ia mendengar pernyataan Bara dengan baik, ia yakin ini bukan mimpi. Pendengarannya masih normal. Oh Tidak, Bara mengorbankan semua untuk dirinya.

"Bagaimana jika mereka semua murka dan marah terhadap kamu. Apa yang harus kamu lakukan" tanya Maya.

"Yang penting mereka mengetahui ini. Untuk masalah itu saya tidak tahu, kita pikirkan nanti" Bara kembali berucap.

Bara masih di posisi yang sama, ia mendekatkan tubuhnya ia mengelus rambut lurus Maya. Jujur dari hati yang paling dalam, ia sangat merindukan Maya. Inilah saatnya ia tidak bisa berbohong lagi kepada Maya.

"Saya menginginkan kamu menjadi milik saya. Rasa itu sudah lama, tapi saya terlalu gengsi untuk mengakuinya. Ada beberapa hal yang harus pikirkan untuk mendapati kamu. Kamu calon istri Wira, orang tua saya tahu atas hubungan saya dan kamu. Mereka melarang saya mendekati kamu May. Kamu tahu betapa tersiksanya saya".

Bara menarik nafas, ia lalu mengecup puncak kepala Maya. Bara melepaskan kecupannya, ia mengelus perut rata Maya.

"Sekarang kamu mengandung anak saya, dan saya tidak bisa mengelak lagi. Saya menginginkan kamu, dan anak kita. Sudah saatnya saya memperjuangkan kamu, saya tidak peduli lagi, Wira dan orang tua saya membenci saya".

"Bagaimana jika orang tua kamu tidak merestui hubungan kita?" Tanya Maya lirih.

"Beliau pasti merestui kita, apalagi kamu mengandung anak saya, akan menambah malaikat kecil di keluarga ini, walau awalnya beliau akan marah. Hanya Wira yang saya pikirkan. Wira pasti akan membenci saya".

"Saya ingin sekali membawa kamu tinggal di London, kita hidup disana bertiga. Membangun keluarga kecil kita. Kamu memasak, mengantar Rara sekolah dan saya bekerja. Itu saja impian saya, membangun keluarga kecil bahagia. Melihat senyum kamu, dan Rara setiap hari. Tidak ada yang lebih bahagia selain itu".

Hati Maya tidak bisa dibohongi lagi, ia sungguh terharu mendengar mimpi-mimpi Bara yang sederhana.

"Mari kita lakukan mimpi kamu" ucap Maya pelan.

Bara mengecup lagi puncak kepalanya, laku dipeluknya tubuh ramping itu, dipeluknya segenap hati dan perasaanya. Bara melonggarkan pelukkannya, ia menatap iris mata Maya.

"Iya, sebentar lagi akan kita lakukan".

"Iya" Maya mengangguk.

Bara tersenyum, "apakah tadi pagi ada orang yang datang ke tempat kamu, untuk membersihkan kost ini?" Tanya Bara.

"Iya sudah".

Bara membawa Maya duduk di sofa, ia mengelus perut rata Maya.

"Kamu sudah minum vitamin dari dokter kemarin?" Tanya Bara.

"Iya sudah".

"Oiya, ada yang ingin saya tanyakan kepada kamu" ucap Maya.

"Apa?" Bara mengerutkan dahi.

"Kamu membawa kucing saya kemana? Apakah dia baik-baik saja".

Alis Bara terangkat, "kamu lebih mengkhawatirkan kucing jelek itu dari pada saya?".

Maya menarik nafas, ia tersenyum "bukan begitu maksud saya. Sudahlah kamu mungkin kamu sudah membawanya ke tempat yang aman".

Bara mengecap punggung tangan Maya, Bara mengelus wajah cantik itu lagi. "May, maukah kamu hidup dengan saya".

Maya tersenyum, "kamu melamar saya".

"Tentu saja, apakah saya kurang romantis?".

"Seharusnya kamu menyelipkan cincin berlian di tangan saya" ucap Maya.

"Bagaimana saya bisa menyelipkan cincin di jari kamu, sementara di tangan kamu masih ada cincin pertunangan Wira".

Maya melirik jemari tangannya, cincin itu masih melingkar disana. "Apakah saya perlu melepaskan cincin ini".

"Ya, tentu saja. Kamu harus mengembalikan cincin itu nanti, setelah kita menghadapi Wira".

"Iya, kita hadapi sama-sama".

"Saya cinta kamu".

"Saya juga" Maya tersenyum bahagia.

Bara meraih tengkuk Maya, lalu dikecupnya bibir Maya dengan segenap hati perasaanya.

***********

LOVE SINGLE DADDY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang