BAB 17

1.1K 50 0
                                    

Maya menatap penampilannya, balutan dengan dress biru. Hari ini adalah hari pertunangannya dengan Wira. Wira datang bersama keluarganya, dari Jakarta menuju Singkawang. Hanya memakan waktu 1 jam dari Jakarta ke pontianak menggunakan pesawat. Wira harus naik taxi lagi dari Pontianak menuju Singkawang selama tiga jam perjalanan.

Jujur di Singkawang bukan kota besar, itu hanya sebagain kota kecil di Kalimantan Barat mayoritas berpenduduk tionghoa. Jadi wajar disana tidak memiliki angkutan umum seperti angkot, warga disana mengandalkan kendaraan pribadi. Jangan berharap jika berlibur kesana kalian akan mendapatkan kendaraan umum seperti angkot, taxi umum apalagi bus way.

Acara pertunangan itu, hanya dihadiri kedua belah pihak saja. Maya bersyukur bahwa orang tua Wira menerimanya dari keluarga sederhana. Kepulangannya ke Singkawang sekaligus menata hatinya. Jujur ia mencintai Bara, rasa cinta itu begitu besar kepada laki-laki itu. Bara tidak hadir ke acara pertunangan itu, Maya sudah menduga hal itu terjadi.

Akhirnya Maya memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Maya mempunyai tanggung jawab sebagai pekerja. Cutinya telah habis. Maya tidak ingin berlarut-larut memikirkan Bara. Sudah jelas laki-laki itu memutuskan hubungan itu, padahal hubungan itu hanya berumur berapa hari saja. Ini merupakan rekor tercepat ia menjalin hubungan dengan laki-laki, tapi ini juga merupakan rasa yang paling dalam yang pernah ia rasakan. Maya tidak pernah merasakan rasa seperti ini kepada laki-laki manapun. Walau Wira sudah mengganti posisi Bara di hatinya, tapi tetap saja Bara tidak bisa di lupakan begitu saja.

Maya melakukan aktivitas seperti biasanya. Sebagai coustmer service. Maya menatap antrian nasabah masih panjang. Nasabah silih berganti dihadapannya. Maya merapikan formulir yang menumpuk di meja. Ia menyelipkan formulir itu di map. Maya diam sesaat, ia melirik cincin yang melingkar di jari manisnya. Hari ini ia memang tidak begitu bersemangat kerja.

Wira seperti biasa mengantar jemputnya bekerja. Melangkahkan kakinya menuju outlet terdekat. Hari ini ia pulang tepat waktu, tidak seperti biasanya selalu malam. Maya memutuskan untuk pulang sendiri, jadwal kerja Wira dan dirinya memang tidak selalu singkron.

Maya memutuskan untuk berjalan-jalan di mall sendiri. Ia lebih baik berbelanja, menghilangkan rasa bosannya. Maya masuk kesalah satu outlet butik di Mall, Maya membeli dress kuning yang terpasang sempurna di salah satu manekin.

"Mami !".

Maya mendengar suara yang tidak asing baginya. Maya menoleh 45 derajat, mencari sumber suara. Iris mata itu saling menatap, Maya menatap wajah tampan itu lagi. Wajah itu tidak pernah berubah, bahkan terlihat tampan seperti biasa.

"Bara".

Maya mencoba tersenyum, menatap Rara. Balita itu cantik, rambut ikalnya di ikat keatas. Kini Rara sudah berada di hadapannya. Maya membungkukkan badan, mensejajarkan wajah itu.

"Hai cantik" ucap Maya.

"Mami, dali mana?" Tanyanya.

"Dari belanja, Rara dari mana?" Maya melirik Bara yang tidak jauh darinya. Jujur saat ini Maya mencoba tenang, walau hatinya bergemuruh hebat melihat kehadiran Bara didekatnya.

"Dali beli es kelim, Lala lindu mami" gadis kecil itu lalu memeluk tubuh mungil itu.

Bara menatap Maya, wajah itu masih terlihat cantik. Pakaian kaku itu masih ia kenakan. Pertemuan ini memang tidak ia sengaja, ia baru saja menjemput Rara dari tempat orang tuanya. Bara lalu menarik Rara, disisinya. Bara mengelus rambut lembut itu.

"Rara, mulai sekarang jangan panggil mami lagi. Panggil tante Maya, dia bukan mami Rara" ucap Bara, mencoba menjelaskan.

Maya mendengar secara jelas apa yang dikatakan Bara. Sebenarnya ia ingin perotes dan tidak terima Bara mengatakan itu. Ia lebih suka Rara mengatakan mami dari pada tante Maya.

Bara menarik nafas sebelum melanjutkan kata-katanya lagi, "Soalnya tante Maya akan menikah dengan paman Wira. Jadi Rara harus panggil tante Maya".

"Mami tidak mau menikah sama papi?".

Bara mencoba berpikir, anaknya ini memang sedikit keritis, "Ya sepertinya begitu, mungkin kita nanti akan mencari mami baru. Rara boleh cari mami yang mana saja, asal jangan tante Maya. Ayo minta maaf sama tante Maya" ucap Bara.

Maya hampir tidak percaya apa yang dikatakan Bara. Hatinya seakan tidak terima Bara berkata seperti itu. Mata bening itu menatap Maya dengan wajah polosnya. Maya melirik Bara yang enggan menatapnya.

"Maafin Lala Tante Maya" ucapnya.

"Iya tidak apa-apa" Maya mencoba tenang.

Rara kembali menatap Bara, "Lala mau jalan-jalan sama tante Maya, boleh kan papi?".

Bara tidak kuasa menatap putri tunggalnya, memelas seperti itu terhadapnya. "Tanya dulu sama tante Maya, mau atau tidak" ucap Bara.

Rara kembali menatap Maya, "Lala mau jalan-jalan sama tante".

Maya tersenyum dan mengangguk, "iya boleh, ayo kita pergi" Maya, meraih tangan mungil itu dan menegakkan tubuhnya.

Maya kembali melirik Bara yang tengah mematung menatapnya. "Saya hanya menemani putri kamu bersenang-senang".

"Oke, saya ikut kalian".

Maya melangkah membawa Rara disisinya. Ia tersenyum menatap Rara. Rara dan Maya berjalan menuju salah satu outlet yang menjual berbagai macam boneka.

"Rara mau yanga mana?" Tanya Maya.

Rara menunjuk salah satu boneka panda yang duduk di salah satu lemari kaca. "Lala mau yang itu tante".

"Iya kita ambil yang itu, itu boneka yang lucu seperti kamu" Maya tertawa menatap Rara.

"Boneka Rara sudah banyak May" ucap Bara.

Suara Bara, mengalihkan tatapannya. Ia mendengar suara itu dengan jelas. Kini Bara sudah disampingnya.

"Tapi Rara ingin itu, kamu ayah yang pelit dan perhitungan" dengus Maya.

"Tapi May, ya sudahlah bungkus saya" ucap Bara. Sebenarnya sudah begitu banyak Boneka Rara di kamarnya, hingga ia harus mengungsikan satu persatu boneka itu ke kamar tamu.

Maya tersenyum lalu memanggil pramuniaga yang sedang berjaga untuk membungkus boneka panda itu.

***

LOVE SINGLE DADDY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang