BAB 38

1.4K 60 0
                                    


Sudah waktunya Bara membawa Maya bertemu dengan kedua orang tuanya. Bara membuka pintu mobil untuk Maya. Bara meraih tangan kurus Maya, di genggamnya jemari itu.

"Apakah kamu sudah siap?" Tanya Bara.

"Iya saya sudah siap" ucap Maya.

"Kamu tetap bertahan dengan saya, walau kemungkinan hal buruk terjadi diantara kita berdua".

"Iya, saya akan tetap di sisi kamu dan saya tidak akan meninggalkan kamu".

Bara mengalihkan tatapanya kearah perut rata Maya. Di sentuhnya perut rata itu. "Bertahanlah disana malaikat kecil. Saya akan memperjuangkan kamu dan ibu kamu".

Maya tersenyum mendengar penuturan Bara. "Dia pasti bahagia mendengar ini".

Bara mengecup puncak kepala Maya, "ayo kita kedalam".

"Iya".

Bara melangkahkan kakinya menuju pintu utama, digenggamnya erat tangan itu. Bara dengan tenang ia menuju ruang keluarga. Bara memandang kedua orang tuanya menonton TV, sambil menikmati siaran berita.

Seketika menyadari kehadiran Maya dan Bara. Ayah dan ibunya menoleh kearah mereka. Beliau menghentikan aktivitasnya. Ibu mengalihkan tatapannya ke jemari Bara, ia menggenggam erat jemari itu.

"Apa yang kalian lakukan" ucap Ibu.

Bara menghentikan langkahnya, ia melirik Maya. Wajah itu terlihat tenang, tidak ada rasa takut menghadapi kenyataan.

Bara menarik nafas, ia meyakinkan diri, "Saya ingin mengakui satu hal kepada mama dan papa".

"Mengakui apa yang kamu maksud?" Tanya Ayah, ia meletakan cangkir di atas meja, dan melangkah mendekati Bara dan Maya.

Ini merupakan hal yang paling sulit Bara ucapkan, ia dengan berani menatap Ayah.

"Saya ingin menikahi Maya" ucap Bara.

Ayah mengerutkan dahi, tidak mengerti, "Menikahi Maya?".

"Ada yang mesti mama dan papa ketahui, Maya telah mengandung anak saya. Saya harus menikahinya" ucap Bara.

Plak

Tangan kanan Ayah mendarat di pipi Bara. "Kamu sengaja melakukan itu terhadap calon istri adik kamu sendiri".

Bara merasakan tangan kasar itu menghantam pipinya. Bara sudah menduga hal itu terjadi. Ia masih menggenggam erat jemari Maya.

"Kamu sengaja melakukan itu, agar membatalkan pernikahan adik kamu?" Timpal ayah.

Bara tidak melawan, ia berusaha tegar, "saya mencintainya, dan Maya telah mengandung anak saya. Bagaimanapun Maya harus menjadi istri saya".

Ayah mengatur nafasnya, ia tidak menyangka Bara melakukan hal gila seperti itu. Anak laki-lakinya yang ia kenal dewasa menyayangi adiknya dan seluruh keluarganya, kini berbalik menyakitinya hanya karena ia mencintai calon istri adiknya sendiri.

"Kamu telah menyakiti Wira. Wira itu adik kamu sendiri, dan kamu sengaja mencari jalan pintas dengan cara menghamilinya, oh Tuhan. Dimana pikiran kamu Bara" ucap Ayah, ia lalu duduk sofa.

Ibu menarik nafas, ia menatap Bara penuh kebencian, ia lalu duduk disamping suaminya. "Kalian menghianati Wira".

"Saya tahu kami telah menyakiti hati Wira dan menghianatinya. Apakah mama tahu, kami adalah dua orang yang saling mencintai" ucap Bara lagi.

"Sungguh saya telah di butakan cinta saya sendiri, saya menghamilinya. Saya tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Saya tahu mama dan papa marah tehadap saya, masih belum bisa menerima keputusan saya" ucap Bara lirih.

Bara melepaskan genggaman Maya, diliriknya Maya masih diposisi yang sama. Bara mengelus punggung Maya seakan berkata "saya bersama kamu".

Setelah itu, melangkah mendekati ayah dan ibunya. Dipelukknya tubuh ibunya dengan segenap hati dan perasaanya, kini di tatapanya Ayah yang tidak jauh darinya.

"Saya minta maaf Ma, tapi Saya tidak bohong. Saya mencintai Maya. Tolong direstui hubungan saya dan Maya" ucap Bara lirih

"Saya sampai rela melakukan hal sejauh ini karena saya mencintai Maya. Saya sudah sering mengelak dan bertahan di posisi saya sebagai saudara yang baik. Saya berusaha membenci Maya, menjaga jarak terhadap Maya, tapi yang saya dapat malah sebaliknya. Semakin saya menjauh saya semakin gila memikirkannya" ucap Bara.

Ibu tidak menanggapi ucapan Bara, ia tahu anak sulungnya berkata jujur. Pelukan Bara begitu hangat, putra sulungnya yang ia sayangi kini sudah dewasa, untuk melanjutkan hidup yang melajang lima tahun lamanya.

"Ma, Bara mohon pengertian Mama. Bara sayang keluarga ini, sama sekali tidak ingin merusaknya, hanya kerena Maya. Yakinlah, Saya dan Maya memang berjodoh. Kami di pertemukan dengan cara yang seperti ini" ucap Bara.

Bara menarik nafas, ia melepaskan pelukan ibunya karena ia tahu hati ibunya akan luluh ia berkata seperti itu. Bara lalu duduk di lantai agar bisa menatap sang ayah. Bara memang mencintai keluarganya, ia rela melakukan apa saja untuk keluarga, asal keluarganya bahagia. Bara tidak ingin kedua orang tuannya membenci dirinya. Ia tidak ingin menjadi anak yang durhaka terhadap orang tuanya.

Bara menggenggam jemari ayah, ayah tidak memberontak ketika ia menggenggam jemari itu.

"Saya tidak bisa membiarkan Maya hamil tanpa seorang suami, sementara saya menginginkannya dari apapun. Mempunyai keluarga yang harmonisasi adalah mimpi saya".

"Ayah, mimpi saya sederhana, mempunyai keluarga yang harmonis. Saya sungguh mendambakan itu pa. Apakah papa tahu, saya baru kali merasakan jatuh cinta lagi, setelah Ratih pergi meninggalkan saya lima tahun lamanya. Rara tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, semenjak Ratih melahirkan. Saya menjadi orang tua tunggal, hidup seorang diri di London bersama putri kecil saya. Rara menyukai Maya, Rara bahkan selalu menanyakan keberadaan Maya, padahal saya sudah melarang Maya agar tidak mendekati Rara karena saya tahu Maya calon istri Wira".

Bara menarik nafas, sebelum melanjutkan kata-katanya lagi, "Rara menginginkan Maya menjadi ibunya, dan saya juga menginginkan Maya menjadi ibu dari anak-anak saya. Hanya satu kesalahan saya, karena Maya adalah calon istri Wira, saudara kandung saya sendiri".

Ayah memandang Bara, putra sulungnya berkata jujur. Bara bukan jenis anak pembangkang, dan bukan jenis anak yang suka melawan orang tua, seperti anak lainnya. Bara tumbuh anak yang baik, cerdas dan menghormatinya. Ia mengenal kedua putranya dengan baik, karena ia telah mengenalnya dari ia kencing dicelana.

"Apakah kamu mencintainya?".

"Sangat".

********

LOVE SINGLE DADDY (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang