Ketika Kemarau Melanda

106 8 39
                                    


Judul: Ketika Kemarau Melanda (Terbit dalam Antologi Bersama dengan Judul "Jejak Inspirasi".
_________

Kemarau melanda negeriku. Kami haus akan kedamaian dan ketenangan. Ini kekeringan bukan karena terik matahari. Melainkan karena teriknya hati yang keji. Di negeriku tiada air, yang hanya ada darah ... darah, dan air mata.
***

"Jangan. Jangan rebut Abi!" Kutarik-tarik tangan Abi. Tapi, kekuatan serdadu itu lebih kuat. Ia menyeret Abi ke tanah lapang.

Kepala Abi dihantam dengan senapan. Darah mengucur lalu tersungkur. Mereka menginjak-injaknuya hingga babak belur.

"Jangan! Jangan sakiti Abi!" Kurentangkan kedua tangan kecil ini. Mencoba melindungi lelaki yang paling kucintai.

"Pergi, sana!" Mereka mendorongku hingga terjungkal. Namun hati tak sekalipun gentar. Kurentangkan kembali tangan kecil dan berseru, "Jangan sakiti Abi!". Netra menatap bengis pada lelaki sadis di hadapan.

Kurasakan kedua tangan hangat memeluk dari belakang. "Laa tahzan. Allah ma'ana. Abi menunggumu di Surga, Nak. Pulanglah," bisik Abi lirih. Sebelum ...

Dor! Dor!

Abi tumbang dengan dahi yang berlubang. Prajurit-Prajurit itu tertawa senang. Lalu melenggang, seakan yang mereka bunuh itu binatang.

Kudekap Abi. Umi datang memangku kepalanya. Hujan pertama turun di kemaraunya negeri. Hujan dari kedua mataku dan Umi.

Hujan turun menganak di pipi. Anehnya, di sini tetap terasa begitu kering. Di sini ... kemarau panjang telah terjadi. Di sini ... di hatiku dan di hati seorang istri yang kehilangan suami.

***
"Ayo, Zahra! Kemasi barang-barangmu," kata wanita paruh baya berjilban biru itu. Hari ini kami akan mengungsi. Pergi dari rumah sendiri.

Tok, tok ... tok!

Umi tersentak. Ia menarikku ke dalam lemari. Menitipkan bayi berumur lima bulan pada anak delapan tahun. Tubuh wanita bermata sendu itu gemetaran. Hatiku berdebar tak karuan.

"Ingat. Apapun yang terjadi, jangan keluar, Zahra!" perintah wanita berhidung mancung sepertiku. Binar mata coklat miliknya menatap dalam. Kutahu, ia ketakutan. Dicium dahi penuh kasih seakan mengucap perpisahan.

Gedubrak!

Pintu dibuka paksa. Bersamaan pintu lemari yang tertutup.

"Pergi dari sini. Atau ... kau tahu akibatnya!" ancam tamu tak diundang itu sambil mengacungkan benda yang melubangi dahi Abi. Aku hanya bisa mendekap erat amanah Umi di balik pintu lemari yang kubuka sedikit. Mengintip.

"Tidak! Kau boleh merebut suamiku. Rumahku. Tapi, tidak dengan negeriku!" ucap Umi lantang.

"Kau ... berani, kau!" geramnya. Lalu, seperti Abi ia melubangi jantung Umi. Setelahnya, ia pergi seakan tak ada yang terjadi. Aku berlari dari lemari menghampiri tubuh yang dibanjari warna merah.

"Umi ... Umi. Bangun umi. Ayo, kita pergi, Umi. Ayo, sembunyi," ajakku. Namun, tubuh kaku wanita yang telah membesarkanku yang menjawab.

"Umi. Ayo, bangun! Aku ... Aku ... Aku tak bisa menjaga Ahmad seorang diri Umi. Abi telah pergi. Umi jangan pergi juga." Umi enggan membuka mata.

Kudekap Umi dan Ahmad, adikku. Tak sanggup rasanya menangung sakit ini. Dadaku sesak. Napasku tercekat. Aku terisak-terisak sambil mendekap Umi yang dibanjiri warna merah pekat. Allah, kemana aku harus pergi?

Belum habis dukaku. Belum sempat kukafani Umi, derap-derap langkah mendekati. Mereka kembali. Aku berlari melewati pintu belakang. Aku harus tenang.

"Mereka tak boleh merebut Ahmad. Dia amanah Umi." Aku bertekad.

Aku berlari menelusuri malam. Kaki telanjangku berdarah-darah. Kurasakan tubuh yang semakin lemah. Kudekap Ahmad, mencari kekuatan.

Dari jauh, kulihat mobil patroli, aku bersembunyi diantara puing-puing. Setelah aman, aku berlari. Terus berlari. Hingga semua terasa gelap sekali.

Apa yang terjadi selanjutnya?

***

Sebagian Teks Dihapus.

Maaf, ya, teman-teman. Terpaksa teksnya dihapus demi penerbitan, yang mau tahu kelanjutan kisahnya, silakan pesan buku di 0853 6153 0812

Open Pre-Order I
Judul Buku : Jejak Inspirasi
Jumlah Halaman :  84 Halaman
Penulis  : Kontributor Cerita Inspiratif
Nomor ISBN : Sedang proses
PO : 16 - 31 Desember 2019
Harga PO : Rp.65.000.-
Harga Normal : Rp.70.000.-
Pengiriman: Bandar Lampung.

Terima kasih pada Penerbit Mandiri Jaya Lampung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jejak-Jejak KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang