Saya tuh, paling ga bisa buat cover. Jangankan cover, ngedit foto sendiri aja ga, bisa. Hahaha
Jadi, dapat kiriman foto dari pembaca, tuh senengnya minta amploooop, eh?
Selamat membaca. ^^
_______"Di dunia ini, tidak semua yang kamu lihat, sesuai dengan apa yang kamu pikirkan."
***
"Telat lagi, telat lagi. Apa kamu ga punya jam, hah? Lihat penampilan kamu, seperti anak brandalan."
Teriak guru fisika berkepala plontos pada seorang siswa. Entah, dia pantas disebut siswa atau tidak. Mana ada siswa berambut panjang berantakan, seragam lusuh dikeluarkan. Bahkan, sepatu saja tidak dikenakan dengan selayaknya. Ah, kenapa aku yang menggerutu di dalam hati.
Lelaki jangkung berdiri dengan malas-malasan. Hanya diam, meski saban hari kena teguran. Tak pernah dia memberi alasan atau keterangan atas keterlambatannya. Dia hanya diam, guru-guru bahkan sudah bosan menghukum. Paling dinasihati sepatah dua patah kata. Lalu, disuruh duduk.
Seperti saat ini, dia sudah duduk tanpa merasa bersalah di sebelahku. Ya, di sebelahku. Karena aku siswi berprestasi. Guru berharap dengan duduk sebangku, ia bisa belajar banyak dari siswi pintar. Ah, jangankan belajar, saling menyapa saja kami tidak pernah.
"Lihat ga sih tadi, si Arya. Pipinya lebam lagi. Sudut bibirnya juga luka. Kaya brandalan, ya?"
"Iya, kaya preman. Dengar-dengar sih, ya. Dia sering kelayi dengan preman pasar. Aku juga pernah kok lihat, Arya mukuli anak sekolah depan. Is, kok bisa sih, brandalan kaya gitu, sekolah di sini."
"Iya. Berasa sekolah buangan, aja."
Bisik-bisik di seberang bangku terdengar. Meski kedua siswi itu berbicara dengan pelan. Namun, aku yakin seseorang di sebelahku dapat mendengar dengan jelas. Terkadang, berbisik dengan menyindir, tidak dapat dibedakan.
Bukan hal yang tabu lagi, lelaki jangkung berkulit putih di sampingku ini sering berkelahi. Beberapa kali diskor karena memukul sesama siswa, tidak membuatnya berhenti membuat onar. Bahkan, banyak yang mengaku sering melihat Arya memukuli siswa-siswa sekolah tetangga.
Di gang ini memang terdapat dua sekolah. Di ujung gang, terdapat sekolah negri, tempat anak-anak dengan orangtua berkantung tebal. Agak menjorok ke dalam, terdapat sekolah swasta, tempatnya kaum-kaum sudra. Dan di situlah aku berada. Pun Arya, yang sejak tadi hanya memandang ke luar jendela. Setiap hari selalu begitu, jarang kulihat dia membuka buku. Entah apa yang menarik di luar sana. Anehnya, aku selalu merasa terganggu dengan kebiasaannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak-Jejak Kehidupan
Короткий рассказ"Ketika bibir tak mampu bersuara. Biarkan kata menyampaikan makna." Buku ini berisikan kumpulan cerpen dengan berbagai kisah kehidupan. Bijaklah dalam membaca. By: R_samayoeri (Penulis amatir yang masih membutuhkan kritik dan saran). Cover by, @agy...