"Kenali baru nikahi. Sebab, keputusan yang salah, hanya membawa penyesalan di akhir nanti."
****
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Mas Angga sambil melepas ikatan kain hitam yang ia pasangkan.
Perlahan, kubuka kedua mata. Menyesuaikan pandangan dengan cahaya yang menusuk netra. Begitu sekeliling terlihat jelas, aku melongo terpana.
Di hadapanku, berdiri sebuah bangunan kayu jati bertingkat dua. Tampak mewah nan elegan. Pintu utama terbuat dari kaca tidak transparan. Setiap jendela terdapat ukiran bunga mawar. Kutelisik lebih jauh, ternyata beranda rumah ini pun menyerupai kelopak bunga. Banyak pot-pot mawar merah tersusun rapi. Halamannya begitu luas, dikelilingi pohon-pohon yang rindang.
"Mas, ini ...?" tanyaku heran memandangi wajah lelaki yang setahun belakangan, kupanggil suami. Kami berkenalan di sosial media. Setelah satu tahun menjalin hubungan, Mas Angga mengajak menikah. Aku yang kala itu selalu mendapat desakan dari keluarga. Mengingat umur yang hampir mencapai kepala tiga, tanpa pikir panjang langsung menerima ajakannya. Lagi pula, Mas Angga orang yang lembut, pengertian dan penyayang.
"Hadiah untukmu, Sayang. Kamu suka?" ucapnya lembut dengan lengkungan di bibirnya.
"Kamu membelinya, Mas? Uang darimana?" Setahuku, uang tabungan kami belum cukup untuk membeli sebuah rumah.
"Sudahlah. Jangan banyak tanya. Ayo, masuk Seruni!" Mas Angga membuka pintu dan membawaku masuk.
Memasuki rumah aku kembali terpesona. Bagian dalam rumah ini ternyata mewah. Semua ornamen dan perabot terbuat dari kayu jati. Kursi, meja, lemari, bahkan tangga menuju lantai dua juga terbuat dari kayu jati. Bernilai seni, klasik dan unik, menurutku. Di tengah- tengah ruangan terdapat lampu kristal, menambah kesan mewah. Aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Namun, kurasakan ada yang berbeda. Seperti ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak-gerik. Kurasakan hawa dingin mengusap tengkuk. Rasa ngeri menelusup ke dalam dada.
"Yang, kamu suka rumahnya, 'kan?" Aku berjengit kaget. Suara Mas Angga menepis kejanggalan yang kurasa.
***
Malam tiba, karena besok ulang tahunku dan rasa terima kasih karena rumah baru ini, aku meminta Mas Angga untuk makan malam berdua di rumah saja. Semua makanan sudah tertata rapi, tinggal menunggu kue tart yang masih dibeli Mas Angga.Tiba-tiba terdengar suara langkah dari dapur. Padahal aku sendirian di rumah ini. Penasaran kupergi melihat. Tidak ada siapa pun.
Aku terlonjak kaget. Ada suara ketukan berasal dari lemari perabot di hadapan. Aku terdiam menatap lemari kayu itu, semakin lama suaranya ketukannya semakin gaduh.
Mendekat ke lemari, perlahan membuka pintunya. Sepotong kepala dengan mata melotot memandangi.
"Aaaggghhh." Kubanting pintu itu hingga tertutup kembali.
Napasku tersenggal dengan jantung yang berdebar kencang. Aku melihatnya dengan jelas, sepotong kepala dengan kulit mengelupas. Wajahnya penuh luka dengan darah yang mengucur deras. Sungguh, hati tak menyangka akan mengalami semua ini. Sebelumnya, aku bahkan tak pernah melihat hal-hal ghaib.
Kuayun kaki tergesa-gesa. Bertekat meninggalkan rumah yang aneh ini. Namun, di depan pintu yang tertutup, berdiri seorang wanita cantik bergaun merah. Kulitnya putih pucat dengan lingkaran hitam di kedua mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak-Jejak Kehidupan
Cerita Pendek"Ketika bibir tak mampu bersuara. Biarkan kata menyampaikan makna." Buku ini berisikan kumpulan cerpen dengan berbagai kisah kehidupan. Bijaklah dalam membaca. By: R_samayoeri (Penulis amatir yang masih membutuhkan kritik dan saran). Cover by, @agy...