DIKO

152 8 2
                                    

Diko berbaring di kasur empuknya. Hari ini apartemennya sangat nyaman dibanding yang selama ini ia rasakan. Padahal kasurnya tetap sama, yang membedakan adalah perasaannya ingin menghayal saja di pembaringan.

"Sania," ucapnya lirih seraya memandang langit-langit kamarnya.

Ia tertawa sendiri seraya menepuk wajahnya. Pagi tadi gadis itu membuatnya terkejut karena tidak sengaja ia dan Sania bertubrukan dan akhirnya saling rangkul. Sungguh sesuatu yang dibencinya di film. Ternyata dia sendiri yang mengalami secara langsung kejadian itu. Apalagi ia sudah jatuh hati pada gadis itu sejak diselamatkan di pulau Kanibal dulu (baca: AKU DI ANTARA KANIBAL)

Suara HP-nya berdering. Pemuda itu segera membaca layar HP di sana ada tertera nama Sania di sana. "Halo sayang-eh! Sania," ralatnya.

"Saya ambil cuti, Pak. Ada urusan mendesak," kata gadis itu yang sepertinya tidak mau memperpanjang obrolan dengan kesalahan panggilan Diko tadi.

"Cuti?!" Diko bangkit dari kasurnya dan bertanya dengan nada marah. "Di mana kamu, saya mau bertemu, sekarang?!"

"Di rumah," jawabnya.

Diko mematikan HP-nya dan segera memakai mantel kesayangannya. "Enak saja mau pergi lagi. Nikah dulu sama saya baru pergi," gerutunya dalam perjalanan menuju rumah Sania.

Mobil pazero tepat berada di depan aparteman Sania. Diko telah datang dan segera berlari ke dalam. Diketuknya pintu kamar gadis itu. Sean membuka pintu dengan gaya mengucek kedua matanya, sepertinya dia baru bangun tidur.

"Bapak, mau apa?" tanyanya seraya menguap lebar.

"Sania!" teriak Diko yang menyingkirkan Sean dan menyelonong masuk begitu saja.

Sean menggaruk kasar kepalanya dan kembali ke kasurnya tanpa menghiraukan Diko lagi. Sedangkan Diko mencari Sania hingga ke kamar mandi. Gadis itu tidak ada, dan Diko jadi kesal sendiri. Ia menghampiri Sean alias Hasen Lee di kasurnya dan mengguncang tubuh itu.

"Sania mana?" tanya Diko.

"Ah, mana saya tahu," jawab Sean dengan membalikkan tubuhnya membelakangi Diko.

"Tinggal serumah, masa gak tau?!" bentaknya.

"Ada apa?" tanya Sania yang baru saja datang dari toko. Terlihat barang bawaannya yang ia bawa.

Gadis yang dirindukannya saat ini sedang memakai celana kain selutut dan baju kaus oblong longgar. Rambut yang sengaja digelung asal-asalan, sehingga anak rambutnya masih menjuntai ke depan. Sangat manis dan terkesan masih ABG.

Diko merampas barang bawaan Sania, kemudian diletakkan di pinggir pintu masuk. "Sini kamu!" perintahnya seraya menarik Sania keluar.

Sania tidak membantah ketika atasannya membawanya masuk ke mobil dan malah dibawa berjalan-jalan.

"Kamu ... kenapa pergi lagi?" tanya Diko setelah lama diam. Ia coba untuk menetralisir perasaannya agar tidak emosi saat berbicara dengan gadis itu.

"Saya sudah bilang, ada urusan," jawab Sania santai.

Diko memandang Sania dengan lekat ke arah matanya. "Urusan apa?" tanyanya lirih.

"Kenapa kita parkir di jalan Kematian, Pak, mau mati di sinikah?" Sania balik bertanya ketika ia sadari bahwa Diko berhenti tepat di depan jalan bekas pembunuhan berantai dulu.

Diko memandang ke sekelilingnya dan baru menyadari kalau ia salah parkir, tapi setelah kembali memandang Sania, Diko akhirnya tersenyum dan berkata. "Kan, ada kamu."

"Dasar," Sania mencibir.

"Kamu tidak jawab pertanyaan saya tadi San," tegur Diko.

"Yang mana, saya lupa," jawabnya.

DICULIK PEMUDA TAMPAN (serial SANIA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang