Bab 4: Lukisan

43 10 1
                                    


"Karya emasku," ucapnya sambil menatap pada lukisan yang tergantung di dinding.

Di sana, sebuah mahakarya, setidaknya begitulah yang ia pikirkan, sebuah lukisan terbingkai rapi dengan kayu jati berkualitas tinggi yang dicat berwarna emas.

"Siapa dia, Tommy?" Seorang wanita bergaun bangsawan menyentuh bahunya.

"Yang sekarang sedang di kamarku, Ma. Calon menantumu."

"Kapan kau akan mengenalkannya pada Mama?"

"Minggu depan, aku akan melamarnya. Semoga dia menerimaku. Lagipula, aku tak perlu mengenalkannya padamu, Ma. Kau sudah mengenalnya, kan?"

"Salah satu dari mereka rupanya benar-benar akan menjadi menantuku," lirih Mamanya berkata merespons pertanyaan Tommy.

Tommy hanya tersenyum pada mamanya. "Aku ke Carlos dulu, Ma."

Si mama hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan anak lajangnya satu itu. Lukisan di hadapannya tampak sangat menyatu dengan dinding kayu tempatnya bernaung.

"Siapa itu, Tante?"

Mama Tommy melirik ke samping, tersenyum melihat yang dibicarakan olehnya hadir tanpa dipanggil. "Wanita yang dicintai Tommy," jawabnya sambil mengedipkan sebelah mata lalu meninggalkan gadis itu.

Si gadis tersenyum melihat lukisan yang sama. Ia hapal benar, siapa gadis yang ada di dalam kanvas berbingkai emas itu.

Gadis yang ada di dalam lukisan duduk di pinggir danau keruh. Di sampingnya jamur-jamur kecil dan daun-daun kering berkerumun. Di tangannya ada sebuah alat lukis dan lembar kosong. Ia mengenakan gaun putih transparan yang sedikit basah dan penuh bercak cokelat di bagian punggungnya. Rambutnya yang kemerahan diterpa matahari terlihat berkilau indah.

Lukisan itu tampak dengan lantang menantang siapa saja untuk menggoda gadis itu, meski hanya memperlihatkan sisi belakang tubuhnya.

'Jadi, seperti ini aku di pandanganmu, Tom?' bisiknya dalam hati. Bibirnya menyunggingkan senyum manis.

Ia sungguh yakin dia, lah, yang digambarkan oleh si pelukis. Gaun itu adalah gaun yang diberikan Tommy padanya natal tahun lalu. Gaun indah yang benar-benar menggoda. Hatinya lantas berbunga-bunga. Pandangannya melembut dan senyumnya merekah.

"Hai, lukisannya bagus?" Tommy baru saja kembali dari rumah Carlos, menepuk punggung gadis itu pelan.

"Iya, sangat bagus sekali. Gadis itu tampak anggun dan tenang dengan gaun, meski di sekitarnya banyak sekali hal menjijikkan. Kau menangkap siluetnya dengan sangat berani, kau tahu? Dia bisa saja berpikir berbeda."

"Bukankah memang seperti itulah adanya dia? Menggoda." jawab Tommy pada gadis di sampingnya.

Wajah si gadis memerah, malu-malu ia mengangguk mengiakan, lalu tersenyum gugup menatap Tommy. "A-aku harus pulang. Ma akan mencariku."

Tommy tersenyum mempersilakan, mengantar sang gadis ke gerbang lalu berjalan kembali ke dalam rumah yang serupa istana milik orang tuanya. Menatap sekilas pada lukisan gadis di ruang tamu. Lalu bergerak ke kamar tempat si gadis bergaun putih transparan tertidur pulas.

"Sudah kukatakan padamu, Ellie, kau tampak sangat anggun dengan gaun itu. Kakakmu saja, sangat mengagumimu dalam mahakaryaku tadi. Katanya kau terlihat anggun di sana, kau tahu?" Perlahan ia mengelus rambut si gadis lalu kembali tersenyum. "Karena itulah aku membelikan gaun serupa sebagai pengganti kado natalku yang tidak sampai ke tanganmu," bisik Tommy pada putri tidurnya.

Ia tersenyum lalu mencium gadisnya yang tampak sangat lelah seharian dijadikan objek prakaryanya.

"Selamat tidur, Sayang."

* * *

[Completed] Behind The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang