Epilog: Ibu

50 10 2
                                    

"Begitulah, Nak, nenek Ellie akhirnya hidup mendekam di rumah sakit jiwa hingga akhirnya maut mendekapnya dalam kedamaian." Fransiska tersenyum pada putri semata wayangnya.

Si gadis remaja yang memasuki usia ranumnya itu menangis. "Kenapa semua orang berbuat jahat pada Nenek? Padahal, kan, Nenek cuma membalas saja."

"Begitulah hukum di dunia ini bekerja, Sisilku Sayang. Hitam dan putih tidak bisa membaur menjadi abu. Satu perbuatan jahat, selamanya kamu jahat. Satu perbuatan baik, selamanya kamu baik."

"Tapi nenek menderita. Dia menderita atas kemarahan yang dirasakannya. Dia menderita atas dendam yang dia pikul, Ma." Matanya menampakkan kekecewaan yang mendalam pada akhir tragis cerita sang nenek yang tidak pernah ditemuinya.

"Dan, dendam itulah juga yang membawanya ke balik jeruji besi. Yang pula membawanya meninggalkan Mama. Juga, itu pula yang membuatnya menjadi pahlawan dunia."

"Lalu, kenapa nenek meninggalkan Mama?"

Fransiska tersenyum lembut. Ia menatap Sisil lalu berkata, "Karena mama adalah anak yang dikandungnya dari hasil pemerkosaan itu."

"Mama anak dari pemerkosa yang disuruh Nek Rhea?"

Fransiska mengangguk sambil mengelus pucuk kepala putrinya.

"Mama gak marah pada Nenek?"

Fransiska menggeleng. "Tidak. Justru Mama bisa sangat mengerti perasaan nenekmu. Mengapa dia membenci Mama dan Kakek. Mengapa dia memilih meninggalkan kami."

"Nenek juga membenci almarhum Kakek?"

Senyum Fransiska berubah sinis. "Tentu saja."

"Karena? Memangnya kakek salah apa?"

"Karena Kakekmu, lah, salah satu pelaku pemerkosaan itu. Malam itu, setelah merudapaksa nenek, cintanya muncul. Sebulan setelah kejadian itu, ketika keluarga nenek tahu nenek hamil, kakek datang dan mengakui perbuatannya lalu melamar nenek."

"Terus? Kan, nenek bisa menolaknya."

"Di dunia ini, Nak, tidak ada istilah lamaran ditolak setelah adanya kehamilan. Adanya kamu harus menikah dengan pemerkosamu. Itu lebih baik daripada menanggung malu tidak punya suami karena aib diperkosa."

"Kenapa mereka dinikahkan? Ya, Tuhan. Nenek pasti menderita sekali harus hidup bersama pria yang membuatnya trauma." Airmata kembali turun di wajah remaja tanggung itu.

"Itulah. Makanya, Mama tidak bisa membenci Nenek. Tapi bukan itu yang ingin mama tekankan. Mama ingin kamu selalu mengingat, dendam akan membawamu pada penderitaan. Seperti apa yang diderita oleh nenekmu. Maka dari itu, berhentilah sebelum dendam itu berakar, Nak."

Sisil mengangguk patuh. Sisil mengusap air mata, tampak siap melupakan kejadian di sekolah tadi, saat salah seorang temannya menudingnya mencuri. Padahal yang dicari ada di atas meja penuding itu sendiri.

"Sudah, sekarang kamu kembali ke kamar dan kerjakan tugasmu. Mama akan membuatkan cemìlan."

Sisil mengangguk, lalu bergerak ke kamarnya. 

Tinggallah Fransiska yang melayangkan ingatannya pada tiga tahun lalu, saat ia dengan sengaja mendorong papanya ke tangga yang mengakibatkan kematian mantan pemerkosa itu.

Ia menghela napasnya. "Begitulah, Nak, dendam itu harus dihapus sebelum berakar. Karena Mama dan Nenek adalah korbannya."

* * *

[Completed] Behind The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang