Bab 7: Pergi

23 7 0
                                    


Dia menatap ke kejauhan. Ke arah laut yang terhampar luas di luar balkon kamarnya. Sesekali ia menyesap kopi hangatnya. Senja terlihat sangat indah. 

Lalu ia menghela napas panjang.

Pandangannya melayang pada lukisan gadis bergaun transparan yang tergantung di samping pintu balkon kamar. Gadisnya. Kekasihnya. Gadis itu tampak sangat menggoda, tidak hanya menggoda matanya, tapi juga menggoda hatinya.

"Ada apa? Apakah aku tampak sangat cantik di situ?" Istrinya datang dan tersenyum, mengecup puncak kepalanya, lalu meletakkan cemilan sore di meja kecil, di samping kopi hangat yang masih mengepul.

"Tak apa, aku hanya mengingat saat aku melukismu. Kau ingat apa yang aku katakan padamu?" Tommy tersenyum menatap pada istrinya yang kini mengambil si kecil yang merengek.

"Itu, kan, sudah lama sekali, Sayang. Mana bisa aku mengingatnya," sahut istrinya dengan senyum menghias di wajah. Di gendongan wanita itu, si kecil yang berumur dua minggu menggeliat dengan tenang.

"Iya, itu sudah lama sekali, ya? Padahal untukku, itu masih kemarin saja, El. Aku masih ingat dengan pasti bagaimana senyuman itu merekah saat kukatakan bahwa kau sangat cantik hari itu. Bahwa Rhea," Tommy memberi jeda saat menyebut nama itu, "akan mengatakan hal yang sama."

Istrinya diam saja. Tak menanggapi ucapan Tommy.

"Dan, benar, sore itu kau datang dan berkata bahwa lukisan itu memang cantik. Bahwa aku, mampu menangkap siluet Ellie dengan sangat baik."

Wanita yang sedang menyusui di sampingnya tak bergeming. Tak menanggapi sedikit pun. Namun, senyum menghilang dari wajahnya.

"Aku masih penasaran, bagaimana bisa kau menyembunyikannya selama ini?" tanya Tommy tiba-tiba.

"Aku tidak pernah menyembunyikannya. Kau yang memang tidak pernah bisa mengenali kami."

"Tapi, kau ... tidak mengatakannya padaku. Kau tidak pernah bilang kalau kau bukan Ellie."

"Suamiku, Tommyku, aku harus mengingatkanmu. Saat pernikahan kalian, kaulah yang memintaku mengganti pakaian dengan gaun pernikahan. Padahal aku sudah duduk di kursi tamu." Setetes air mata meluruh di wajah wanita itu. "Aku mencintaimu dan kau memintaku untuk berganti dengan gaun putih itu tanpa sempat bertanya apakah aku Rhea atau Ellie. Seolah yakin memang akulah yang ingin kaunikahi. Sekarang, setelah kedua anak kita lahir, kau akan meninggalkanku karena sadar bahwa aku bukan wanita yang kauimpikan?"

"Tapi, kau punya kesempatan sepuluh tahun ini untuk mengatakan yang sebenarnya. Kenapa?"

"Aku mencintaimu, Tuan Blair! Kau kira, aku sebodoh itu melepas kesempatan?"

Tommy menangis. Wanita itu menangis. Keduanya menangis. Si kecil yang merasakan kegundahan kedua orangtuanya juga ikut menangis.

"Aku tidak bisa bersamamu. Aku harus mencarinya. Dia pasti sangat kecewa."

Wanita itu diam. Geming dengan airmata yang mengalir deras. Tommy melangkah keluar. Tepat di ambang pintu, dia terhenti.

"Setelah sepuluh tahun, kau akan meninggalkanku. Terima kasih." Wajahnya yang tadi menunduk, kali ini mendongak menatap Tommy. Tangannya menghapus airmata dan tersenyum lebar. "Paling tidak sekarang aku memiliki dua malaikat tampan sepertimu."

"Arrgh ... selamat tinggal, Rhea."

* * *

[Completed] Behind The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang