"Assalamu'alaikum, Rere."
Om Heri tersenyum ramah padaku begitu aku membukakannya pintu. Mempersilahkannya masuk dan duduk di ruang tamu, aku pun bergegas membuat minum di pantry.
Melirik ke arah Mbak Citra yang sudah melanjutkan pekerjaanku yang tadi aku tinggalkan, kelihatannya Mbak Citra nggak curiga sama aku. Iya, mungkin omonganku yang tadi itu nggak dianggapnya serius. Makanya dia bisa kelihatan biasa aja.
Bagus deh, dengan nggak acuhnya Mbak Citra ini malah bikin keuntungan buatku. Jadi, rencanaku kan akan terus berjalan lancar tanpa penghalang.
"Mbak, nggak ada es batu ya?" Tanyaku pada Mbak Citra setelah menelisik isi freezer yang kosong melompong.
"Kamu mau buat apa emang, Re?" Bukannya langsung menjawab, Mbak Citra malah menanyaiku balik.
Aku menoleh ke arahnya, mengalihkan pandanganku dari pintu kulkas yang terbuka ke arahnya. Mbak Citra kini sedang menatapku dengan sorot tanyanya dan menghentikan gerakan tangannya untuk memotong daun bawang.
"Es sirup. Ada sirup jeruk tuh, aku mau bikin itu aja."
"Buat Om Heri?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk. "Jangan es sirup, Re. Om Heri kan nggak minum es. Buatin teh hangat aja." Sarannya. "Ada teh hijau tuh di lemari atas. Seduh itu aja jangan pakai gula biasa, pakai gula jagung aja ya. Ayah sama Om Heri kan lagi sama-sama kurangin gula." Katanya menjelaskan.
Aku terperangah untuk beberapa detik. Wah, Mbak Citra bisa-bisanya hapal tentang hal semacam itu. Soal Ayah... Om Heri... waw, super deh emang kakakku satu-satunya ini.
Duh, beruntungnya Mas Aji dapet istri macam Mbak Citra ini. Penuh perhatian, penyayang, pinter masak, keibuan... uwh, bener-bener nggak ada celah. Mbak Citra emang istri idaman!
Nggak salah emang kalau aku jadiin Mbak Citra itu role model buat aku di masa depan saat aku udah nikah nanti, terus jadi istri...
Tungggu dulu.
Istri?
Hah. Istri apanya kalau aku sampai beneran nikah ama si Bian?! Bukan istri, tapi malah budak kali aku jadinya. Ya Allah... amit-amit!
Aku bergidik ngeri sendiri ngebayangin hal yang nggak-nggak itu. Suwer deh, beneran nggak kebayang hal indah sama sekali kalau sampai aku nikah sama itu cowok kampret.
Haduuhh, nggak mauu pokoknya nggak mau!!
"Re, hei!"
Aku mengerjap, sedikit terkesiap menyadari sebuah tangan ada di depan mataku. Aku menoleh. Entah sejak kapan Mbak Citra udah berdiri tepat di sampingku sambil memperhatikan aku begini. Gara-gara cowok ngeselin itu pikiranku jadi acak-acakan nggak keruan kayak gini. Huh!
"I-iya, Mbak?" Aku meringis keki sendiri.
Mbak Citra tampak keheranan menatapku. "Kamu kenapa? Mikirin apa? Bengong aja!"
Aku cuman bisa nyengir garing aja tanpa niat menjawab. Kalau Mbak Citra tau apa yang lagi aku pikirin sekarang. Wah, bener-bener bisa berabe deh urusan!
"Udah sana ke ruang tamu! Sajiin minumannya." Seru Mbak Citra kemudian. Yang tentu aja bikin aku tersenyum.
Iya jelas dong senyum, gimana nggak senyum kalau Mbak Citra kelihatannya santai-santai aja kayak gini. Iya sih tau, kakakku ini emang pikirannya positif selalu. Nggak pernah mikirin yang enggak-enggak macem akal bulusku yang mau batalin pernikahan itu misalnya. Hehe.
Aku mengaduk dengan gerakan memutar searah pada dua cangkir berisi hampir penuh air teh hijau itu sekali lagi. Setelah aku letakkan sendok teh itu ke atas bak cucian piring, aku pun mulai menata cangkir-cangkir itu ke atas nampan berikut tatakannya yang terbuat dari keramik yang motifnya senada. Bunga-bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Tapi Musuh (Old Version)
RomanceNamanya, Bian. Aku benci dia. Sebel. Kezeeel! Pokoknya bisa kenal sama dia itu petaka!! Sialnya, kenapa kita berjodoh sih?! - Regita Pertiwi. 2019©Copyright by Icha Azzahra _____ Highest Rank! #9 in Romance (8/12/2019)