BAB 11

2K 90 9
                                    

Aku nggak tau kalau ternyata atap hotel bisa bocor.

Meski masih memejamkan mata rapat, aku sadar kalau ada banyak bintik air yang jatuh ke atas mukaku. Rasanya aku ingin membuka mataku, cepat bertindak mengatasi kebocoran ini. Mau lapor manajemen hotel. Tapi lem nggak kasat mata di mataku membuatku nggak bisa bergerak. Pada akhirnya aku lebih memilih mengabaikannya dan kembali tidur.

Samar-samar aku dengar suara orang menghela napas di samping telingaku. Tapi lagi-lagi aku memilih mengabaikannya dan tetap melanjutkan tidurku yang nyaman banget ini.

"Bangun, oi, bangun!"

Meski suara itu terdengar sayup-sayup di telingaku. Tapi aku yakin banget kalau ini adalah suara cowok...

Eh, cowok??!!

Dalam sekejap mataku ini aku paksa agar bisa terbuka. Aku melotot melihat wajah yang sangat nggak asing itu ada dekat di depan wajahku. Lalu, "WHAAAAA!!"

"...APH!!" Dengan sigapnya tangan kekar itu langsung membungkam mulutku. Membuat suara teriakanku ini teredam begitu saja.

"Berisik! Teriak-teriak segala lagi, kayak diapain aja!" Dia berdecak jengah.

Dan perlahan emosiku ini bisa terkendali. Mataku nggak lagi melotot padanya. Aku juga udah nggak berusaha teriak. Tenang, akhirnya aku tenang juga.

Bodohnya. Aku tuh hampir lupa kalau Bian sekarang udah jadi suamiku. Tadi tuh aku kaget lihat dia bisa ada di sini, di kamar yang sama denganku. Baru lah setelah beberapa saat akhirnya aku sadar, kalau emang kemarin kita nikah dan sekarang kita berdua sudah resmi penjadi pasangan suami dan istri yang sah di mata agama dan hukum negara.

Luar biasa! Nggak kusangka, kehidupanku ini benar-benar berubah hanya dalam semalam!

Kemudian, Bian melepas bekapannya itu. Wajahnya masih di depanku, cukup dekat sampai aku bisa lihat dengan jelas bulu mata lentiknya. Waw, nggak aku sangka bulu mata Bian lebih indah dariku. Jujur, aku iri.

"Sekarang udah inget?" Tanyanya sambil menatapku tajam. Aku pun mengangguk lunglai. Dia menghela napasnya panjang seakan-akan sudah lelah menghadapi suatu hal. Eits, itu bukan maksudnya aku kan?!

Aku menarik kakiku untuk bisa duduk bersila, membuat Bian langsung menempatinya. Jadi posisinya begini, Bian duduk menghadap tempat tidur yang tepat berhadapan dengan sofa ini, sedangkan aku duduk sila menghadap ke arah pintu masuk berada yang membuatku bisa menatap Bian dari sisi samping.

"Ini jam berapa?"

"Setengah lima."

Oh, udah subuh ya. Pantesan dia bangunin aku. Eh, tapi kok rasa-rasanya belum adzan ya? Bukannya sekarang ini adzan subuh itu berkumandang sekitaran pukul 5 kurang? Atau...

"Belum adzan kok. Mungkin bentar lagi," katanya menjawab pertanyaanku dalam hati.

Weh, Bian ini jago juga ya membaca pikiran orang. Haha. Nggak sih, dia nggak akan punya kemampuan anak indigo macam itu. Karena ini hanyalah murni kebetulan. Iya, kebetulan.

Kemudian dia menoleh padaku, menatapku lekat. "Kamu tuh tidurnya nggak bisa tenang dikit apa? Kalem gitu? Nggak bersuara,"

Eh?

Maksudnya apaan nih bilang gitu?!

Tunggu. Tunggu! Jangan bilang kalau aku...

"Iya, kamu ngorok! Mana suaranya gede banget lagi. Idiih!" Wajahnya berubah ilfil menatapku. Aku balas menatapnya nggak percaya.

Demi apa semalam aku ngorok?! NGGAK!! Dia pasti bohong! Aku nggak percaya kata-katanya!

"Bohong!!"

Dia menatapku dengan alis bertautan. Nggak mau kalah aku juga balas menatapnya. Liat aja, aku yakin tatapan mata itu adalah tatapan mata penuh kebohongan. Dasar Tukang Dusta!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nikah Tapi Musuh (Old Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang