00.11; Akhir perjalanan cinta

3.6K 464 32
                                    

Hari itu tiba, hari yang paling ditunggu-tunggu dua insan.

Suara komando lewat toa terdengar bergema ke seluruh pojok Altar. Renjun yang ngeliat bapaknya ngomandoin sana-sini terkekeh kecil. Dia bergumam maaf tanpa suara...

Semalam, sebelum hari H tiba Renjun diberi wejangan sama Ibunya "Bagaimana menjadi seorang suami yang baik untuk suami yang lebih dominan." Kira-kira begitu tema wejangan semalam. Cuma diakhir wejangan, bapak masuk kamar Renjun...

Untuk pertama kalinya Renjun ngasih senyuman manis dan seikhlas itu sama bapaknya. Biasanya mereka musuhan, berantem kecil terus. Bapak membalas tentu saja, cuma gak ngomong apa-apa langsung memberi gestur kepada istrinya untuk keluar dari kamar Renjun yang berarti wejangan hari ini cukup! Sisanya akan diberikan setelah Renjun sudah sah menjadi suami orang.

"Istirahatlah," ujar Ibu pada akhir percakapan.

Renjun mengangguk kecil.

Terbesit rasa sedih Renjun kepada Bapaknya. Atau...

Merasa bersalah lebih tepatnya?

Bapak pernah berangan-angan. Kalau Renjun lulus nanti beliau pingin anaknya bisa kerja cari uang sendiri buat kebahagiaan dirinya sendiri. Bapak pernah bilang ke Renjun, cari uang sebanyak mungkin untuk bahagiain Ibu...

"Karena selama pernikahan Bapak sama Ibu, bapak belum pernah bahagiain Ibu. Ini waktunya kamu membalas semuanya... gak usah inget bapak, nak, bapak itu bahagia kalau kamu bahagia."

Renjun lemas dan menangis sejadi-jadinya dengan membekap wajahnya agar suara tangisnya gak terdengan sampai keluar kamar. Bekali-kali Renjun juga minta maaf dalam hati.

Dia merasa bersalah karena memilih jalan untuk nikah muda bukannya bahagiain orangtuanya lebih dulu.

"Bapak... maaf," gumamnya kecil.

"Renjun."

Dia menoleh setelah tersadar dari lamunannya. Ibu memanggilnya dan menyuruhnya datang ke dalam ruangan rias pengantin.

"Udah siap semua?"

Ibu mengangguk dan membalas, "kamu tinggal ganti baju aja. Baju udah siap."

Renjun mengangkat jempolnya 'oke' ke Ibu.

⌚⌚⌚

Gugup.

Itu yang Jeno rasakan. Selama hidupnya, dia gak pernah ngerasa segugup ini. Oh pernah! Waktu pertama kali bertatap muka dengan Renjun. Ah, Renjun lagi, semua perasaan gugupnya lagi-lagi karena Renjun.

"Eh! Jantan, kan? Masa gugup? Dongakkin tuh kepala!" Papinya memerintah membuat Jeno mencebik halus.

Sedangkan Maminya cuma ketawa-tawa aja ngeliat interaksi ayah dan anak sambil geleng-geleng kepala. Ya malu juga.

Instrumen musik khas suasana pernikahan telah terdengar dari sisi pojok altar, mikrofon telah dinyalakan untuk memanggil pihak lainnya untuk masuk ke dalam altar. Jeno memegang dadanya dan mengatur nafasnya.

Inhale... exhale...

Pendeta tersenyum maklum nan lembut melihat anak adam di depannya ini begitu gugup.

"Mempelai pria silahkan memasuki ruangan."

Instrumen musik yang dimainkan jauh lebih bersemangat seiring berdetaknya jantung Jeno yang makin kencang

Love O'clock; NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang