Tiga Belas

4K 83 3
                                    

Aku kembali terjatuh pada semua kenangan yang tidak seharusnya aku perjuangankan atau kenang sekalipun.

Harusnya aku sadar bahwa semua kenangan bersama Dito, meski begitu menyenangkan untuk di kenang-akan tetapi menyedihkan untuk di selesaikan.

Kisah cinta yang berawal menyenangakan, memang banyak berakhir menyedihkan.

Dan kini, apapun yang berada di depanku bukanlah masa lalu yang selalu menyesakkan dadaku, semua ini adalah masa depan yang harus aku tata sedemikian mungkin.

Aku ingin semuanya lebih baik.

Lebih indah, dari pada kisah cinta salah yang membuatku tidak bisa melupakan.

Aku tersenyum kecil, beberapa menit yang lalu aku meminta Hilman untuk istirahat sebentar. Namun, bukan fisikku yang lemah, akan tetapi hatikku.

Aku pernah ke tempat ini, tempat di mana Dito memotretku, mungkin jika di hitung jumlahnya ada seratus lebih, Dito memotretku sangat banyak dan dalam keadaan apapun, seperti sedang makan, istirahat, membenarkan kerudung bahkan membenarkan tali sepatu.

Mungkin Dito membuatku senang dengan cara yang berbeda, dengan cara yang membuat siapapun merasa menjadi orang paling berharga di dunia.

Mungkin, Hilman punya caranya sendiri.

Aku tidak bisa menyamakannya, mereka jelas-jelas orang berbeda.

"Zana kamu tidak kuat? Jika kamu tidak kuat lebih baik-"

"Aku kuat Hilman, ayo lanjutkan perjalanan ini."

"Tapi-" Aku berdiri dari dudukku, kemudian membawa kedua tangannya.

"Ayo, hari sudah mulai sore." Meski aku bisa melihat raut bingung dalam wajahnya, akan tetapi pria itu memilih untuk diam dan melanjutkan perjalanan.

"Zana tunggu." Aku menghentikan langkah, Hilman melepaskan tautan lengan kami, melangkah beberapa langkah ke depan untuk kemudian memetik sebuah bunga mawar merah.

"Untuk kamu."

"Emangnya boleh petik bunga sembarangan?" Aku bertanya setelah membawa bunga yang Hilman sodorkan, sekarang Hilman kembali mengengam tanganku, kemudian melanjutkan langkah.

"Boleh."

"Tidak baik untuk di contoh."

"Sebenarnya aku yang menanamnya, Zana."

"Hah?" Aku sontak terkejut dengan ucapan Hilman yang satu ini, di sini banyak sekali bunga mawar liar yang tumbuh dan apa aku tidak salah dengar bahwa ia yang menanamnya?

"Saat SMA aku anak pramuka dan aku menanamnya, awalnya tidak ada bunga di sini, semenjak aku menanamnya bunga itu jadi tumbuh kemana-mana."

"Indah sekali."

"Ya, aku menyukai tumbuhan, alam, hutan dan mungkin kamu termasuk kedalamnya."

"Eh?"

"Karena aku menyukai segala sesuatu yang makin membuatku bersyukur akan hidup ini, contohnya kamu, aku sangat bersyukur mempunyai kamu."

Lihatlah, betapa munafiknya aku, betapa hatiku merasa senang dan sedih di waktu yang bersamaan.

"Aku hampir lupa kalau suamiku ini adalah seorang Penulis." Aku bergumam, masih melanjutkan langkah.

"Aku tidak suka mengombal sebenarnya."

"Dan aku tidak mengharapkan itu semua Hilman, yang aku harapkan adalah kebahagiaan, kesetiaan dan yang paling penting adalah bukti dari semua ucapan manis yang pernah kamu berikan kepadaku." Tiba-tiba Hilman menghentikan langkahnya, matanya menatapku dengan intens.

Ketika Cinta MemilihmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang