Perjalanan

2 0 0
                                    

*Bagian Nia

"Rei bangun, bangun!" Ku goyang-goyang tubuh adikku.

"Ah, masih malam Kak." Protesnya.

"Malam, udah pagi Rei. Mau kakak siram." Seruku.

"Iya, iya. Bawel!" Dia duduk sambil ngucek matanya.

Kutinggalkan saja dia menuju dapur untuk meneruskan memasak. Jadwal rutin tiap pagi hariku, tapi kadang beli matang sih. Ya ketika malas masak, ya beli. Dan lalu aku bekerja sampai di salah satu apotek kota ini.

Berhubung hari ini libur, ku habiskan aktivitasku dirumah dan pengajian sore harinya. Awalnya dulu sulit sekali mencari tempat pengajian di kota ini. Sebab paham agama mulai tergerus.

Banyak kekerasan yang dituduhkan karena paham agama, terutama agama yang kuyakini. Padahal tidak sama sekali. Setelah beberap kali diskusi dengan Rei, akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah lama setelah dia lulus.

Ya, kami tak betah hidup dari ruang kota yang sangat kacau. Semua terjadi karena keegoisan pikir picik manusia. Dan lagi dulu kukira hidup di kota bisa lebih baik untuk pendidikan adikku. Serta siapa tahu bisa menemukan keberadaan seseorang yang pernah kulukai dulu setelah bertanya pada kakaknya.

"Kak beneran besok kita pulang ke rumah lama?" Tanyanya yang kesekian kali.

"Iya, Rei. Kan kita udah sepakat. Lagian kamu masih libur sekolah kan." Jelasku malas.

"Trus kerja kakak gimana?"

"Ya ijin Rei. Dah ah, nih udah siap." Kutaruh 2 piring nasi goreng di meja makan.

Karena beberapa bulan terakhir tidak absen kerja membuat manager membolehkan aku ijin. Namun, hanya untuk 3 hari saja. Ditambah hari ini libur jadi 4 hari. Sungguh timing yang pas.

"Assalamualaikum." Suara wanita dari depn rumah.

Aku pun bergegas, ternyanta suara tetanngaku.

"Waalaikumsalam, eh Bu Saroh. Ada apa Bu?”

”Nggak ini, mau tanya nanti ikut pengajian nggak?” Tanyanya.

”Enggak dulu, soalnya besok mau pulang kampung jadi lagi beres-beres."

"Eh gitu, ya."

"Iya, Bu."

"Eh iya Mbak, kenapa mbak belum nikah, saya yakin pasti udah banyak yang ngelamar mbak kan?" Tanya bu Saroh.

"Belum ada yang sreg aja Bu."

"Eh gitu, ya sudah aku pamit dulu ya." Dia pun segera pergi.

******

"Rei udah siap belum?"

"Udah kak." Matanya tetap pada ponselnya.

"Ya udah ayo berangkat." Seruku padanya.

Tak lama kami pun berangkat menuju stasiun kereta. Tak banyak sih barang bawaan karena di rumah lama masih ada pakaian yang sengaja ditinggal.

Di tengah perjalan terlihat kerumunan orang dan beberapa aparatur negara. Setelah pas di depan kerumuman itu. Terlihat bangunan yang porak-poranda.

"Ada apa ya itu?" Kata Rei membuka jendela mobil.

"Palingan kerusuhan, kalau nggak bom yang mengatas namakan agama lagi. Biasalah setingan orang tak bertanggung jawab." Jelas pak supir.

Pak supir tak seperti menghiraukannya, tetap fokus menyetir.

"Setingan gimana ya Pak?" Tanya Rei.

"Besok kalau kamu tau dek."

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang