Pedang Kembar

9 0 0
                                    

Perkelahian Ken begitu sengit. Semampuku untuk melindungi Nia. Suara benturan semakin brutal.

Terjebak di tengah kondisi seperti ini memanglah menakutkan. Bahkan semuanya yang ada di sini tetap bertahan di tempat persembunyiannya.

"Ri, Ri,, kesini." Suara perempuan memanggilku.

Kucari-cari darimana asal panggilan itu berada. Setelah kutemukan ternyata dia adalah perempuan yang mengaku-ngaku menjadi ibuku.

"Cepat, kesini." Dia melambaikan tangannya.

Tak pikir panjang. Aku dan Nia melangkah dengan hati-hati menuju kearahnya.

"Ikutilah aku, kita cari tempat yang aman. Sampai semua ini berakhir."

Kami pun mengikuti kemana dia pergi. Kami digiring memasuki sebuah ruangan, yang tak lain kamar yang dulu kutempati. Ruangan yang tak berubah.

"Kau siapa sebenarnya?" Tanyaku karena penasaran.

"Aku ibumu." Jawabnya.

"Bukan, kau berbohong. Katakan yang sebenarnya!" Tegasku.

Dia tetiba menangis tersedu. "Mengapa kamu tak mempercayaiku, setelah semua yang kau ketahui."

Nia mendekatinya perlahan. "Mas janganlah kamu berkata kasar."

Wanita itu memeluk Nia. Nia memandangiku sinis.

"Memangnya kenapa, iya kalau berkata benar. Aku tak akan pernah percaya. Dan lagi apa para wanita saja yang boleh berkata kasar pada pria, sepertimu." Diriku terbawa ingatan masa lalu.

Nia terdiam. "Tapi mas..."

"Tapi apa? Cukup aku diam selama ini."

"Cukup! terserah kamu tak mempercayaiku. Tapi kau tak boleh seperti ini." Ucap wanita itu.

"Tiada api yang menyala tanpa sebab. Tiada luka yang sembuh jika terus disayat."

"Mas!" Seru Nia.

"Kamulah yang harus hati-hati. Atau kamu memang tak berubah dari menjadi seorang pendusta. Sudah aku mau keluar dari sini." Kuberlalu begitu saja meninggalkan mereka.

Entah kenapa diriku menjadi emosional. Setiap kali begini, pasti tidak jauh dari muslihat buruk yang sudah siap menghunus. Iya, selalu berakhir dengan rasa sakit.

Nampaknya pertarungan masih berlangsung. Kucoba untuk mengintip.

Brakk! Tubuh sang raja jatuh di depanku. Dia meringis-ringis kesakitan. Sedangkan Ken berjalan kemari penuh dengan luka.

Sekejap tetiba ada tombak di tangan Ken. Lalu dia menancapkan tepat di dada sang raja. Darahnya muncrat sampai mengenaiku

"Hei, bocah minggirlah!" Seru Ken.

"Tunggu, dia sudah seperti itu. Apa kau juga ingin membunuhnya?" Rasa kasihan menyelinap melihatnya.

Ken tak memperdulikan kata-kataku. Dia memegang kepala orang yang tak berdaya itu. Dia lemparkan begitu saja, meski tubuhnya lebih kecil.

"Menurutmu dia akan mati? Jangan konyol. Lupa kau siapa kami ini!" Tegasnya matanya mendelik.

Diriku hanya bisa terdiam terpaku. Apa daya diriku, hanya bisa melihat apa yang terjadi.

"Wahai para penghuni istana. Sekarang akulah raja disini. Siapapun yang tidak tunduk padaku akan bernasib sama seperti dia." Lantang suara Ken.

Seketika ramai-ramai semua yang ada tunduk di hadapan Ken. Namun, di sisi lain putri Ilqis menangis di dekat ayahnya. Melihat itu aku benar-benar tak bisa berbuat apa-apa.

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang