Landa POV
"Perjodohan itu.............. " ucapan bang Revan terjeda, entah mengapa tapi aku tau pasti bahwa ada keraguan dalam setiap kata yang ingin dikatakan.
"Hemm.. kenapa bang?" tanyaku padanya. Hening untuk sesaat, sebelum akhirnya "Kamu terima?" tanya bang Revan dengan serius sembari tetap fokus menyetir.
"Emmm, Landa setuju apapun keputusan mama sama papa bang" jawabku walau ada sedikit keraguan saat mengucapkan itu.
"Kamu yakin? ini bukan masalah biasa Lan, yang bisa kamu serahin sama mereka dengan mudahnya. Ini masalah hidup kamu, masa depan kamu. Kamu yakin dengan perjodohan ini? Abang bukan mau ngelarang kamu nerima perjodohan itu, tapi kalau kamu ga yakin itu ga bagus untuk kedepannya. Sekarang Abang mau tanya kamu yakin nerima perjodohan ini?" ucap Bang Revan panjang lebar dengan serius.
Aku diam membeku, tidak tahu akan menjawab apa dari pertanyaannya. Sejujurnya, aku pun sedikit ragu untuk menerima perjodohan itu tetapi.....
Flashback on...
"Terima " satu kata keluar dari mulut wanita berdress putih selutut itu.
"Hah?" ucapku tak mengerti. Aku melihat ke sekelilingku, padang rumput yang luas sangat indah dan menyejukkan. Didepanku, wanita itu berdiri sembari menunjukkan senyum yang menurutku paling manis diantara banyak senyum yang orang tunjukkan. Senyum itu Senyum yang selama ini aku rindukan.
"Terima?" tanya ku padanya, Dia Tante ku, Tante Ana, Dia adalah kakak perempuan papaku. Dia meninggal dua tahun yang lalu akibat Kanker menggenaskan yang menggerogoti tubuhnya.
"Perjodohan itu, kamu harus menerimanya. Tante yakin dia yang akan menjagamu. Tolong terima perjodohan itu" ucapnya masih dengan senyum yang sama.
"Tapi Landa ga yakin, Landa takut...." ucapanku terhenti akibat perkataannya. "Hanya Dia yang bisa menjagamu dengan baik. Percaya itu" seperkian detiknya Tante Ana sudah menghilang dari hadapanku.
"Tantee... Tantee Ana..."
Flashback off..
"Lan.. Landa" ucap Bang Revan sedikit keras. "Hah? Apa? Apa?..eh iya bang kenapa?" jawabku sedikit terkejut.
"Udah sampe, ngelamun aja kamu" kata Bang revan yang membuat ku seketika melihat ke sekelilingku. "Eh iya udah sampe hehehe" kekeh ku sembari melepas seatbelt yang masih terpasang.
"Yaudah, sana masuk. Nanti pulangnya telpon bang Abi aja atau telpon mang Dadang ya. Abang ga bisa jemput ada rapat siang nanti" ucap Bang Revan. Aku menganggukkan kepala lalu berpamitan kepadanya.
Mobil Bang Revan melaju meninggalkanku sendiri didepan gerbang. Aku masih memikirkan mimpi semalam juga perkataan Bang Revan. "Landaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....." teriak seorang gadis sembari berlari menghampiriku.
"Bengong aja, ayo masuk. Pak Rudy udah nunggu didalam" ucap Widya salah satu sahabatku, yang biasa ku panggil Wiwid. Kami berdua akhirnya memutuskan masuk kedalam karena ternyata semua sudah berkumpul didalam.
"Haa? Eh iya ayo.." ajak ku. Widya menatap aneh, "Kenapa?" tanyaku padanya dengan tatapan bingung. "Lo kenapa? lagi ada masalah ya?" tebaknya, dan yaa Tebakannya tepat sekali. Ingin sekali ku mengatakan masalahku saat ini padanya tapi sepertinya saat ini bukan waktunya , sebab Pak Rudy kini sudah menatap kami dengan tajam dari kejauhan.
"Oh, Shit! Trouble comes again...." - batinku dalam hati.
"Mampus gue. Wid ceritanya nanti aja ye, itu muka Pak Rudy udah kayak mau nelen orang hidup-hidup" Jawab ku sembari terus mempercepat langkah menghampiri Pak Rudy.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFLAN : Endless Love
Ficção Adolescente[ Typo Bertebaran Jadi Harap Teliti dalam Membaca ] • Tidak diperuntukkan untuk anak dibawah umur alias 15th kebawah. • Proses pengeditan akan dilakukan setelah cerita tamat, jadi apabila ada bagian part yang aneh harap dimaklumi. • Cerita dibuat at...