Menjelang liburan sekolah, pemuda desa seringkali membuat acara nongkrong dan begadang. Saat itu android belum menyerang, jadi kami seringkali menghabiskan waktu dengan main kartu, main karambol, tenis meja atau sekedar ngobrol di area pos ronda sambil menikmati gorengan dan kopi.
Kadang ada beberapa orang yang tidak kebagian semua permainan atau memang sedang malas, jadi hanya menjadi penonton cadangan saja. Saking gabutnya para penonton itu kadang bersorak-sorak tidak jelas atau (klotekan) memukul benda-benda sebagai alat musik untuk menggantikan gendang, guna meramaikan kuping tetangga.
"Husst! Malam-malam jangan klotekan, nanti ada hantu Tek Tek ikut joget," kata salah seorang teman.
Di suasana kumpulan anak-anak muda, ucapan seperti itu hanya jadi isapan jempol dan berakhir menjadi sasaran bully untuk beberapa saat hingga bosan dengan topik itu.
Acara berlanjut hingga tengah malam dan biasanya dilanjutkan dengan acara tidur di dalam pos ronda, saling berdesakan. Ini hal yang paling tidak saya suka.
Alasan saya tidak suka dengan acara tidur bareng itu banyak, seperti nyamuk-nyamuk desa yang bar-bar, tempat yang sempit, resiko tertular kutu rambut dan yang jelas tidak ada toilet. Semua hal itu sudah jadi alasan yang cukup untuk kabur.
"Mau ke mana, di sini aja kan besok libur?" tanya teman yang melihat saya pergi dari pos.
"Mau boker!" Aslinya ya bohong, cuma jawaban itu saja yang menurut saya paling ampuh.
"Nanti habis boker balik lagi ya!" seru teman saya dari jauh.
'Ogah!' batin saya.
Saya tetap lanjut pulang dan tidak ada niat sedikitpun untuk kembali ke pos. Kasur sudah merindukanku.
Untuk mencapai rumah, saya harus melewati beberapa kebun pisang dan area persawahan yang luasnya lebih dominan daripada jumlah rumah di desa itu. Saat itu hati kecil ingin berlari tapi masih merasa gengsi kalau-kalau ada temen yang lihat.
Srek. Srek. Srek.
Ada yang tidak beres. Suara langkah kaki terdengar lebih banyak, saya berhenti dan menoleh ke belakang. Tidak ada siapa pun, tapi rasanya ada yang mengikuti.
Srek. Srek. Srek.
Saya pelankan langkah kaki, dan bunyi itu masih ada. Saya yakin itu bukan langkah kaki saya. Ada seseorang di belakang. Saya berhenti lagi dan dengan cepat menoleh ke belakang agar si penguntit tidak sempat bersembunyi, tapi lagi-lagi tidak ada orang sama sekali, hanya ada hamparan sawah di sebelah kiri gang dan kebun di sebelah kanan.
Saya masih tidak percaya, melihat sekali lagi ke semua jalan.Srek. Srek. Srek.
Saya melihat sendiri permukaan tanah di jalan terhempas, seperti ada orang yang menyapu dengan sapu lidi dan bergerak mendekat ke arah saya. Fix ini sudah tidak wajar, saya langsung lari menuju rumah dan apesnya dia juga mengejar, benar-benar sial!
Sampai depan di depan pintu rumah saya ketok-ketok tidak sabar, melupakan etika karena mengganggu orang tua yang sudah istirahat. Saya masih bolak-balik menengok ke jalan karena suara itu semakin mendekat.
Ceklek.
Suara kunci pintu dibuka, syukurlah.Ayah saya membukakan pintu, sempat ngomel karena saya pulang terlalu malam, ya memang saya salah. Sebelum ke kamar tidur saya mencuci muka dan mencuci kaki dulu sebelum akhirnya saya bisa kembali ke kamar tercinta dan merebahkan diri di kasur, nyaman sekali tinggal menunggu waktu untuk tidur.
Tek. Tek. Tek.
Terdengar suara dari luar jendela, kebetulan jendela kamar saya berhadapan dengan jalan. Saya dengar baik-baik suara itu, terdengar seperti suara tetesan hujan yang jatuh dari atap, atau terdengar juga seperti suara orang berjalan.
Saya berpikiran positif itu hujan, tapi tunggu dulu dari tadi kan tidak ada mendung dan hujan sama sekali. Saya berpikiran positif lagi mungkin itu bapak-bapak yang sedang ronda, mungkin saja.
Tek. Tek. Tek.
Suara itu terus terdengar dan semakin keras, seolah itu dekat sekali tepat di depan jendela. Ini sudah tidak wajar. Walaupun takut, saya memberanikan diri untuk memasang kuping mendekati jendela dan anehnya suaranya menjauh. Syukurlah berarti memang ada orang yang lewat, suaranya mendekat kemudian setelah lewat menjauh kembali, begitu pikir saya.
Tek. Tek. Tek.
Suara itu mendekat lagi, semakin dekat rasanya itu benar-benar tepat di depan jendela. Saya beranjak dari kasur dan membuka gorden jendela, tidak ada siapa-siapa dan suaranya menjauh. Saya putuskan untuk tidur lagi.
Tek. Tek. Tek.
Suara itu datang lagi, saat saya mau beranjak, suara itu menjauh. Saya tiduran lagi.
Tek. Tek. Tek.
Datang lagi, saya buka kelopak mata dan suara itu menjauh lagi. Saya tutup kelopak mata kembali.
Tek. Tek. Tek
Datang lagi. Anehnya dia tau kapan saya membuka mata dan saat menutup mata kembali dia datang lagi, begitu seterusnya. Akhirnya saya tutupi telinga dengan bantal. Suaranya semakin menjadi-jadi seperti orang klotekan. Saya tidak peduli, meskipun berisik semoga jiwa pelor saya bisa mengalahkan.
Saya berterima kasih pada jiwa pelor yang luar biasa hingga berhasil masuk ke alam mimpi. Di sana saya berdiri di jalan yang sama saat saya pulang dari pos ronda, tepat di depan saya ada makhluk berbadan manusia dan berkepala ayam jago. Mungkin karena kesal sudah diganggu saya langsung maju menyerang dengan celurit yang entah sejak kapan sudah ada di tangan kanan. Setelah beberapa lama bergelut, saya berhasil menancapkan celurit di kepala ayamnya dan kemudian suara itu hilang.
Saya tidak tau apakah itu wujud dari makhluk yang sering di sebut hantu Tek Tek, atau hanya imajinasi saya di dalam mimpi. Mohon maaf bila terdapat perbedaan sudut pandang, semoga dapat memberi manfaat.
Catatan : pelor - nempel molor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mitos Arwah
HorrorBercerita tentang mitos arwah yang beredar di nusantara. Cerita ini sebagai penjelasan dari istilah makhluk yang muncul dari cerita pencari arwah dan terdapat beberapa tambahan cerita tentang pengalaman dari penulis sendiri. Mohon maaf bila ada perb...