Saat penulis kecil dulu, belum ada orang di kampung yang mengenal hp. Saat itu yang masih populer adalah telp koin. Masa kecil penulis banyak dihabiskan untuk bermain di kampung sendiri atau bolang ke tempat lain yang kebanyakan masih sawah dan ladang, nanti pulangnya bawa ikan tawar, mangga, pepaya, pisang, telor, ya senemunya di jalan.
Penulis dan beberapa teman masa kecil punya kegiatan lain juga yaitu mencari keong mas, bekicot, Tutuk, ikan-ikan kecil. Masing-masing anak sudah membawa ember kecil bekas cat atau plastik. Setelah cukup mencari keong nanti akan dijual kepada nenek yang memelihara bebek. Uangnya cukup lumayan untuk buat jajan di jaman itu.
Meskipun pergi mencari keong bersama, tapi upahnya untuk masing-masing, jadi kami saling bersaing agar dapat tangkapan yang lebih banyak. Tempat yang kami tuju biasanya persawahan, ladang dan sungai-sungai kecil. Airnya masih bening hingga kami dapat melihat ikan apa saja yang berenang di situ.
Pada satu waktu kami sedang turun di sungai kecil, kedalaman air hanya sebatas lutut dan paha. Kami menyebar dengan jarak sekitar tiga meter. Saat itulah muncul rasa usil saya ingin mengerjai teman-teman.
"Ada ular! Ada ular di air!" teriak saya kepada teman-teman.
Sontak teman-teman naik ke atas daratan dan berlari. Saya tertawa melihat mereka lari terbirit-birit. Saya pikir mereka akan pindah lokasi saja, tapi ternyata mereka semua malah pulang, meninggalkan saya sendiri di sungai yang di kelilingi pohon-pohon besar. Begitu rindangnya hingga sedikit cahaya matahari yang sampai ke permukaan air.
Meskipun ditinggal sendiri, tapi saya tetap melanjutkan mencari keong, hingga tidak lama dari itu saya benar-benar melihat seekor ular air berenang menuju ke arah saya. Sontak giliran saya yang terbirit-birit naik ke daratan.
Setelah di daratan, saya lihat kembali ke arah sungai, ularnya sudah tidak ada. Ingin turun lagi ke air tapi khawatir ularnya masih ada di situ, hanya sedang bersembunyi di tempat yang tidak terlihat. Akhirnya saya lanjutkan pindah lokasi ke area persawahan.
Secara garis besar area persawahan terbagi menjadi dua wilayah yang dipisahkan oleh daratan kecil yang ditumbuhi pohon-pohon. Perairan di kedua sawah dihubungkan oleh beberapa pipa yang ditanam dengan jarak tertentu di sepanjang daratan. Ukuran pipa beragam, dari diameter kecil hingga diameter besar yang terbuat dari beton.
Biasanya saya mencari keong menyusuri jalan kecil dari tanah liat yang memisahkan antar petak sawah. Saat itu cuaca terasa panas, saya enggan turun ke pematang sawah. Saya lebih memilih melihat di pipa irigasi, biasanya keong menempel di dinding pipa.
Untuk melihat pipa, saya perlu merendahkan badan. Pilihannya bisa melihat dari sawah dengan resiko baju akan terkena lumpur sawah atau melihat dari daratan dengan posisi tengkurap melihat ke pipa di bagian bawah.
Saya memilih opsi ke dua, menidurkan badan di daratan dengan posisi tengkurap lalu melongok ke arah pipa. Saat melongok itu bertepatan sekali dengan seekor ular yang mematok dari dalam pipa, reflek saya mengangkat kepala dan ular hanya mematok ruang kosong dan kabur ke arah sawah. Saya tidak tau itu ular jenis apa, karena cepat sekali.
Saya sempat shock waktu itu, diam dulu beberapa lama, memikirkan kejadian barusan. Telat sedetik saja mungkin gigi ular sudah menancap di hidung, mata atau kening saya.
Sepertinya sudah mulai tidak beres, banyak orang bercerita kalau daerah itu angker. Tak ada yang berani lewat situ selepas magrib. Saya akhirnya memutuskan untuk pulang dengan rute melewati jembatan kecil kembali ke tempat sungai sebelumnya.
Saat mencapai jembatan, saya terpaksa menghentikan langkah, karena melihat sanca hitam ukuran besar sedang melintasi jembatan. Satu-satunya jalan tercepat sampai ke rumah adalah jembatan, di tempat lainnya harus memutar lebih jauh. Terpaksa saya harus menunggu beberapa saat sampai ular itu selesai menyeberang.
Setelah ular itu selesai lewat, saya langsung berlari pulang. Setelah menyimpan ember keong, saya putuskan mandi dulu sebelum mengantar keong ke tempat nenek.
Saat di kamar mandi, sudah melepas pakaian dan mau mengambil air di bak. Tidak tau kenapa saya merasa ingin sekali menoleh ke atas. Dan benar saja, di atas kamar mandi, di bagian batas dinding dan genteng ada ular sanca lagi, tapi ukurannya tidak sebesar yang di jembatan. Yang di kamar mandi mungkin seukuran lengan normal orang dewasa.
Buru-buru saya pakai pakaian kembali dan kabur dari kamar mandi. Saya memilih mandi di sumur yang ada di luar rumah.
Sudah 4 kali saya melihat ular dalam waktu yang berdekatan, rasanya tidak wajar. Berikutnya saya baru sadar mungkin itu karena ucapan saya sebelumnya, usil meneriaki ada ular kepada teman-teman. Mungkin jadi teguran untuk saya agar berhati-hati dalam menjaga ucapan di manapun saya berada.
Mohon maaf bila terdapat perbedaan sudut pandang, semoga dapat memberi manfaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mitos Arwah
HorrorBercerita tentang mitos arwah yang beredar di nusantara. Cerita ini sebagai penjelasan dari istilah makhluk yang muncul dari cerita pencari arwah dan terdapat beberapa tambahan cerita tentang pengalaman dari penulis sendiri. Mohon maaf bila ada perb...