Padahal sudah menyiapkan draft untuk nyelesain cerita pertama, tapi rasanya pikiran sedang buntu, diteruskan publish juga rasanya kurang nyaman. Rasanya ingin menyusun cerita terbaik yang ku bisa, meskipun ternyata hasilnya biasa saja, tapi setidaknya aku sudah berusaha dengan sungguh-sungguh. Jadi sementara buat cerita lain dulu.
***
Covid-19 sudah membuat roda ekonomi berhenti sejenak. Perusahaan berjatuhan, begitu juga dengan pabrik tempatku bekerja. Meskipun tidak terpuruk seperti perusahaan yang lain, tapi itu sudah cukup membuatku tersadar, bahwa meskipun sudah punya gaji dan posisi yang lumayan saat ini, tidak ada yang menjamin di masa depan bisnis akan tetap berjalan lancar. Muncul bayangan menakutkan bagaimana bila nanti bencana yang lain muncul, di saat usiaku yang sudah menua, dengan kemampuan yang semakin melemah dan tidak bisa bersaing dengan generasi yang lebih muda, bagaimana aku menafkahi keluargaku nanti?
Setelah berunding dengan keluarga, aku memilih pindah bekerja di pemda di tanah kelahiran. Yang menurutku jauh lebih menjamin untuk hari tua, meskipun gajinya lebih kecil sekitar 1/6 dari gajiku bila aku tetap bertahan.
Keputusan sudah diambil, dan aku pulang kembali ke kampung halaman.Di lingkungan baru, berkenalan dengan teman baru, budaya baru dan mitos yang baru juga.
Ku pikir kerja di pemda bisa lebih santai dan pulang tepat waktu sambil menikmati matahari yang akan tenggelam, nyatanya tidak. Pekerjaan menumpuk, aku belum bisa membagi waktu di tempat baru, jadi harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaan, meskipun tidak ada yang namanya uang lembur di sini, beda dengan di swasta.
Selepas magrib aku lembur sendiri di kantor, hawa di kantor sudah berubah. Aku tidak kaget, aku cuma penasaran, apa yang akan muncul.
Tepat di samping mejaku ada ruang server. Untuk menjaga agar jaringan tetap stabil butuh ruang yang cukup dingin agar server tidak overheating. Jadi server identik dengan ruangan yang dingin, hampir selalu gelap dan sunyi.
Antara ruang server dan mejaku hanya dipisahkan oleh pintu kaca tembus pandang. Dari kaca itu aku bisa melihat sudah beberapa sosok yang hilir mudik dan mengintip.
Tadinya mereka masih berada di ruang server, tapi lama kelamaan mereka terlihat sebal memenuhi kaca karena melihatku yang tidak kunjung pulang. Akhirnya sebagai pendatang baru, aku memilih untuk menjalin hubungan baik dengan tidak membuat masalah, dan aku memilih pulang sekitar setengah sembilan malam.
Esok harinya aku masih harus lembur, meskipun sudah dikerjakan dari pagi. Jenuhnya melihat angka sampai aku harus menghitung tiga nol di belakang titik, lalu tiga nol sebelum titik, untuk membedakan mana nominal yang juta mana dan mana yang milyar. Apalagi bila ketemu anggaran yang selisih, hadu ... harus diperiksa dari awal lagi.
Malam itu berbeda, selepas magrib aku diberi bisikan.
'Jangan lebih dari jam 8!'Baik, aku paham, lagi pula aku juga sudah capek. Tiap beberapa saat ku periksa jam. Agar tidak melewati batas waktu yang sudah diperingatkan. Saat jam menunjukkan pukul 19.45, aku berkemas pulang.
Malam berikutnya juga sama. Selepas magrib aku diberi bisikan yang sama.
Ya... Ya... Aku paham, aku juga sudah capek, tapi berkas masih menumpuk. Aku niatkan nanti lanjut lagi di rumah, meskipun istri akan protes, kenapa masih juga lembur.Tepat sebelum jam 8 malam aku sudah berkemas, mematikan semua lampu dan mengunci ruangan. Lalu berjalan melewati gedung bertingkat yang sepi menuju parkiran motor.
Aku sengaja memarkir motor di posisi yang terdekat dengan pintu keluar, biar cepat kabur. Meskipun nyatanya selalu tinggal motorku sendiri di sepanjang parkiran itu.
Motorku parkir tepat di belakang ruang kepala dinas. Ku dengar dari beberapa orang, ruang kadin itu yang paling horor, dengan beragam versi cerita. Bodohnya aku malah penasaran, berusaha mengintip ruang kadin dari celah korden, berharap melihat sesuatu, tapi belum juga melihatnya sosoknya, sebuah hantaman menyerang kepala. Benturan energi yang cukup besar hingga membuat kepalaku pusing dan berasa mual. Aku cepat-cepat menarik motor dari parkiran, dengan pandangan berkunang-kunang menuntun motor keluar dari parkiran, melewati mushola dinas sampai ke pos security. Setelah sakit kepalaku mereda, baru aku berkendara pulang.
Sekitar 15 menit perjalanan motor aku sudah sampai rumah, ruangan sudah gelap. Istri dan anak sudah tidur. Mau mandi, tapi sudah terlalu capek untuk menunggu air panas, mau makan juga tidak selera karena terbebani dengan kerjaan. Setelah cuci muka dan kaki aku ingin tidur sebentar, nanti bangun lagi untuk lanjut lembur, ku setting alarm hp di jam 22.00.
Tepat pukul 22.00 alarm hp berbunyi. Aku hendak mengambil hp, tapi anehnya tanganku kaku tidak bisa bergerak, ada yang menahannya. Aku yang setengah sadar sempat berpikir apa aku kena tindihan? Posisi tidurku terlentang, dengan kedua tangan lurus di belakang kepala. Tetapi saat ku lihat ke depan tidak ada yang menindih dadaku. Apa aku kena gelaja stroke? Di usia ini? Rasanya ngga lah. Lalu kepalaku mendongak ke belakang untuk memeriksa barangkali tanganku tersangkut di rangka tepi ranjang dan tepat saat itu aku melihat sesosok wanita paruh baya memakai jarit dan kebaya nenek-nenek jaman dulu sedang memegangi kedua tanganku.
Baru kali ini melihat sosok itu, dan kemudian dia berkata,
'Tidurlah! Istirahat!'Dia lalu tersenyum. Meskipun senyumnya menakutkan, tapi aku bisa merasakan dia berniat baik, dan dia berkata benar.
Aku butuh istirahat.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Mitos Arwah
HororBercerita tentang mitos arwah yang beredar di nusantara. Cerita ini sebagai penjelasan dari istilah makhluk yang muncul dari cerita pencari arwah dan terdapat beberapa tambahan cerita tentang pengalaman dari penulis sendiri. Mohon maaf bila ada perb...