MASIH SMA

131 8 0
                                    

Pelajaran bunda

Masuk kelas sebelas, otomatis kami berhadapan dengan guru yang sebelumnya belum pernah mengajarkan kami di kelas sepuluh, dan yang membuat jantung kami seakan-akan sedang lomba maraton adalah hari Sabtu, pelajaran bunda.

Di sekolah, bunda sendiri ngajar mata pelajaran sejarah Indonesia, sejarah minat plus wajib untuk IPS, dan sejarah untuk MIPA dan lainnya.

Kalau di kelas sepuluh, yang ngajar kami itu pak Ali, tapi bapaknya pindah dan digantikan oleh bunda.

Selain itu, bunda terkenal akan kedisiplinannya. Sepatu putih di hari Senin sampai Kamis, dan sepatu hitam di hari Jumat dan Sabtu. Tapi dengan peraturan yang ada, masih banyak kok siswa yang melanggar, hehe.

Selain sepatu, di sekolah kami sebenarnya gak boleh bawa handphone, memakai Ciput untuk siswi perempuan, kaos kaki harus diatas mata kaki, baju dimasukkan untuk laki-laki, dan juga yang paling ditakutin sama laki-laki yaitu.....pengutalan atau razia rambut.

Gak Mandang tempat pokoknya, biasanya kalau ada bunda, kami pada lari ngehindarin, dan biasanya anak cowok yang pada main bola di tengah lapangan tanpa menggunakan baju olahraga, langsung bubar kayak semut padahal baru dilihatin bunda dari jauh sambil berkacak pinggang.

Lagi, masa SMA indah bukan?.

"Aturan ada untuk dilanggar. Kalau gak ada murid nakal, pasti BK bakalan sepi dan guru BK juga gak ada kerjaan"

Mungkin, rata-rata itu jawaban yang bakalan ada di dalam diri masing-masing anak SMA.

Kembali ke topik awal, di hari Sabtu tepat sehabis sholat Dzuhur, pelajaran bunda berlangsung. Kami yang biasanya sholat kloter kedua langsung pada kloter satu semua, gak berani. Juga... Kami yang biasanya gak pakai Ciput juga pada pakai Ciput sambil duduk rapi di atas kursi, saking rapinya sampai aku sendiri duduk manis dengan tangan yang dilipat diatas meja, seperti anak SD yang semangat kalau rapi disuruh pulang duluan.

Tangan kami rata-rata pada dingin semua, kelas yang biasanya riuh berisik jadi sepi cuma bunyi kipas yang kedengaran.

Sampai akhirnya, bunda masuk.

Buka pintu-ketek matikan lampu-senyum.

"Saya ngajar disini, kan?"

"Iya Bun"

Sambil senyum dan menaruh tas bunda tersenyum memandang kami.

"Sudah belajar tentang penjelajah Eropa?"

"Belum Bun"

"Saya kasih waktu, belajar dulu nanti saya tanya satu-satu"

Kami langsung buka buku dan baca, ya walaupun gak ada yang masuk karena tangan masih dingin dan gemetaran.

Sekitar kurang lebih 10 menitan, Satu per satu dari kami mulai ditanyain, bunda Dateng ke meja kami sambil nutup buku.

"Siapa itu, Christoper Columbus?"

Temanku yang ditanya cuma bisa diem, sambil nunduk.

"Penjelajah Bun"

"Iya saya tau penjelajah, Christoper Columbus itu penjajah dari mana? Dan apa yang menarik dari dia?"

Temenku cuma bisa diem, bunda ngehela nafas terus lanjut cari yang lain.

Bersyukurlah kelas kami memiliki Tedja yang emang pinter sejarah, jadi setiap bunda nanya yang jawab itu tedja dan ngebuat bunda senyum-senyum dengan jawaban yang diberikan, seolah-olah puas.

"Oke, tugas ya? Minggu depan hapalkan penjelajah Eropa ke Indonesia, apa keistimewaan nya"

"Berapa Bun?"

"Dua atau tiga lah ya?"

Allahu Akbar, satu kelas pada ngelus dada pas denger bunda ngomong gitu. Jelas lah, satu penjelajah aja sudah panjang banget apalagi dua atau tiga? Ditambah lagi, yang milihin itu bunda. Gak ada pilihan lain selain mempelajari semuanya, kan?.

"Yang gak bisa Minggu depan, berdiri"

**"

Hari terasa begitu cepat, dan sampailah hari dimana kami disuruh maju satu-satu.

Bunda datang dan duduk di kursi guru. Langsung membuka absen.

"Rifna Widyaningtyas"

Rifna pun maju dan berhadapan langsung dengan bunda, dari sini kami bisa melihat Rifna yang sangat lancar mengutarakan apa yang ada di dalam benaknya tentang penjelajah samudra itu. Sampai gak lama, Rifna duduk dengan senyum lega di wajahnya.

"M. Kurniawan Halim"

Halim pun maju.

"Kalau gak bisa, berdiri aja"

Entah apa yang dilakukannya, sampai Halim pun duduk kembali di kursinya.

"Halim aja bisa, masa aku berdiri" kata Sekar, selaku teman sebangku ku.

"Aisyah ma'fu khusinda"

Aisyah keliatan tegang, dan dia maju. Kami gak tau apa yang terjadi, tapi saat itu Aisyah berdiri sambil senyum senyum ngeliatin kami.

"Najima Fitrila"

Sama seperti sebelumnya, kami gak bisa denger apa yang diucapin bunda, tapi akhirnya najima dengan jujur menjawab.

"Saya belum belajar itu, Bun"

"Berdiri ya?"

"Iya"

Dan, najima pun berdiri nemenin Aisyah.

"Eh, kada disariki. Aku berdiri jua gin, pasrah haja dah" kata Aulia.

(Eh, enggak dimarahin, aku berdiri juga deh, pasrah aja).

Akhirnya kami berempat (aku, Sekar, Aulia, dan Zulva) pasrah untuk berdiri nemenin najima sama Aisyah.

Tapi pas udah pasrah, bunda nyuruh kami ke perpustakaan untuk nyari tentang penjelajah yang lebih lengkap daripada yang dibuku paket.

Sekitar 30 menit kami diam di perpustakaan kami pun balik ke kelas. Di dekat kelas, kami bisa ngeliat anak ips yang lagi duduk di dekat pot bunga.

"Lakasi buankam, ditungguin bunda hayunya"

(Cepet masuk kalian, ditungguin bunda hayunyaa).

Dan, pas kami masuk kelas di meja udah ada satu bola yang kayaknya baru disita dan kemungkinan besar punyanya anak ips yang tadi duduk di atas pot bunga.

Jadi, begitulah cerita kami yang selalu keringat dingin disetiap hari Sabtu. :)

-Masih SMA-

Putih Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang