ketemu satrio (01)

5.2K 96 0
                                    

Jangan lupa tekan ☆.
Happy reading...


Dimana lo!?" Teriak Rio dari seberang sana.

"Dirumah. Lo sendiri dimana?"

"Party teman,"

"Oh. Kenapa telepon gue?"

"Soal Tasya. Dia lagi di club. Barusan dia baru selesai telepon gue,"

"Biarin aja. Dia kan udah besar. Bukan urusan kita," jawab gue ketus. Mengingat dia selalu menghindar dari gue.

"Bukan itu. Gue khawatir soalnya Tasya belum pernah minum. Gue takut dia mabuk dan buat masalah. Lo tolong jemput dia sekarang!"

Betul juga kata Rio. Kalau sampai Tasya mabuk dan dia buat masalah gimana? Bagus kalo dia hanya buat masalah, kalo dia di apa-apain? Lebih parah lagi.

"Oke gue jemput. Lokasinya dimana?"

Setelah Rio memberitahu lokasi Tasya, gue langsung meluncur. Saat itu sudah jam 11 malam. Suasana di club masih tanpak ramai. Tanpa pikir panjang gue langsung masuk dan mencari sosok Tasya. Ada banyak cewek dengan pakian yang super ketat datang mendekat dan mencolek gue dengan genit. Gue gak peduli dan terus mencari Tasya.

Disana juga banyak pria hidung belang dengan dandanan yang cool lengkap dengan setelan jas mereka. Berbeda dengan gue yang hanya mengenakan baju kaos dan celana jins pendek. Tadi gue gak sempat ganti karena buru-buru.

Setelah mencari akhirnya gue menemukan Tasya. Jangan tanya soal pakiannya. Dandanan Tasya sangat tidak cocok untuk dia. Bajunya termasuk dalam golongan tidak layak pakai. Tasya sedang asik minum dan sedikit menggoyangkan badannya mengikuti irama musik. Dia tanpak enjoy. Bahkan ada pria yang mendekatnya dan memeluknya dari samping.

Melihat itu darah gue langsung naik. Gue mangampiri Tasya dan menariknya dengan kasar.

"Ikut gue!"

"Lepas Stan! Tangan aku sakit," Tasya memohon.

Tapi gue gak peduli dan terus menariknya dan nemasukan dia dalam mobil dan melaju meninggalkan club itu.

"Lo ngapain disitu?!" Tanya gue saat sudah sedikit jauh dari club.

"Emangnya kenapa?"

"Itu tempat gak cocok buat lo,"

"Kenapa kamu peduli? Bukan urusan kamu!"

"Gue peduli karena gue sahabat lo!"

"Sahabat? Bukan karena aku terlalu polos dimata kamu kan?"

Gue gak ngerti arah pembicaraan Tasya. Gue yakin dia lagi mabok.

"Lo mabok,"

"Kamu ngeremehin aku selama ini. Kamu baik sama aku karena kasihan kan sama aku? Kamu memanfaatkan kepolosan aku buat bahan tertawaan kamu di luar sana!"

"Sya lo mabok!" Teriak gue.

"Kamu bilang aku mabuk? Kamu yang mabuk! Asal kamu tau aku kasian sama kamu dan keluarga kamu. Termasuk kamu yang sok misterius padahal sama aja pengecut! Aku pikir kamu laki-laki baik, ternyata MUNAFIK!!" Kata Tasya sambil menekankan kata munafik.

Merasa emosi karena keluarga gue dibawa-bawa gue langsung menepikan mobil dan dan meraih kedua lengan Tasya dengan kasar. Tasya tanpak kaget.

"Gue kasih lo kesempatan buat kenal sama keluarga gue bukan berati lo seenaknya nilai gue kayak gitu! Dan satu lagi gue gak butuh kasihan dari lo!"

"Aku juga gak butuh kasihan dari kamu,"

"Gue gak pernah kasihan apalagi peduli sama lo!"

"Trus kenapa kamu jemput aku?"

Gue diam.

"Benarkan kalo lo peduli sama gue karena gue polos? Dan lo kasihan kan sama gue?" Tanya Tasya. Matanya mulai berkaca.

"Benar gue peduli sama lo karena lo polos. Lo layak di KASIHANI!! PUAS LO?!!!"

Air mata Tasya mulai menetes. "Buka pintunya. Aku mau pulang sendiri,"

Namun pintunya masih gue kunci. Gak gue buka. Tasya mulai menggedor-gedor pintunya dengan sedikit kasar.

Karena gue gak mau mobil gue rusak, karena ini mobil masih baru, pemberian dari bunda sebagai hadiah masuk kedokteran ditambah gue gak tega liat Tasya nangis. Pintu pun gue buka. Tasya pun langsung keluar dan tidak lupa membanting pintu dengan kasar.

Gue pikir dia cuma bohong mau jalan kaki ternyata benar. Apalagi jalanan disitu cukup sepi. Walaupun kesal tetap aja gue gak tega. Gue keluar dan mengejar Tasya.

"Sya, tunggu Sya!!" Panggil gue sambil meraih tangan Tasya. "Lo gila ya? Jalan sendirian tengah malam begini. Ayo gue antar pulang," ajak gue.

"Gak mau. Aku gak butuh kasihan dari kamu. Dan aku rasa kita gak boleh ketemu lagi,"

Emosi gue yang tadi sudah redah malah naik lagi.

"Gue gak bercanda. Lo ikut gue atau..."

"Atau apa?!"

Merasa tertantang gue tarik Tasya mendekat kemudian gue cium bibir tipisnya. Tasya tanpak terkejut dan mencoba menarik diri dari gue. namun gue cegah dengan menekan tengkuk Tasya dan memperdalam ciuman gue. Ciuman gue berubah menjadi lumatan kasar yang membuat Tasya hampir sesak nafas.

Merasa puas, gue pun melepaskan pangutan gue. Setelah ciumam dengan Tasya, gue merasa ada yang beda dengan perasaam gue.

Gue menatap Tasya yang menunduk dengan bibir yang sedikit bengkak akibat ulah gue.

"Lo benar, sebaiknya kita gak usah bertemu lagi," kata gue kemudian menelpon seseorang.

3 menit kemudian orang tersebut datang dengan mobilnya. Gue menggiring Tasya masuk dan menyebutkan alamat rumah Tasya pada orang tersebut dan membawanya pulang.

StanlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang