Langit Marah

912 45 7
                                    

Musim dingin akan segera tiba, seorang pria dengan tinggi 175 senti itu membereskan beberapa barang-barangnya. Besok, dia akan pergi ke suatu tempat untuk beberapa waktu. Bukan keinginannya untuk pergi karena ini adalah musim dingin pertamanya bersama sang kekasih. Tapi apa mau dikata, ini sudah tugasnya untuk pergi.

Mark; si pria, terus memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper berukuran sedang. Dia akan meninggalkan satu atau dua potong bajunya disini. Di apartement milik mereka berdua. Karena dia pun berniat untuk kembali dilain waktu. Bila tugasnya selesai, dia akan segera pulang. Ini adalah janjinya.

Selagi tangannya dengan cekatan meletakkan pakaian-pakaiannya, mulutnya tidak juga berhenti untuk membujuk pria lainnya. Membujuk Bambam sama dengan membujuk seorang anak kecil agar mau makan sayur; sangat sulit dan butuh kehati-hatian.

Mark tidak mengerti kenapa Bambam sangat melarangnya untuk pergi. Ini tugas, mana mungkin Mark menolaknya?

"Aku janji, hanya pergi sebentar. Tidak akan lebih dari satu bulan, Bam. Aku akan kembali dengan selamat dan juga utuh." ucapnya walau pandangannya tidak juga lepas dari tumpukan pakaian yang sudah rapih dalam kopernya.

"Aku tidak mengerti kenapa hyung sangat ingin pergi. Tidakkah kau memikirkan diriku? Atau setidaknya, tidakkah hyung memikirkan keselamatan hyung? Hyung pergi ke perbatasan, demi Tuhan, Mark." Bambam membalas dengan nada yang terdengar bergetar.

Mark di tempatnya hanya menghela napas, sudah dia katakan bahwa membujuk Bambam sama saja dengan membujuk anak kecil untuk makan sayur. Bambam benar-benar merepotkan.

"Tapi ini pekerjaanku, Bam. Kau tau sendiri ini adalah impianku sejak lama. Kenapa sekarang kau malah menahanku? Kau ingin melihatku gagal dan kembali memulai semuanya dari awal?" tanya Mark dengan cepat. Nada suaranya sudah mulai tajam, tidak tahan dengan sikap egois seorang Bambam.

Bambam hanya mendengus sinis. Matanya memandang tajam pada sang kekasih, "Aku hanya khawatir akan keselamatanmu, tidakkah hyung mengerti?"

Mark menghampiri Bambam yang tengah terduduk ditepi ranjang mereka, duduk dengan kaki menjuntai ke lantai. Setelahnya pemuda kelahiran Amerika itu berlutut di hadapan Bambam, "Aku akan baik-baik saja, Bam. Masih ada orang yang menungguku di rumah, jadi aku harus pulang dengan selamat. Tunggu hingga aku kembali, ya, sayang?" lirihnya. Mata indah itu memandang penuh permohonan pada Bambam.

Pertahanan Bambam runtuh, air mata yang sedari tadi ditahannya meluncur dengan begitu saja membasahi kedua pipi tembamnya.

Mark mengerti, amat sangat mengerti bahwa Bambam hanya mengkhawatirkan keadaannya, bahwa Bambam tidak ingin dirinya terluka. Tapi mau bagaimana lagi, mau tidak mau, siap tidak siap, dia harus pergi.

Melihat Bambam yang berurai air mata membuat hati Mark ikut tersayat. Dia ikut merasakan sakitnya dihujami ribuan belati kala melihat Bambam menangis. Jadi dengan gerakan cepat dia membawa Bambam ke dalam pelukannya, dan membiarkan si manis itu menangis di dadanya.

..

Hujan rintik-rintik mengiringi perginya Mark ke perbatasan. Pagi ini Bambam dengan berat hati mengantarkannya ke stasiun, mencoba untuk menguatkan hati dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia akan menjemput Mark di tempat yang sama.

Benar, dia akan menjemput Mark disini, di stasiun yang sama dengan stasiun keberangkatan Mark. Tidak sampai satu bulan, itu janji Mark.

Di stasiun ini, kota Seoul akan selalu menjadi kenangan bahwa tempat ini adalah saksi bisu yang menyaksikan Bambam mengantarkan Mark untuk pergi.

Di stasiun ini, Bambam merasa seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Tanpa terasa, air mata mulai membasahi pipinya.

"Aku tidak akan lama, tidak lebih dari satu bulan. Aku berjanji, janji seorang pria." adalah kata-kata yang terus diucapkan Mark pada Bambam.

MARKBAM-Oneshoot[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang