"ADUH! SAKIT, HYUNG!"
Mark tidak peduli, yang dia lakukan adalah terus menarik telinga adiknya—bambam. "Suruh siapa kau kembali menindik telingamu lagi, hm?"
"Yugyeom yang mengajak."
Mark melarikan tatapan tajamnya pada seorang pemuda bernama Yugyeom yang sedang menunduk takut. "Kau—"
"BUKAN AKU, HYUNG!" bantah yang sedang mendapatkan tatapan tajam.
"Lalu?"
Dengan takut-takut, Yugyeom memberanikan diri untuk balas menatap Mark. "Bambam yang meminta untuk diantar menindik."
"Kembali ke kamarmu." Nada memerintah tidak ingin dibantah keluar dari mulut Mark. Yugyeom langsung berlari meninggalkan teman satu linenya dan hyung tertua mereka—berduaan di ruang tengah dorm mereka.
Kini tersisa Bambam yang telinganya masih ditarik dengan tidak berperikemanusiaan oleh Mark. Mengaduh pun akan percuma karena Mark fucking Tuan itu mana mau melepas tarikannya. Dan dengan kurang ajarnya Mark malah berjalan menuju kamarnya—masih dengan tangan yang setia menarik telinga Bambam— membuat Bambam mau tak mau harus mengikuti langkahnya.
Beruntung kali ini tarikan di telinganya tidak terlalu keras. Walau jujur saja, itu sangat sakit. Baru tadi siang dia menindik, sekarang harus dihadapkan dengan tarikan tidak manusiawi dari Mark. Sakitnya jadi berlipat. Nyerinya tidak terkira. Kepala jadi ikutan sakit.
Sampai di kamar, akhirnya Mark mau melepaskan tarikannya pada telinga Bambam. Tapi tetap saja matanya yang sipit itu terus memandang tajam pada Bambam. Nyali Bambam kan jadi semakin menciut.
Dengusan kasar terdengar dari Mark dan hal itu sukses membuat Bambam semakin bergidig ngeri. Mark pasti akan meledak. Batinnya. Dalam hati Bambam sudah menangis meraung memohon ampunan pada semua Dewa di atas langit agar bila dia tidak selamat malam ini, dia akan diampuni semua dosa-dosanya dan diterima di syurga.
Oh Dewa, maafkan hambamu yang malang ini. Haaah... Bambam rasa setelah banyak bergaul dengan Jackson dia menjadi super dramatis.
"Kenapa kau tidak pernah menurut padaku sih, Bam?" desah frustasi menggantikan dengusan kasar.
Bambam mengerutkan alis, "Tidak pernah menurut bagaimana?"
"Kau lagi-lagi pergi menindik, kau pikir sudah berapa banyak tindikan di telingamu itu hah?" Mark sebenarnya tidak keberatan jika Bambam ingin menindik kembali, tapi yang dia permasalahkan adalah Bambam yang tidak meminta izin untuk pergi menindik. "Jika kau bilang padaku, mungkin aku tidak akan semarah ini. Tapi apa? Kau bahkan pergi tanpa berkata apapun padaku."
Dilain pihak, Bambam tidak berani untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Menjawab Mark yang sedang marah sama saja dengan cari mati.
Yeah, walaupun pada akhirnya dia akan tetap mati di atas ranjang.
"Kenapa tidak menjawab? Merasa bersalah?"
Bambam mengangguk, walau dia juga bingung apa salahnya. Dia hanya pergi menindik bersama Yugyeom. Oh! Minus meminta izin, sih. "Tapi aku tadi kan sudah bilang pada hyung."
"Bilang apa? Kau hanya bilang kau akan pergi ke starbuck bersama Yugyyeom. Tapi pulang-pulang aku malah mendapati telingamu merah karena tindik baru. Kau berbohong padaku?"
Meringis, Bambam bingung harus menjawab apa. Dia memang betulan pergi ke starbuck untuk membeli kopi, dan tentang menindik telinga sepertinya itu sangat mendadak. Karena ide menindik telinga tiba-tiba mucul saat dia melihat Yugyeom sedang meminum ice choconya.