Crowley bisa mendengar dentuman keras dari detak jantungnya, seperti alarm yang menandakan bahaya.
Hanya suara itu yang bisa dia dengar.
Medan perang itu.
Medan perang itu sangatlah mengerikan. Tempat dimana rekan-rekannya mati tanpa arti. Meskipun, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dari Tuhan ketika datang ke tempat itu sebagai pasukan yang mencari keadilan.
Mereka memenangkan pertarungan demi pertarungan, waktu demi waktu, dan waktu itu adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri perang, dan lagi, kenapa keadaannya menjadi seperti ini?
Sorot mata musuh dulu tidak terlihat kuat, namun sekarang, merekalah yang memiliki banyak keuntungan, keberuntungan--semuanya berada dipihak mereka.
"Ya Tuhan," Crowley berbisik. "Ya Tuhan, kumohon, jangan menelantarkan kami."
Meskipun semua hal seperti melawan mereka, para Ksatria Templar bertarung dengan putus asa. Untuk keadilan. Untuk sebuah alasan. Dengan membawa nama Tuhan.
Seorang penyembah berhala dengan warna kulit gelap masuk ke medan perang sambil menangis, "Uwooaaaaaaaah!" dan mendekati Crowley.
Crowley memenggal kepala orang itu menggunakan pedang. "Matilah kamu, dasar kafir!"
Kepalanya terlempar, darah menyebar kemana-mana. Membuat Crowley bermandikan darah.
Tapi dia sudah tidak peduli lagi. Seluruh tubuhnya, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, sudah berwarna merah, darah dari puluhan musuh, daging, isi perut--semuanya sudah menodai tubuhnya.
Crowley sudah tidak bisa mengatakan pada orang lain berapa banyak musuh yang sudah dia bunuh.
Dia terus membunuh, dan membunuh, dan membunuh, dan dia sudah lama berhenti menghitung, meskipun jumlah musuh yang terbunuh merupakan penghargaan seorang tentara.
Crowley tidak memiliki kekuatan ataupun waktu untuk berbelas kasihan. Hanya keputusasaanlah yang tersisa. Keputusasaan untuk melindungi rekan-rekannya.
Hanya kata-kata dari Letnan Kolonel yang beliau sampaikan pada Crowley yang terus menerus diputar tanpa henti di kepalanya.
Bunuh musuh sebanyak yang kamu bisa. Lindungi rekan-rekanmu. Dia terus mengikuti perintah itu.
Crowley hanya membunuh tanpa berfikir lagi, bahkan sudah benar-benar lupa, apa tujuannya berperang.
Terus membunuh. Banyak sekali musuh, terutama mereka yang menyerang Crowley.
Membunuh para penyembah berhala yang mengikuti ideologi yang salah. Bunuh. Bunuh.
Setelah melubangi dada dengan pedang seorang pria yang berada didekatnya, kemudian Crowley menendang wajahnya sambil menarik pedangnya.
Lalu, Crowley menangkap tombak yang diarahkan musuh, dia lalu memukul wajah pria itu dengan pangkal pedang, dan menghancurkan tengkoraknya. Setidaknya, bunuhlah. Bunuhlah para penyembah berhala itu sebelum mereka membunuhmu!
"Hah... Hah... Sial, belum habis juga, ya? Musuh belum juga menyerah, ya...?" Jantungnya terasa akan meledak. Dan Crowley sudah kehabisan nafas.
Meskipun begitu, ketika membunuh musuh yang berada di depannya, Crowley tetap saja mengatakan, "Aku hidup. Disini, detik ini, aku masih hidup!"
Crowley tetap membisikkan kata-kata itu, sebagai doa. Tanpa sadar, tangan kirinya menyentuh tasbih di lehernya.
Hatinya terus meminta pertolongan. Menyebutkan nama Tuhan.
Kumohon, selamatkan aku dari tempat aneh ini, hatinya terus berteriak, memohon kepada Tuhan.
Namun pertolongan itu tidak pernah datang. Crowley tidak pernah merasakan bimbingan dari Tuhan.
Musuh lain mendekatinya. Crowley memukulkan pedangnya ke samping. Dalam pukulan memutar, pedangnya membuat luka menganga ditubuh musuhnya, dimulai dari pundak sampai ke dada, memperlihatkan jantungnya, dan dengan akhir semacam ini, tidak ada lawan lagi.
Beberapa lawan menatapnya ngeri dari kejauhan--yang tubuhnya sudah sepenuhnya tertutupi darah.
Crowley menatap mereka tajam. "Apa? Kalian tidak berniat melawanku?"
"..."
Mereka menunjuk-nunjuk Crowley sambil berkata. "Makhluk apa itu? Apa yang kamu katakan?"
Kemudian salah satu dari mereka berteriak ke arah Crowley. "Shaitan!"
Crowley tahu kata itu. Dalam bahasa para penyembah berhala ini, kata itu berarti "Iblis". Dia sudah berjuang sejauh ini demi Tuhan hanya untuk dipanggil iblis.
Namun, Crowley tidak mempermasalahkan hal itu. Jika dipanggil iblis dapat mengakhiri perang ini, dipanggil iblispun tidak masalah.
Crowley balas berteriak ke penyembah berhala dengan marah, "Kau benar! Aku adalah iblis! Monster yang diutus Tuhan untuk membunuh orang-orang kafir semacam kalian! Jika kalian tidak mau mati, pergi sekarang juga! Kalau kalian mau merasakan panasnya api neraka, mendekatlah kemari!"
Pastinya akan menyenangkan jika teriakan marahnya melemahkan keyakinan para musuh, meskipun hanya sedikit. Bahkan, bisa saja mereka terlalu takut untuk mundur.
"..." Tapi, kelihatannya keadaan tidak akan berakhir semudah itu. Tentu saja mereka tidak akan menyerah. Mereka benar-benar menang dalam hal jumlah.
Setelah melakukan diskusi singkat, beberapa dari mereka bergerombol dalam sebuah grup dan mencoba untuk menyusun serangan melawan Crowley.
"Sialan," umpatan keluar secara otomatis dari mulutnya ketika Crowley merasakan bahwa situasi sudah berubah. Terdengar suara anak panah dilepaskan.
"Tch!" Crowley berbalik dan menjauhi arah dari anak panah tersebut, namun, dia sudah terlambat.
Panah itu tidak akan bisa dihindari.
Kemudian Crowley menjadikan tangan kanannya sebagai pelindung kepala dan jantungnya. Namun, ketika anak panah hampir mengenai lengannya, dari belakang, muncullah Victor menjatuhkan panah itu dengan pedang.
"Jangan memberikan ruang ke musuh, Crowley!"
Gustavo dan beberapa pengawal memukul tentara musuh yang memanah dan membunuhnya.
Crowley menatap Victor yang baru saja menyelamatkan hidupnya. Tubuh Victor juga tertutupi oleh darah dan dia terlihat lebih mengerikan.
"Kau idiot. Siapa yang akan melindungiku kalau kau mati duluan?" Crowley mengangguk.
"Maaf. Aku senang kau masih hidup."
"Tidak akan lama lagi, dengan keadaan seperti ini, kita tidak akan bisa mundur lagi. Kita harus memilih kembali dengan kemenangan atau hanya nama yang kembali. Aah, sialan, kalau tahu akan begini, aku akan tidur dengan seorang atau dua gadis!" Meskipun dengan situasi yang seburuk itu, Victor tetap berusaha melucu.
Crowley mencoba tertawa, namun otot-otot rahangnya terkunci dan menolak bergerak.
Kemudian, tentara musuh yang berjumlah lebih banyak dari mereka terlihat dari kejauhan. Kecuali ada keajaiban, mereka akan mati kali ini.
Tapi, Crowley bahkan tidak tahu apa arti kematian mereka. Kelihaannya mereka tidak memiliki kesempatan lagi untuk memenangkan perang ini. Merebut Tanah Suci merupakan hal mustahil saat ini. Perang ini seharusnya tidak pernah ada, dimana perang ini hanya menyebabkan kematian sia-sia dari rekan-rekannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Vampire Michaela Volume 01
VampireTerjemahan Bahasa Indonesia dari light novel Seraph of the End: The Story of Vampire Michaela Volume 1. The Story of Vampire Michaela adalah seri novel ringan ketujuh dari Seraph of the End, novel ini ditulis oleh Takaya Kagami dan diilustrasikan ol...