'Jika satu kubu membencimu, percayalah bahwa ada satu kubu yang mengagumimu. Karena Allah selalu menciptakan banyak hal dengan berpasangan. Laki-laki dengan perempuan, kesedihan dengan kebahagiaan dan kebencian dengan kekaguman'
❤❤❤
Jika di desanya Ziya banyak dibenci, maka di desa seberang dirinya banyak dicintai.
"Nduk Ziya, nggak balik ke Yogya lagi?" Tanya seorang ibu-ibu dari desa seberang.
Kedekatan Ziya dengan beberapa orang di desa seberang memang tidak bisa dipungkiri lagi. Mereka menerima dan tidak mencoba menghakimi selama tidak berbuat kerusakan di dalamnya. Lagipula saat hari-hari libur sekolah, Ziya akan membantu mengajar di panti bukan hanya anak panti saja, tetapi ada beberapa anak desanya.
"Semua urusan di sana sudah selesai, Bu. Ziya di sini ngajar sambil bantu orang tua saja." Ibu-ibu tadi tersenyum lalu menyuruh Ziya untuk duduk sebentar.
Hari sudah sore dan seperti biasanya, dia harus pulang ke rumah setelah mengajar dan membantu Aisyah di panti. Namun saat di perjalanan pulang, seorang ibu-ibu mencegatnya untuk mampir, membuat Ziya dengan senang hati menuruti.
"Ibu tadi buat singkong keju, dicoba ya." Ziya tersenyum hangat. Lalu mencoba singkong keju tersebut dengan nikmat. Rasanya sangat nikmat, entah mengapa melihat senyum sang ibu mengingatkannya pada sang Umi.
"Jangan sungkan-sungkan sama ibu. Kita ini keluarga." Ziya tersenyum.
Benar, saat satu dari dirimu dibenci. Maka ada satu dari dirimu yang disukai. Di sini Ziya merasa betah. Ada ketenangan tak kasat mata yang sulit diungkapkan. Mereka dengan segala keterbukaannya membuat Ziya tidak merasa takut.
"Ibu tahu, di desa kamu sering dibully. Mereka terlalu berpikir sempit, sehingga terus menerus menyalahkan perempuan yang berkerudung panjang. Mereka buta akan kewajiban hanya demi menjaga kecantikan. Padahal, saat berkerudung pun kita bisa menjadi cantik. Bukan begitu, Nduk?" Ziya mengangguk, lantas membalasnya dengan senyuman.
"Mungkin ini cara Allah untuk menguji Ziya, Bu. Ziya nggak masalah, yang terpenting mereka tidak di luar batas. Lagipula Ziya tidak malu berpakaian dan berkerudung seperti ini. Suatu hari nanti, ada masanya Allah akan membolak-balikkan hati mereka."
Setelah beberapa menit bercengkerama dengan diselingi candaan dan tawa, Ziya berpamitan untuk segera pulang.
Ziya memilih berjalan kaki daripada menaiki kendaraan pribadi atau umum. Sambil melatih kesehatan, lagipula dengan berjalan kaki membuatnya tenang dan senang.
Namun nasib sedang tidak berpihak kepadanya. Saat melewati jembatan yang terhubung antara desanya dengan desa seberang, gerombolan anak-anak nakal yang kerjaannya mengacau tengah berkumpul di sana. Mereka tertawa dengan tingkah tak senonoh.
Ziya menghela napas sebentar. Berusaha untuk tidak peduli dan tetap melanjutkan perjalanannya. Namun ketika ia berada tepat di samping mereka, salah satunya mencegat Ziya.
"Wah.... lihat ibu ustadzah kita sudah pulang." Kata salah satunya membuat yang lain tertawa sangat keras.
Ziya tidak peduli, ia terus mencari celah untuk berjalan. Namun lagi-lagi dirinya dicegat. Salah satu dari mereka menghadap Ziya dengan merentangkan tangannya dan mencolek dagu Ziya.
"Mau apa kalian?!" Ziya berdesis tidak suka. Preman-preman ini memang sudah mengenal Ziya dari dulu.
"Jangan galak-galak, Mbak. Bagaimana kalau kita main sebentar?" Salah satunya mencoba menarik kerudung Ziya. Ziya kaget, ia segera menarik kerudungnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Sang Hijrah [SELESAI]
Teen FictionEND / Ziya, keyakinannya untuk mempertahankan sesuatu yang wajib bagi dirinya bukanlah hal yang mudah. / "Nggak perlu didengerin omongan mereka, Mbak. Syurga kita bukan hasil ngemis ke mereka." / Kisah ini bukan tentang aku dan dia, tetapi aku deng...