Seorang sahabat tidak akan pernah jauh dalam mengajak kebaikan. Karena dia tahu, Allah datangkan ujian untuk saling menguatkan.
🌺🌺🌺
Setegar-tegarnya seorang perempuan, hatinya akan dibolak-balikkan dengan cara yang Allah kehendaki. Ada saatnya juga, ia akan bertanya-tanya apakah keputusan yang diambil adalah pilihan terbaik. Ketika ujian datang bertubi-tubi, ketika keimanan mulai diuji, maka saat itulah perasaan dan batin saling berperang.
Mempertanyakan. Apakah keputusan yang diambilnya sudah benar?
"Kenapa, Ziya?" Aisyah melihat raut gundah Ziya. Gadis itu merasa tidak tenang, seakan ada suatu hal yang begitu rumit dipikirnya.
"Mbak, apakah hijrah itu begitu susah seperti ini? Apakah bagi orang yang berhijrah, akan selalu dihantui oleh yang namanya masalah dan ujian? Apakah orang yang berkerudung itu tidak boleh berbuat salah?"
Aisyah tahu, Ziya tengah mempertanyakan keyakinannya. Aisyah tahu, bahwa hati gadis tersebut sedang gelisah.
"Kamu tahu, jalan hijrah itu panjang dan tidak akan bertemu titik akhirnya sampai Allah benar-benar menjemput kita untuk kembali pada-Nya.
Dan perjalanan kamu akan terus berlanjut sampai benar-benar pada titik yang Allah tentukan. Dulu aku juga sama sepertimu, merasa ragu, goyah, tidak kuat akan godaan tetapi semakin ke sini menjadi sebuah kebiasaan yang rasanya luar biasa. Pro dan kontra itu selalu ada dan tidak selamanya orang akan setuju ataupun menyetujui apa yang kita kehendaki atau kita lakukan.
Kamu nggak sendiri, masih banyak orang yang mau menerima. Ini hanya ujian dan teguran kecil dari Allah untuk membuat hamba-Nya memiliki derajat yang pantas."
"Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik." Aisyah menggenggam telapak tangan Ziya dengan kehangatan. Menyalurkan perasaan seorang sahabat. Saling menguatkan untuk terus berjalan dan tidak takut dengan ujian yang menerpa di depan.
Ziya menatap Aisyah sendu. Kebaikan apa yang sudah ia lakukan dulu, hingga Allah datangkan seorang sahabat seperti Aisyah padanya.
"Jangan menangis. Kita sama-sama berjalan di arah yang berbeda dari mereka. Bukankah dari awal, kamu sudah tahu konsekuensi apa yang akan terjadi. Syurga Allah itu nggak gratis, Ziy. Kita harus membayarnya dengan ketakwaan dan ketaatan. Kita harus bisa dapetin golden ticket untuk masuk ke pintu syurga-Nya." Aisyah menghapus air mata Ziya yang menetes perlahan.
"Aku dulu seorang preman jalanan. Perempuan nakal yang akhirnya Allah uji agar bisa kembali pada-Nya. Bukti bahwa Dia tidak pernah meninggalkan hamba-Nya sendiri. Termasuk aku, yang dulu membenci mereka yang selalu menganggap bahwa menjadi baik itu perlu." Aisyah tertawa pelan, mengenang betapa nakalnya dia dulu.
"Dulu, yang aku pikirkan hanya bagaimana bisa menghasilkan uang dan makan. Lalu bisa berkuasa di suatu wilayah. Aku nggak mau dipandang lemah sebagai perempuan. Perempuan juga bisa berkuasa, layaknya laki-laki. Itulah mengapa, aku dibutakan oleh obsesi yang jadinya tidak pernah mau tahu apa itu agama dan Tuhan." Aisyah terdiam, hatinya merasa sesak. Betapa dulu ia tidak percaya, bahwa Allah itu benar-benar dengan segala kuasa-Nya.
"Lalu Allah kirimkan mas Yusuf dalam balutan ujian. Aku tertarik dan mengejarnya, sampai ternyata akupun tahu bahwa dia lelaki sholeh dengan segudang pendirian yang kuat. Aku mengejarnya dan dia semakin jauh. Tidak peduli seberapa keras dia menjauh, Allah pertemukan kami dalam setiap masalah. Tidak ada rencana-Nya yang membuat kita rugi." Aisyah tersenyum ke arah Ziya, lalu memberikan sebuah buku motivasi untuk dibacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Sang Hijrah [SELESAI]
Teen FictionEND / Ziya, keyakinannya untuk mempertahankan sesuatu yang wajib bagi dirinya bukanlah hal yang mudah. / "Nggak perlu didengerin omongan mereka, Mbak. Syurga kita bukan hasil ngemis ke mereka." / Kisah ini bukan tentang aku dan dia, tetapi aku deng...