Seperti Sebuah Rencana

1.4K 237 16
                                    

Begitu mudahnya kita membenci seseorang, dan begitu sulitnya kita memaafkan seseorang. Tetapi... percayalah bahwa dari maaf akan ada banyak tercipta sejuta kebaikan yang tercipta.

❤❤❤

Ziya terduduk tatkala ia baru saja membantu uminya mengangkat beberapa sayuran dari kebun yang akan ia setorkan ke pasar. Dia menghela napas sebentar, tak kala terik matahari sungguh menyengat. Dahaganya tidak bisa tertahankan. Ziya mengambil botol minuman dan langsung menenggaknya dalam sekali tegukan.

"Alhamdulillah." Ziya tersenyum melihat hasil kerja kerasnya hari. Karena kedua orang tuanya yang baru saja sampai, jadi dia tidak tega jika harus membiarkan keduanya di kebun.

"Ziya!" Ziya menoleh mendapati Sonya yang tengah berlarian ke arahnya.

"Aku tadi ke rumahmu ternyata kamu nggak ada." Ziya tersenyum lalu menyuruh Sonya untuk duduk di sampingnya.

"Aku masih di sini." Sonya mengangguk sambil tersenyum, lalu memandang sekitar dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Padahal kamu punya pendidikan yang tinggi. Kenapa kamu nggak kerja di kota, kan gaji di sana besar." Ucap Sonya, memandang lekat seorang Ziya.

"Karena aku ingin dekat dengan kedua orang tuaku. Bukannya aku tidak ingin bekerja di kota, hanya saja aku ingin memanfaatkan waktu yang ada bersama mereka. Mumpung mereka masih ada dan aku mampu untuk menjaga serta merewat kedua orang tuaku." Ziya tersenyum, karena bagi dirinya keluarga adalah sesuatu yang penting.

Sonya berdiri, menatap Ziya dengan senyuman penuh artinya lalu melangkah pergi.

Ziya bingung dengan sifat Sonya, namun ia tidak memperdulikan hal tersebut.

Ziya menarik pelan keranjang sayuran lalu melangkah untuk pergi.

Suasa perjalanan yang begitu sepi, membuat Ziya sedikit merasa tenang. Jika biasanya jalan begitu ramai oleh orang-orang yang akan ke sawah, maka kali ini terlihat lenggang. Bahkan Ziya sempat bertanya-tanya, ke mana perginya mereka sedang hari belum terlalu sore. Namun dirinya tidak ingin ambil pusing.

Ziya berpikir, bahwa banyak hal yang ia dapatkan selama perjalanan hijrahnya. Menjadi baik itu tidak mudah karena sesungguhnya ujian akan selalu datang, yang mana membuat kita akan menaiki tangga-tangga tertinggi yang Allah berikan.

Bagaimana perjalanan panjang itu memiliki kisah tersendiri, saat dirinya merasa bahwa hijrah tak selamanya mudah. Saat kau diuji maka sabar dan ikhlas menjadi kunci keduanya, mengeluhpun tidak akan ada gunanya karena nyatanya setiap dari kita akan merasakan apa yang namanya diuji oleh Allah.

Lalu apakah keimanan dan hati kita akan tetap berdiri tegar? Atau justru kegoyahan itu akan ada masanya untuk datang, mencoba untuk membuat diri semakin lumpuh. Saat kita merasa bahwa iman sudah semakin tebal, namun nyatanya kita juga bisa merasakan menjauh saat hati diombang-ambingkan.

"Ya Allah..." Hembusan napas Ziya terasa pelan. Ia tidak sadar bahwa dirinya melamun, hingga tidak sadar bahwa ada segerombolan preman kampung yang mencegatnya.

Ziya terhenti, berusaha untuk memberikan kekuatan pada diri sendiri. Kejadian waktu itu membuat dirinya sedikit trauma, karena bisa saja mereka bermain dengan menyentuh fisiknya. Ziya tidak suka ketika ada tangan-tangan lancang yang mencoba untuk menyentuh dirinya.

"Wah...! Lihat siapa yang melewati kandang buaya." Salah satu dari mereka berseru. Sedang yang lainnya menjawab dengan siulan. Senyum miring menghiasi dan mereka masih duduk di tempatnya. Tidak bergerak namun tatapannya penuh dengan menggoda.

Ia ingin lari, namun terjebak oleh keadaan. Matanya sedikir was-was ketika mereka tetap duduk dengan tenang namun Ziya tidak bodoh untuk tidak mengetahui bahwa ada tangan-tangan yang terkepal di setiap sisi.

Ziya sedikit mundur, ingin berlari. Atau lebih baik ia urungkan untuk pulang ke rumah dan berlari tidak sesuai arah. Tak peduli dia akan sampai di mana, namun yang paling penting adalah menghindar. Ziya sendirian sedangkan mereka terlihat berjumlah 5 orang.

Kenapa?

Kenapa mereka selalu menganggu dirinya, bukankah permainan itu sudah berakhir. Atau mereka ingin membalaskan dendam dan mencoba untuk membenci Ziya sedemikian rupa.

Kapan?

Kapan semua akan berakhir dan kembali tenang. Ia sedikit tidak nyaman ketika mereka memandang Ziya dengan seringaian yang tercipta di masing-masing bibir.

Salah satu dari mereka maju dan tak lupa senyuman yang diberikan kepada Ziya. Rokok itu terapit di jari dan menghisapnya dengan pelan. Membuat gumpalan asap yang menyengat itu sampai di hidung Ziya.

"Sebenarnya sudah lama aku penasaran, kenapa kamu memutuskan untuk memakai hijab. Ziya... Ziya... apa kamu selama ini tidak sadar bahwa ada banyak orang yang membencimu  di kampung kita. Mereka tidak suka dirimu yang mematahkan tradisi kecantikan di sini dan satu hal lagi, bahwa semenjak kamu datang banyak anak-anak muda pembangkang yang mencoba untuk menjadi anak baik-baik. Cih!" Pria itu memandang Ziya penuh kebencian. Tangannya terkepal, meremat satu sama lain. Mencoba untuk menyalurkan kemarahan lewat tatapan.

"Itu bukan kehendakku. Aku memilih dan kalian tidak berhak untuk melarang. Jangan berpikiran sempit hanya karena phobia dengan wanita berjilbab." Ziya dengan keberaniannya,  menatap pria itu dengan sengit juga.

Terdiam. Namun hal tak terduga lainnya datang. Ziya sedikit terkejut ketika justru ia terkepung di tengah-tengah. Mereka melingkar dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apa mau kalian? Apa selama ini kalian tidak puas untuk menggangguku? Bukankah kalian dulu yang selalu mengatakan berteman kepada Ziya, namun kenapa sekarang kalian saling membenci Ziya?" Ziya menatap sendu mereka.

Satu hal yang tidak pernah kalian ketahui adalah bahwa mereka yang tengah menghadang Ziya adalah seseorang di masa lalu yang selalu berteman dengan Ziya. Mereka dulu teman, karena pada dasarnya Ziya yang selalu dijauhi oleh anak-anak perempuan, membuat Ziya lebih banyak berteman dengan laki-laki.

Ziya tidak tahu, semenjak ia memutuskan untuk kuliah, teman-temannya menjadi menjauh bahkan mereka tidak segan untuk membully bahkan melakukan hal-hal keji kepada Ziya. Mereka membenci hingga sekarang.

"Persetan dengan pertemanan!"

Maju

Semakin maju

Hingga tidak dapat berkutik.

Jika Ziya maju, ia akan bertabrakan dengan 4 anak di depannya. Jika ia mundur, ia juga akan bertabrakan dengan 3 anak di belakangnya. Di samping kanan dan kiri ada 2 orang. Ziya baru sadar, jika ia dihadang oleh banyak orang.

Sepi menyelimuti.

Jantungnya berdebar, ketika tatapan sinis, menggoda, melecehkan tengah ia dapatkan.

Apa yang harus Ziya lakukan?

Apa yang tengah mereka incar?

Dan apa yang akan mereka lakukan kepadanya?

Ziya sendiri

Ketika kebencian membuat dirinya ikut dijebak.

Ketika dirinya dibenci oleh banyak orang

Dan mungkin hanya satu orang yang sangat membencinya,


Hingga Ziyapun tahu, bahwa dia tidak bisa lari ke manapun.




Bersambung




Terimakasih
Salam sayang dan cinta
zeezii23

Melodi Sang Hijrah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang