Ketika Moral Tak Bertahta

2K 337 46
                                    

"Berbeda dalam kebaikan bukan jalan terburuk yang kamu lalui. Karena setiap perjalanan dengan tujuan baik, adalah ujian khusus dari Allah."

❤❤❤

Pergaulan bebas, kenakalan remaja, minimnya pendidikan adalah satu bentuk yang ada di desanya. Gadis-gadis yang hanya bersekolah tanpa melanjutkan ke jenjang menengah atas, akan berakhir menjadi gadis-gadis pencari lelaki kaya. Bukan hanya yang tak bersekolah, yang bersekolahpun tidak jauh berbeda. Mereka mendoktrinkan diri semenarik mungkin, untuk bisa menggaet pria-pria kota yang bergelimang harta.

Semakin cantik, maka akan semakin mahal harganya. Mereka tidak peduli hukum agama, karena yang mereka pedulikan adalah kepuasan raga. Mereka beranggapan, kecantikan adalah titik harga dari seorang perempuan.

Di tengah hiruk-pikuknya peradaban yang hilang, Ziya harus bisa bertahan akan keyakinannya. Di balik kerudung, ia harus mempertahankan tauhid, syariat serta akhlaknya sebagai seorang muslimah.

Dua manusia berbeda jenis itu saling memagut dengan mesranya di balik tembok yang tertutup oleh sebuah pohon besar. Ziya terkejut, ketika dirinya tidak sengaja menyaksikan adegan tidak senonoh itu.

Di sana, kedua insan itu tahu mengenai keberadaan Ziya. Namun mereka tidak peduli dan tetap melanjutkan adegan tidak pantasnya. Dua manusia yang tidak terikat dalam hubungan halal.

Ziya membalikkan tubuhnya untuk segera pergi dari tempat tersebut. Namun sebelum melangkah, sebuah tangan mencekal dan menariknya hingga hampir limbung.

"Mau lari ke mana, Mbak?!" Sebuah suara bertanya sambil membentak dirinya.

Ziya menoleh tanpa takut. Namun gadis yang mencengkeram lengannya berdecih pelan. Ia menghentak tangan Ziya dengan cara yang kasar. Ziya tidak ingin membalas, bukan karena takut namun kembali lagi dirinya tidak ingin membuat keributan.

"Jangan sok suci jadi orang." Ziya menghela napas lalu menatap gadis tersebut. Kali ini saja, mungkin mulutnya akan berkata dengan pedas. Sungguh tidak pantas, gadis yang lebih muda darinya berbicara dengan nada tidak sopan.

"Kamu masih kecil, harusnya lebih baik menuntut ilmu atau membantu orang tuamu di rumah. Jangan jadi murahan hanya karena nafsu sesaat." Setelah berkata seperti itu, Ziya langsung membalikkan badannya pergi. Tidak peduli, seberapa marahnya gadis yang ia nasehati tadi.

Tidak peduli seberapa besar Ziya berkata. Ucapan hanyalah ucapan yang akan didengar namun tidak dilaksanakan. Biarlah karena tugas kita hanyalah menasehati bukan untuk mengubah kepribadiannya. Karena itu hak Allah yang suatu hari akan memberikan hidayah kepada hamba-Nya

***

"Undangan pernikahan dari siapa, Nduk?" Ziya menoleh ke arah sang Ummi

"Dari Uni, um. Insya Allah akadnya hari kamis." Ziya meletakkan undangan tersebut di atas meja yang disambut senyuman oleh uminya.

"Alhamdulillah. Kamu dateng?"

"Insya Allah, Um."

"Kamu nggak takut?"

"Takut kenapa Umi?"

"Jika mereka merendahkanmu. Kamu tahu bukan, Uni salah satu perempuan cantik di desa kita. Dan kamu tahu betul, bagaimana sifat Uni beserta keluarganya."

"Insya Allah, nggak. Bukankah ketakutan itu hanya untuk Allah? Ziya nggak mau terus-terusan hidup dalam lingkup pandangan orang lain. Ziya berjuang, maka sudah sepatutnya Ziya meletakkannya dalam sebuah perilaku, bukan hanya teori." Sang Umi tersenyum

Melodi Sang Hijrah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang