Aku tidak pernah berpikir sekalipun, bahwa kesempatan itu datang begitu cepat. Ketika diriku harus memutuskan dua hal yang berbeda namun sama-sama penting untukku.
***
"Bagaimana hasilnya?" Umi terlihat antusias ketika Ziya tengah terduduk dengan keterdiamannya. Gadis itu menengok sebentar lalu tersenyum lebar.Namun tak lama, dirinya bangkit dan menoleh ke arah sang ibu.
"Ziya ada jadwal mengajar di padepokan anak-anak, Umi."
Ummi sedikit mendesah, karena pertanyaannya tidak dijawab. Namun ia segera tersenyum dan mengangguk kepada anaknya.
"Hati-hati." Peringatnya. Ziya mengangguk lalu segera berpamitan.
"Assallamualaikum."
"Waallaikumsallam."
Di sepanjang jalan, Ziya tersenyum. Kehidupan ini telah berubah banyak. Termasuk di desanya. Ia tidak menyangka, Allah bolak-balikkan hati mereka dengan perlahan. Dia diterima dengan baik dan mereka perlahan mulai belajar tentang bagaimana cara sholat yang baik dan benar serta mengaji. Anak-anak remaja diperbolehkan untuk memilih pendidikan mereka serta mulai dengan belajar berjilbab.
Ziya juga mulai mengajar di desanya. Dibantu dengan teman-temannya yang mendapat tugas untuk mengajar di desanya.
"Itu kak Ziya. Kak Ziyaaaa!"
Ziya tertawa pelan, ketika melihat anak-anak desa yang tengah belajar itu berlarian ke arah Ziya. Mereka berganti memeluk Ziya, lantas menarik si gadis berkerudung itu.
"Masyaa Allah, kalian sedang apa?"
Mereka sangat antusias dan mulai bercerita tentang apa saja yang mereka pelajari hari itu.
"Ziya." Sebuah panggilan pelan, membuat Ziya menoleh. Didapati Sonya yang berdiri di sampingnya.
Dan satu hal lagi, bahwa Sonya sudah berbaikan dengan ayahnya. Banyak cerita memang, namun akhirnya mereka mengakhiri dengan perdamaian. Sonya juga mengakui kesalahannya di depan warga desa dan juga membersihkan nama baik Ziya.
"Bagaimana hasilnya? Bukankah hari ini keluar?" Ziya tersenyum penuh arti dan mulai menatap anak-anak yang kembali fokus dengan kegiatan mereka.
"Ya. Dan aku titip mereka, ya." Sonya membulatkan matanya.
"Beneran?!" Sonya lantas berteriak lalu memeluk Ziya dengan erat.
"Aku seneng banget. Selamat Ziya, kita pasti akan dukung kamu selalu." Ziya tertawa pelan dan membalas pelukan Sonya.
***
"Umi, Ziya lolos."
Satu hal yang tidak pernah Ziya sangka adalah saat dirinya dinyatakan lolos dan diterima untuk melanjutkan S2-nya ke Al-Azhar. Cita-citanya untuk mendalami ilmu agama lebih dalam lagi, hingga ketika dia pulang nanti, ilmu itu akan ia pergunakan untuk mengabdi pada masyarakat.
"Alhamdulillah. Selamat, Nak. Apapun keputusanmu, Umi selalu ada untuk anaknya."
"Mbak Ziya, mbak Ziya." Amir tiba-tiba datang dari arah depan. Ia menatap sang kakak dengan tatapan yang menyiratkan kebahagiaan juga perasaan yang lainnya.
"Amir, kamu kenapa?"
Bukannya menjawab, Amir langsung menarik mbaknya ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Sang Hijrah [SELESAI]
Dla nastolatkówEND / Ziya, keyakinannya untuk mempertahankan sesuatu yang wajib bagi dirinya bukanlah hal yang mudah. / "Nggak perlu didengerin omongan mereka, Mbak. Syurga kita bukan hasil ngemis ke mereka." / Kisah ini bukan tentang aku dan dia, tetapi aku deng...