Pria Dengan Sebuah Luka

1.4K 244 13
                                    

Seandainya aku tahu, bahwa perasaan sakit seseorang bisa membuat kebencian. Maka aku tidak ingin menyakitinya.

❤❤❤

Aisyah terbangun dari tidurnya. Ia menatap sekitar dan baru sadar jika ternyata dirinya ketiduran. Tiba-tiba Aisyah menatap ke depan dengan pandangan kosong, ada sesuatu dalam dirinya yang berteriak dengan perasaan tidak enak.

"Ada apa, ya?" Jantungnya berdetak tidak semestinya.

Aisyah berjalan ke depan, melihat anak-anak panti yang tengah belajar bersama dengan beberapa ibu asuh. Aisyah berjalan ke kamarnya, dan melihat sang suami beserta anaknya tengah terlibat perbincangan ringan, di mana sang ayah yang memberi pengertian kepada buah hatinya. Aisyah tersenyum lega dan ia memutuskan untuk pergi ke dapur.

Namun, beberapa menit berkutat dengan dapur, perasaan itu tetap tidak hilang. Masih ada satu perasaan mengganjal yang Aisyah sendiri tidak tahu apa artinya.

"Ya Allah, ada apa sebenarnya?" Hatinya tiba-tiba gelisah, khawatir dan seperti tercubit dengan tangan-tangan tak kasat mata.

Aisyah berharap, tidak ada sesuatu yang terjadi di luaran sana. Siapapun itu...

***

Jilbab tertarik dengan sebuah tangan kekar yang kasar. Ziya mencoba melepaskan, meronta dengan sekuat tenaga namun mereka tidak peduli. Ziya mencoba mempertahankan jilbabnya, tidak ingin lagi tangan mereka dengan lancang merusak.

"Dari awal seharusnya kau sudah pergi dari sini." Pria ini menarik kerudung Ziya, membuat si gadis memekik kesakitan. Jilbab panjang itu ia tarik sedemikian kuat hingga memperlihatkan sejumput rambut yang sudah tak beraturan.

Mereka tertawa dengan remeh, mencoba menarik atensi Ziya yang mulai mengeluarkan air mata. Mereka suka dengan air mata gadis berjilbab itu. Obsesi untuk menghancurkan membuat mereka kalap dan tidak takut dengan apapun.

"Ziya, Ziya... seandainya dulu kamu menerimaku, maka kamu tidak akan seperti ini." Pria yang menarik jilbab Ziya itu menunduk, melihat si gadis dengan tatapan sendunya.

Rasa benci dan dendam begitu ketara, mengingat jika dulu ketika lulus dari SMA, ia sempat menyatakan perasaannya kepada Ziya. Namun rasa sukanya ditolak dan ia begitu benci, ketika harga dirinya harus diinjak, dihancurkan sedemikian rupa.

Ia tidak pernah memiliki perasaan suka seperti ini, melainkan kepada Ziya seorang. Gadis dengan segala yang dimilikinya, bisa menarik ia yang notabe-nya begitu pemilih terhadap perempuan, namun ketika penolakan ia dapat, justru dendam serta kebencian untuk menghancurkan menjadi tujuan utamanya. Rasa suka itu, menjadi duka yang menyanyat.

Dan ketika melihat perubahan Ziya selama ini, ia semakin ingin menghancurkannya. Ziya dengan segala hijrahnya adalah sebuah malapetaka.

Ia membenci gadis berkerudung, karena mereka sungguh munafik.

Munafik dengan segala kebaikannya yang tersimpan di balik jilbabnya.

Ziya dengan kerudungnya, adalah bencana untuk desanya. Karena selama kehadiran Ziya, sudah ada beberapa perempuan yang mulai belajar tentang ilmu agama, bahkan ada yang sembunyi-bunyi untuk belajar menutup diri, seperti hal muslimah sesungguhnya.

Tradisi kecantikan yang sudah terjadi dari masa ke masa, mulai ada beberapa yang meninggalkannya. Mereka mulai terfokus pada sesuatu yang namanya, pendidikan. Ketika kecantikan menjadi modal utama untuk menarik lelaki kaya, maka ketika Ziya hadir, beberapa hal mulai berubah.

Meskipun masih banyak yang membenci Ziya, namun tak bisa dipungkiri bahwa Ziya adalah gadis pertama yang membawa perubahan dalam hal kebaikan di desanya.

"Kamu egois. Kamu selalu memaksakan kehendak tanpa tahu bagaimana perasaan mereka. Perempuan-perempuan yang kamu pacari, apa kamu tahu bagaimana perasaannya?!" Ziya berteriak, ia berusaha melepaskan cengkaraman lelaki di depannya.

Sorot mata kebencian itu bisa ia lihat.

Padahal Ziya tidak pernah berharap, bahwa ia bisa dibenci begitu dalam oleh seseorang yang pernah ia tolak. Padahal dulu mereka adalah teman, bahkan Ziya sudah menganggap sebagai kakaknya sendiri. Tetapi takdir berkata lain, ketika perasaan pun ikut bermain.

"Perempuan itu hanya mainan, lagipula mereka yang datang untuk menyerahkan diri. Aku tidak pernah bermain dengan sebuah perasaan, karena perasaan itu bisa menyakiti. Hanya gadis bodoh yang selalu bermain perasaan denganku."

Ditatapnya Ziya, ada rasa ingin menghancurkan Ziya begitu dalam. Dalam hingga membuat gadis itu terjatuh.

Mereka semua tertawa, ketika melihat Ziya mulai dijadikan bahan bulan-bulanan. Ziya terus memberontak, namun karena kalah jumlah lawan apalagi dia perempuan, pada akhirnya membuat Ziya lemah.

"Niel... sadarlah. Ayah sama ibumu selalu bersedih ketika melihat anaknya seperti ini." Pria yang dipanggil, atau seseorang bernama Daniel itu menatap Ziya sengit. Decihan pelan bisa terdengar.

"Maaf, jika kata-kataku dulu menyakitimu. Tetapi tidak ada yang bisa memaksakan perasaan seseorang, lagipula aku tidak tertarik dengan pacaran. Maaf Niel, harusnya kamu bisa mengenalku lebih baik karena kita berteman dari mulai SMP. Niel... ayo, berubah. Aku tidak ingin kamu terlibat masalah yang lebih serius."

Daniel terdiam, menatap dan mendengar setiap perkataan si gadis berjilbab.

Daniel lantas tertawa lalu ia menarik kembali jilbab yang dipakai Ziya.

Tidakkah Ziya sadar bahwa Daniel telah banyak berubah. Dan perubahan itu selalu Daniel nikmati setiap saat. Dia tidak peduli dengan tangisan orang tuanya di rumah, yang selalu menyalahkan diri sendiri karena gagal mendidik anak semata wayangnya.

Pergaulan bebas yang Daniel lakukan selama ini. Menikmati yang ada, tanpa peduli ada hati yang tersakiti. Ada dosa besar yang tak pernah dipahami. Karena Daniel merasa baik-baik saja dengan hidupnya sekarang.

Ia bebas

Ia berkuasa

Ia bisa menghancurkan apa saja yang dimau olehnya.

Lantas apa dia merasa tenang?

Daniel ragu...

Di sudut hatinya ada perasan yang tak bisa dijabarkan. Namun ia selalu menepis semua itu, karena dirinya sudah merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

"Daniel, jika penolakanku dulu masih membuatmu sakit, aku minta maaf. Tetapi tolong jangan sakiti lagi kedua orang tuamu. Daniel... kamu baik. Bukankah dulu kamu selalu membenci pembullyan, apalagi menyakiti perempuan."

Ziya ingat, dulu Daniel sangat menghormati derajat seorang perempuan. Ia selalu membela setiap korban dari pembullyan, bahkan Daniel selalu berdiri pada barisan paling depan jika ada yang ingin membully teman-temannya yang lemah.

"Daniel... Ayo, pulang. Sudah cukup untuk menyakiti."

Karena Ziya tidak ingin, teman yang dulu selalu melindungi dirinya harus mengalami masalah yang bahkan di luar batas. Ziya tidak ingin melihat tangisan kedua orang tua Daniel, karena Ziya tahu kedua orangnya mulai merasakan kekecewaan. Bukan pada Daniel, namun pada diri mereka sendiri.

Teman-teman Daniel berdecak, karena mereka tidak suka ketika melihat Daniel yang terdiam.

Bahkan mereka mulai mengompori, seakan memang ada sebuah tujuan di dalamnya.

"Maaf, Ziy... aku nggak bisa."

Daniel menunduk kembali, ia memegang dagu Ziya. Dan Ziya membeku karena ia tidak suka disentuh, oleh laki-laki yang bukan mahramnya.

"Karena aku memang harus melakukan semua ini."


"Kita lihat, seberapa kuat kamu dengan hijrahmu itu."


Bersambung

Terimakasih
Salam sayang dan cinta
zeezii23

Melodi Sang Hijrah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang