Flashback ke belakang dulu, mungkin satu dekade sebelum hadirnya mas Hanif dan Bang Hafizh.
Mencoba untuk menyuguhkan sudut pandang orang pertama di beberapa part.
Semoga bisa memuaskan beberapa pembaca yang menantikan cerita si Adek satu ini yaaaa
Bismillahirrohmanirrohiim,
📝✏📝
Menjadi satu satunya anak lelaki membuatku menjadi sangat bangga. Bisa meneruskan nama keluarga yang tentu akan menjadi impian setiap orang di dunia ini.
Bukan berasal dari keluarga yang kaya raya dan bergelimang harta. Aku cukup dilahirkan di dalam keluarga yang hangat dan penuh dengan cinta.
Bersama dua saudara perempuan yang menurutku sangat luar biasa. Kakakku yang memiliki sifat halus yang seringkali dimanfaatkan oleh orang lain karena sifat tidak teganya ini. Penyayang kepada siapapun, itulah yang mungkin menjadi dasar untuknya mengambil studi psikologi sewaktu kuliah dulu.
Dan lagi lagi kata sayang kembali harus diberikan kepadanya saat masalah keluarga yang tiba tiba menyeruak ke permukaan tanpa ada beriak sebelumnya. Kakakku terlalu sempurna menyembunyikan masalahnya dengan sang suami hingga harus diketahui sendiri oleh orang tuaku saat laki laki yang telah menikahi kakakku sepuluh tahun yang lalu itu harus menikah dengan wanita lain. Hati wanita mana yang bisa sepenuhnya ikhlas mendengar kejadian seperti itu. Semua wanita pasti setuju, banyak pintu menuju surga dan sebagian besar dari mereka tentu akan memilih masuk ke surga bukan melalui pintu dengan cara berbagi pasangan di dunia.
Berbeda dengan kakakku, adik wanitaku ini lebih ceplas ceplos. Kuliah di kota yang kata orang jawanya paling mentok kalemnyapun tidak bisa merubah tingkah lakunya. Masih juga tomboy dengan caranya. Meskipun sebentar lagi gelar dokter akan disandangnya tapi tetap saja dia merasa sebagai anak paling bontot yang selalu di manja oleh seluruh keluarganya.
Aku sendiri, serang sarjana ekonomi yang sekarang membantu ayah untuk mengelola usaha toko kelontongnya di kota kelahiranku. Jika ada yang bilang tidakkah aku ingin bekerja yang lebih keren dengan gaya sedikit perlente di kota besar, tentu jawabannya sangat ingin. Menjadi diri sendiri tanpa nama besar orang tua tentu saja harapan semua laki laki untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Namun lagi lagi semua kalah dengan cintaku kepada keluarga. Aku tumbuh besar dan bisa berdiri sampai di titik ini adalah dengan Ayah membesarkan toko kelontongnya itu mulai dari kecil hingga kini bisa berjualan sebagai grosir dan juga menjadi toko kelontong paling laris di jalanan pasar terbesar di kota kelahiranku.
Harapan bisa berpakaian rapi dan juga bersepatu mengkilat pupus sudah ketika aku memilih untuk ikut campur tangan melanjutkan usaha ayahku. Berpakaian casual dan lebih sering disebut dengan tshirt lengkap dengan sepatu kets bukan sepatu pantofel khas pekerja kantoran.
Namun lagi lagi aku hanya bisa tersenyum dengan kepuasan tersendiri ketika melihat semua usahaku berjalan dengan begitu baik. Bukan pekerjaan yang sulit setelah semuanya sudah di bangun dan diperjuangkan oleh ayahku. Aku hanya tinggal melanjutkan dan mempertahankan kelangsungan hidup usaha itu dengan bersaing sehat diatas roda perekonomian yang dirasa semua lapisan masyarakat sangat sulit di era yang begitu modern ini. Banyak pengembangan usaha dan juga replika bisnis yang harus aku terapkan. Salah satunya dengan menjemput bola dan juga menawarkan berbagai macam fasilitas belanja.
Pembeli yang rata-rata tidak mau repot di jaman now ini. Hingga akhirnya membuatku tak elak harus mengikuti perkembangan teknologi yang juga sangat membantu sebagai ajang promosi.
"Kamu sudah selesaikan semuanya Le." Suara ayah yang sedari dulu selalu menjadi panutanku. Menjadi pengayom keluarga yang begitu aku hormati. Tegas, berwibawa dan tidak banyak bicara.
"Alhamdulillah sampun Yah. Semua sudah selesai, ayah pulang dulu saja aku mau beresin sisanya baru tutup toko."
"Njur balimu kepiye?"
"Gampang, ojeg online kathah kok."
"Ojo wengi-wengi, Mba Qiyya butuh selalu dukungan kita sebagai keluarganya."
"Pasti ayah. Setelah semuanya selesai aku akan segera pulang."
Semua fokus keluarga memang sekarang jatuh kepada kakakku, dia wanita yang tidak pernah mengeluh kepada kami harus menerima kenyataan digugat cerai oleh suami yang telah menikahinya selama 10 tahun. Harusnya aku bisa meluapkan kemarahan dan rasa tidak terima kami semuanya kepada kakak ipar namun lagi lagi sayang, kakak perempuanku ini yang melarang. Bahkan dalam sidang perceraiannyapun dia cenderung pasrah tidak melakukan perlawanan bahkan sekedar untuk mempertahankan harta gono gini yang seharusnya juga menjadi hak Mba Qiyya untuk menerima.
Mengikhlaskan adalah pilihan terbaik menurut Mba Qiyya. Kini dia memilih untuk bisa merawat anak anak di panti asuhan yang di kelola oleh ibu dari sahabatnya. Berdekatan dengan anak kecil yang selalu memanggil bunda saat dia begitu mengharapkan hadirnya putra. Mungkin akan membawa kebahagiaan tersendiri untuknya. Kami sebagai saudara dan keluarganya hanya bisa mensupport tanpa ingin bermaksud untuk ikut campur ke dalam urusan rumah tangga kakakku.
Mengenai aku sendiri, jangan tanyakan perihal hati. Aku masih belum berani bermain dengannya. Ditambah lagi musibah yang menimpa kakakku membuatku benar benar berpikir untuk memutuskan masa depanku bersama seseorang.
Usiaku yang boleh dibilang sangat matang untuk mulai memasuki jejak langkah keseriusan untuk berumah tanggapun seolah menguap. Kedua orang tuaku juga tidak lagi memintaku dengan segera setelah musibah Mba Qiyya yang benar benar membuat kami semua shock.
Dan disinilah aku bersama kisahku, berusaha menjadi seorang lelaki terhebat untuk keluargaku ke depan. Menjadi super hero untuk istri dan anak nakaku mendatang. Siapapun mereka ya Rabb, izinkanlah nanti menempati sisi hatiku dengan begitu sempurna meski kami bukanlah orang yang sempurna setidaknya kami berdua bisa saling menyempurnakan dan melengkapi setiap kekosongan hingga menuju jannahMu.
Aku, seorang Zurrauf Zaffran yang cukup dikenal masyarakat sebagai anak tukang kelontong dan tidak terlalu banyak gaya kekinian.
📝📝
Mau tahu kisah lengkapku? Jangan lupa untuk vote, comment dan juga saran kritiknya.
Perlu banyak membuka dan menselaraskan cerita, karena di Khitbah Kedua jarang sekali ekspresi yang ditunjukkan oleh bujang ini. Mohon koreksinya apabila nanti ada ketidak sinkronan karakter yang muncul dari si bujang ini.
Yang sudah request, mariiii silakan vote untuk lanjut ke cerita Om Zurrauf Zaffran.
👋👋👋👋👋
Blitar, 19 September 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
LELAKI TERHEBAT [Completed]
RandomBukan karena sebuah alasan terlahir sebagai anak lelaki, namun lebih kepada bagaimana caranya bisa menghormati wanita dan memperlakukannya dengan begitu mulia. Rosulullah bahkan mengatakan ketika salah seorang sahabat bertanya, siapakah yang wajib k...