Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Laihaillah Wallahu Akbar
Allahu Akbar
WalilahilhamGema takbir bergema bersahutan. Di setiap surau dan mesjid tak terputus. Suara petasan serta bedug bertalu. Sorak Sorai anak-anak terdengar sambil berjalan menabuh rebana mengiring pasukan takbir keliling.
Harusnya malam ini bahagia. Mestinya ada keriuhan di dapur seperti yang lainnya.
Suara desis panci yang merebus ketupat bersahutan dengan suara penggorengan berpadu dengan cutilnya.
Kegaduhan yang dirindukan. Sayang, sudah tiga kali takbiran semua hanya angan. Rumah megah ini terlalu hening. Hanya ada dua orang yang terdiam dalam angan jika takbiran tiba.
Mulyadi, sang kepala keluarga yang sungguh tak berdaya. Tak mampu mencukupi kebutuhan hidup anak dan istrinya.
Bertahun berumah tangga hanya bisa menjadi kuli kasar. Pemecah batu koral dipinggir sungai dengan penghasilan yang tak seberapa. Jangankan untuk memenuhi seluruh kehidupan. Untuk makan saja sudah Senin Kamis
Yadi, begitulah lelaki usia 40 tahun itu dipanggil. Lelaki dengan paras tampan yang pernah menjadi primadona setiap perawan desa. Sayang, nasibnya tak bisa menjadi primadona.
Setetes demi setetes air bening dipipi tak bisa terkendali. Meluncur kian deras bersama isak yang tertahan. Melucuti harga diri yang koyak karena ketidakmampuan.
Ingin rasanya menjerit kencang agar dapat menembus langit ke-7. Mengguncangkan singgasana Tuhan. Berharap jika Tuhan mengembalikan sang waktu dan istrinya yang telah pergi.
Pendampimg hidupnya pergi menjadi buruh migran ke Saudi Arabia. Kembali bayangan hitam itu datang. Langit rasanya runtuh. Sakit dada mengenang saat sang istri pamit pergi mencari peruntungan di negeri orang.
Tiga tahun lalu ....
"Kang, apa kita selamanya akan seperti ini?" Jemarinya yang lentik meski terasa kasar mengusap pipi.
Lia membelai Yadi dalam pelukan. Menikmati masa berdua dalam bilik bambu berukuran kecil. Tak ada ranjang, hanya ada sehelai tikar dan bantal kumal yang sudah tambalan di sana.
"Hmmm, apa maksudmu? Akang tidak mengerti? Kita memang sudah seperti semenjak nikah. Bukan akang tak berusaha. Hanya peruntungan tak pernah berpihak." Yadi menerawang melihat plafon yang hampir menembus langit.
Setitik sinar rembulan menembus menerobos celah genteng yang posisinya kurang pas. Hingga akan menyisakan rembesan air hujan jika musim penghujan tiba.
"Aku ingin kehidupan kita berubah," ujar Lia dengan melepas pelukan di dada suaminya.
"Aku juga ingin membahagiakan kalian seperti orang lain, Lia. Tapi ...."
"Aku bisa merubah nasib kita," potong Lia yang tahu jika sang suami hanya akan meminta maaf saja.
"Apa! Apa maksudmu? Bagaimana caranya?" Yadi langsung terbangun dari pembaringan.
"Aku akan menjadi TKW. Aku akan merubah nasib keluarga kita. Kita tak bisa seperti ini terus, Kang." ucap Lia terisak.
Keputusan yang sulit tapi harus dilakukan. Bagaimana bisa selamanya hidup seperti ini. Tak punya apa-apa.
"Tapi kita sudah bahagia seperti ini, Lia. Bukankah kita tak pernah kelaparan. Masih cukup makan pagi dan petang. Aku janji akan bekerja lebih keras lagi."
Yadi memegang tangan Lia dan menatap mata Lia yang banjir air mata. Dadanya perih. Serasa pilu bak diiris sembilu.
Ada pedang menghujam yang melukai harga diri. Merasa menjadi makhluk lemah tiada daya dihadapan istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepincut Cinta Majikan.
Romanceperjuangan seorang perempuan di Saudi Arabia sebagai TKW. penuh dengan air mata dan kisah cinta yang mengharu biru. Dilema antara cinta yang tertinggal di tanah air dengan cinta baru di tanah perantauan. Bagaimana ia harus memilih antara setia atau...