kembali.

517 16 1
                                    


Waktu bergulir. Rindu tak jua menyingkir. Ketika hati bertaut. Jarak bukanlah alasan penghilang perasaan. Nyatanya rindu dalam dada kian membuncah. Menyingkirkan logika. Meski sadar semua takan menjadi nyata.

Sebulan berlalu Mulyadi setia menanti. Bila waktunya Lia bisa menyambut mesra dan menghilangkan trauma. Kini raganya tak lagi gemetar jika Mulyadi sekadar membelai. Meski belum bisa menyatukan raga. Seperti pasangan yang lainnya.

Semua berjalan semestinya, tapi tak bisa sempurna. Jika penyatuan raga tetap tak terlaksana. Lia menyadari benar itu. Apa daya ada dua bayangan lelaki menari dalam benak ketika hendak memasrahkan diri.

Malam itu dalam pekat malam tanpa bintang. Mulyadi pergi ke sebuah acara. Hingga larut malam tak kunjung pulang. Lia gelisah. Bilakah sang suami bosan menanti? Mencari pengganti. Sadar akan lalai diri. Tak bisa memenuhi birahi. Wajar jika Mul mencari pengganti. Ketakutan menghinggapi.

Raga memang satu tapi kepingan penakar perasaan terbagi dua. Satu sekat Mulyadi menempati. Di lain tempat Azis merajai. Keduanya berada takan bisa terganti.

Mencoba menetralkan bara dalam dada. Berjalan ke samping rumah. Dimana terdapat kolam ikan dan pancuran air di atasnya.

Menguyur raga di tengah malam buta. Air pancuran yang dinginnya mengalahkan freezer es menjadi pilihan. Lia mandi di tengah malam. Suhu pegunungan yang lebih rendah dari daerah lain tak jadi penghalangnya.

Berharap air itu tak hanya membekukan raga. Juga membekukan semua kenangan hingga bisa mencipta cerita baru dan melupakan masa lalu.

Lia sadar jika Azis dan Kusumah hanya bayangan kelam yang harus segera dilupakan. Mereka adalah kenangan penghalang kebahagiaan.

Dengan mengigil, Lia mengakhiri guyuran air yang mengucur pada raganya. Segera mematut diri di cermin. Memoles wajah dengan make up sederhana. Menunggu Mulyadi menunaikan hasrat yang selama ini terpendam.

Mematut diri di depan cermin. Benda kotak yang tak pernah berkhianat. Memantulkan bayangan tanpa pernah berdusta. Apa adanya. Memperlihatkan baik buruknya.

Riasan kian memperelok paras rupanya. Cantik paripurna. Rambut lurus indah tergerai. Untuk Mulyadi Lia mematut diri. Ingin memberikan persembahan terbaik sebagai bentuk pengabdian.

Lingkaran bundar di dinding menunjukkan pukul setengah dua malam. Ketika ketukan di pintu terdengar pelan.

Senyum manis menyertai pintu yang terbuka lebar. Mulyadi ternganga melihat kecantikan Lia. Semerbak harum parfum membuatnya memangkas jarak. Merapat hingga dengan sekali tarik membuat Lia jatuh dalam pelukan.

Lia tertawa. Saat Mulyadi membopong raganya menuju peraduan. Kembali kenangan indah saat malam pertama menjadi pasangan membayang dalam ingatan.

"Kamu siap?"

Lia tersipu dan mengangguk.

Malam kian dingin. Rembulan mengintip dibalik awan. Semua yang dinanti akhirnya terlaksana. Kesabaran Mulyadi berbuah manisnya madu. Semua benar akan indah pada waktunya. Malam itu mereka reguk lagi manisnya pernikahan.

                                  *****

Malam penuh bintang di belahan dunia lain. Saudi Arabia. Empat jam perbedaan waktu dengan Indonesia. Masih belum larut malam, ketika Azis merentang tangan di atap. Menghirup udara malam yang dingin bercampur debu gurun pasir.

Masih tempat yang sama. Tempat terakhir perjumpaan dengan Lia. Raga perempuan pujaan sudah berbulan lamanya menghilang. Tidak bagi Azis. Senyum manis pemilik hati masih setia menyertai.

Kepincut Cinta Majikan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang