Ketika Takdir Bicara

730 34 17
                                    

Deru mesin pesawat samar terdengar diantara suara hiruk pikuk manusia yang hilir mudik tanpa henti di bandara. Rasanya dunia seolah terhenti seketika bagi Lia dan Azis. Hanya ada mereka yang menghuninya.

Lia terpaku menatap wajah Tuan. Pun sama sang mantan majikan menatap dengan leluasa wajah tanpa cadar.  Keduanya hanya diam dan bungkam. Gelora hati banyak bicara. Nyatanya mulut tak mampu terbuka. Beberapa saat saling menatap. Seolah tak ingin berkedip. Takut jika sedetik saja mata terpejam orang di hadapan akan menghilang.

Lia menelisik setiap inci wajah yang hanya bisa dilukiskan pada langit malam yang kelam. Di gambar dalam benak. Melintas dalam imajinasi. Hari ini hanya berjarak beberapa centi. Serasa mimpi.

Azis melihat dengan jelas wajah yang hanya biasa hanya terlihat mata saja. Hari ini nampak wajah tirus dan mulus kekasih hatinya. Mata yang sayu menanggung pilu. Bibir yang hanya tipis bergincu. Begitu cantik alami tanpa banyak riasan wajah.

Vanty menatap Tuan. Inikah orang yang sudah benar-benar mencuri hati ibunya? Tampan. Kharismatik dan sangat berkepribadian. Pantas membuat ibunya mabuk kepayang.

"Setidaknya kau bisa pergi setelah menyapaku. Tidakkah kau .... " ucapan Azis terhenti. Ingin mengatakan merindukan tapi tatapan tajam Vanty membuat bungkam.

Azis lupa jika Fatma juga ada. Melihat dengan campuran perasaan. Ikut bahagia juga lara. Fatma sangat tahu derita Azis tanpa Lia. Tapi, hatinya masih bagai di tusuk sembilu jika ingat cinta Azis lebih besar pada Lia daripada padanya.

"Maaf, saya tak punya banyak waktu, saya harus mengantar Vanty masuk pesawat. Vanty harus segera pergi. Sekarang saatnya pesawat untuk terbang. Ayo Nak" Lia menarik paksa tangan Vanty.

Vanty melepas pegangan tangan Lia.

"Vanty tak akan pergi sekarang, Bu! tegasnya.

Lia terdiam bingung dengan sikap anaknya. Bukankah dari tadi menggerutu ingin cepat berangkat tapi delay. Sekarang bilang lain lagi. Tadinya begitu antusias sekarang hilang semangat, kenapa?

"Kenapa, Nak? panggilan masuk pesawat sudah terdengar. Kamu bisa tertinggal. Ayo pergi jangan khawatirkan, ibu."

Lia menatap tajam anaknya. Memberi kode pergi segera.

"Vanty tak bisa pergi, Bu. Ingin melihat akhir kisah kalian yang tertunda. Kisah kalian yang lebih dari 10 tahun tak usai. Harus kalian selesaikan hari ini," ujarnya dalam bahasa Inggris.

Lia dan Azis juga semua keluarganya. Tampak bingung. Apa maksudnya?

"Apa maksudmu, Nak?" tanya Lia.

"Semua yang ibu simpan selama ini sudah Vanty tahu. Semuanya. Vanty sudah baca diary ibu semalam."

Bagaikan hantaman petir menyambar raga. Waktu terhenti seketika. Dada perempuan cantik berbaju merah marun itu sesak. Serasa langit runtuh menimpa tubuh.

Lia menangis. Sungguh aib dan noda sudah terkuak oleh putrinya. Lia merasa berdosa sungguh tak berharga. Diary telah mengungkap siapa sebenarnya dirinya. Insan penuh dosa pada keluarga. Hanya buku itu tempat mencurahkan rasa. Berbagi tanpa menyakiti. Mendengar tanpa menggampar. Hanya bisu tapi membuatnya bisa meluahkan beban. Segala yang dirasa dan dialami semua tertera tanpa kecuali. Membaca diary sama saja melihat kisah separuh hidupnya.

Raga Lia luruh. Terduduk dilantai yang penuh debu. Tak mampu berdiri menanggung beban berat hati. Meraung meratapi kesalahan dan aib diri yang hari ini dilucuti. Tak perduli orang lain melihat dengan heran.

"Maafkan ibu, Sayang. Ibu memang orang bejad  tak layak jadi ibu dan istri ayahmu, Nak." Lia memeluk erat Vanty yang datang menghampiri.

"Vanty bangga sama ibu. Bisa saja karena perasaan tak kembali lagi pada kami. Tapi, masih memilih untuk kembali dan berbakti pada bapak dan keluarga. Ibu singkirkan perasaan demi kami. Ibu memilih kami daripada cinta sejati ibu di Saudi Arabia."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kepincut Cinta Majikan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang