Jadwal penerbangan yang tak sesuai harapan menguras tenaga dan membuat Lia kelelahan. Lelah jiwa dan raga. Namun, karena itulah Lia bisa berjumpa dengan Tuan sebelum kembali ke Indonesia. Setidaknya rasa rindu sebulan tawar dengan satu kali pertemuan. Selanjutnya akan berpisah selamanya.Berhari lamanya tak cukup istirahat dan makan. Mata enggan terpejam. Mulut tak pernah disuapi makanan. Perut enggan memproses makanan karena beban pikiran. Benarlah otak adalah pemandu raga. Jika otak bermasalah maka anggota tubuh lainnya tak berfungsi semestinya.
Di dalam pesawat yang membawa raga kembali ke kampung halaman. Lia terlelap setelah lelah melap air mata yang tak kunjung bisa di hentikan. Entah berapa lama.
"Mbak, mohon maaf mengganggu. Kita sudah sampai di Jakarta. Silahkan turun!"
Seorang pramugari berbadan ramping dan berpakaian begitu rapi membangunkan Lia yang terlelap kelelahan.
Lia terjaga. Mengucek mata. Sekilas melihat ke jendela. Landasan Bandara yang tak terlihat. Hanya gelap. Rupanya Lia tiba pada malam hari.
Bergegas merapikan bawaan dan turun bersama penumpang yang lainnya. Menghirup udara dengan menarik napas dalam dan mengeluarkan perlahan. Seolah hendak membuang beban jiwa yang menghimpit.
Lia berjalan menyusuri landasan yang basah terguyur hujan. 'Bissmillah. Aku datang Indonesia. Akan ku jalani hidup dalam nyata bukan mimpi lagi.
Simpan kenangan itu hanya sebagai pemanis hidup. Tanpanya, maka lembaran kertas kehidupan tak utuh.' Batin Lia yang menahan dingin yang begitu menggigit kulit. Udara pagi itu begitu menusuk kulit.*****
Disertai rinai yang turun perlahan. Beberapa ojeg yang disewa oleh Lia memasuki jalanan desa. Selain membawa dirinya juga membawa beberapa koper berisi buah tangan.
Tak ada yang menjemput karena kedatangannya memang tanpa memberi kabar. Ingin membuat kejutan manis bagi Mulyadi dan Vanty. Terbayang bahagianya mereka saat melihat Lia sampai rumah.
Sepanjang perjalanan Lia tak henti berdecak kagum. Sungguh pembangunan begitu kentara. Jalan yang semula hanya tanah merah kini sudah menghitam berganti aspal.
Tiang listrik sudah berderet sepanjang jalan. Jalanan yang dulu sepi kini mulai ramai oleh lalu lalang kendaraan. Meski tak sebanyak di kota tapi sudah lewat beberapa.
Dulu saat Lia pergi dalam satu jam motor hanya satu dua lewat di jalanan itu. Hanya tukang ojeg yang mengantar jemput penumpang.
Jangan ditanya mobil. Dalam satu desa pun hanya ada beberapa yang punya. Itu pun punya juragan dan hanya mobil bak terbuka untuk mengangkut hasil bumi ke kota.
Lia menuju rumahnya yang baru di sebelah bangunan desa. Bukan lagi rumah reyot di pojokan yang sudah usang hampir roboh. Ini rumah mewah dan megah. Impiannya dari dahulu kala.
Terpaku melihat bangunan dua lantai berdiri megah. Apakah ini mimpi? Tak salah alamatkah? Sebuah mobil terparkir beserta dua sepeda motor di samping rumah yang difungsikan sebagai tempat parkir. Masih bagus seperti belum lama di beli. Kian menambah keelokan bangunan permanen yang hanya satu-satunya di desa. Biasanya hanya bangunan semi permanen yang mengisi lahan kosong di desa. Kebanyakan masih berupa perpaduan rumah kayu dan bambu.
Cat rumah dengan warna natural membuat bangunan itu kian elegan. Mulyadi memperindah bangunan itu dengan taman buatan yang begitu memanjakan mata. Air terjun buatan kian membuat hati tentram.
Dengan bantuan tukang ojeg Lia membawa koper masuk halaman. Menyimpannya di teras rumah. Memandang sekeliling rumah megah namun begitu sepi penghuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepincut Cinta Majikan.
Romanceperjuangan seorang perempuan di Saudi Arabia sebagai TKW. penuh dengan air mata dan kisah cinta yang mengharu biru. Dilema antara cinta yang tertinggal di tanah air dengan cinta baru di tanah perantauan. Bagaimana ia harus memilih antara setia atau...