9

105 6 0
                                    

apa tidak ada cara untuk menyembuhkannya kakek? namun jawaban di ujung sana membuat pundak Belle luruh. Harus dari dirinya sendiri. Apakah dia ingin sembuh atau tidak? Namun selama ini sepertinya tidak.

Belle mendengus pelan. Pikirnya, Alex terlalu manja untuk menjadi seorang pria. Ia bahkan bersikap kekanak-kanakan dengan menolak semua terapis dan mengurung dirinya sendiri ditempat sepi seperti ini.

Yasudah kek. Aku tutup teleponnya.

Apa yang ingin kau lakukan? pertanyaan kakeknya mengurungkan niatnya untuk menyudahi percakapan. Jangan lakukan hal yang aneh Belle. Sudah cukup yang kau lakukan waktu itu.

Aku tidak sengaja waktu itu kek. Dan aku tidak akan melakukan apapun. Wajah Belle berubah suram saat ia diingatkan lagi tentang peristiwa beberapa minggu yang lalu. Kenapa kakeknya tidak bisa lupa kalau menyangkut kesalahannya?

Kakek akan percaya padamu kali ini. Jangan lakukan hal yang aneh. LAGI. Lalu telepon ditutup sebelum Belle sempat menjawab. Gadis itu menatap ponselnya yang kini menampilkan foto ia dan kakeknya.

Kakeknya selalu mengatakan ia baik-baik saja, selalu seperti itu saat ia menanyakan keadaan kakeknya. Suara saat berbicara tadi pun terdengar masih sama tegas seperti yang selama ini selalu didengar Belle.

Kakeknya baik-baik saja, dan ia harus percaya itu.

Gadis itu kembali mengamati barang-barang yang baru diantar oleh pelayan Mansion utama tadi pagi dan semuanya atas nama Alex Sanjaya.

Setiap pria itu membeli sesuatu, ia akan menulis alamat Mansion utama dan kemudian barang yang dikirim itu diantar oleh salah satu pelayan disana kemansion miliknya.

Tugas Belle adalah mengecek barang apa saja yang datang dengan mesin scanner. Ia lalu memisahkan barang pribadi pria itu dengan barang-barang lain seperti buku. Kemudian ia menaruh barang pribadi pria itu di ruangannya dan membawa kotak yang berisi buku-buku baru ke perpustakaan menggunakan mobil mini.

Belle membuka pintu besar tersebut dan melongokan kepalanya sedikit sebelum berujar, Halloapa ada orang disini?

Alex tengah membaca buku autobiografi seseorang yang terkenal dalam dunia bisnis saat didengarnya pintu perpustakaan terbuka.

Tubuhnya secara otomatis berdiri lalu bersembunyi dibalik salah satu rak yang cukup dekat dengan pintu masuk. Memikirkan cara agar ia bisa kabur saat ada kesempatan.

Alex mengepalkan tangannya kuat guna meredam gemetar pada dirinya. Jantungnya berdeak dengan sangat kencang dan tak beraturan. Wajahnya telah pucat pasi. Tenggorokannya kering dan keringat sebesar jagung turun melewati rahangnya.

Memikirkan ia bersama seseorang didalam ruangan dengan hanya satu jalan keluar, membuat ia sangat takut. Bagaimana jika orang itu akan menyakitinya atau yang lebih parah, membunuhnya.

Namun semua pikiran buruknya tadi musnah saat didengarnya suara seorang gadis bertanya. Hallo.. apa ada orang disini?

Tuan Alex? Kau didalam sini? gadis itu kembali bertanya sambil berteriak.

Alex mengintip gadis itu melalui celah-celah buku dan mendapati gadis itu yang sedang melihat berkeliling. Ia bersyukur karena tadi memilih bersembunyi dekat pintu karena dapat dilihatnya gadis itu dengan jelas.

Dia tidak ada disini. Kemana dia? gumam Belle pelan sambil berjalan kearah kotak-kotak buku tersebut lalu mulai mengaturnya satu persatu. Ia memutuskan untuk mulai mengatur buku-buku tersebut lagipula Alex tidak ada disitu, pikirnya.

Alex sendiri masih mengamati Belle dengan hati yang berdebar. Ini bukan debar takut, namun lebih dari itu. ia berduaan dengan gadisnya disini.

Ingin rasanya ia membantu gadisnya itu. Berbicara seputar buku bergenre apa yang disukai atau siapa pengarang favoritmu, sambil sesekali melemparkan satu atau dua lelucon dan tertawa bersama.

Ahhh.jika memikirkannya ia ingin secepatnya sembuh. Namun pemikiran itu ditepisnya saat mengingat bagaimana ia tadi ketakutan hanya karena seseorang masuk kedalam perpustakaan.

Alex kembali memandang kearah Belle, namun pandangannya terkunci pada mata coklat seseorang yang juga tengah menatapnya terkejut.

Selama beberapa saat keduanya tak melepas kontak itu, hingga Belle berdehem untuk menetralkan jantungnya yang berdebar sangat kencang.

Dua kali. Dua kali dirinya melihat mata hitam itu itu dengan jelas.

Mendengar deheman Belle, Alex pun gelagapan. Takut jika degup jantungnya terdengar hingga ketelinga gadisnya. Demi Tuhan, ia bahkan lupa jika ia mengidap Phobia kronis yang dapat membahayakan nyawanya. Karena dalam pikirannya sekarang, betapa indah mata gadisnya itu.

Apa yang kau lakukan disini?

Beauty And The Beast?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang