11

149 9 2
                                    

Tidak ada yang mudah didunia ini. Semua ada prosesnya. Sama seperti saat bumi pertama kali diciptakan. Butuh waktu dan kesabaran. Dan kerja keras juga semangat. Namun bagaimana jika ketakutanmu yang paling besar datang disaat kau yakin kau benar-benar siap?

Itulah yang terjadi pada Alex sekarang. Ia pikir akan cepat sembuh karena dirinya yang tidak takut saat berada didekat Belle. Namun itu semua tak benar saat terapis yang didatangi oleh ibunya mendekati dirinya. Ia gugup dan takut danseperti biasa, ia pingsan lagi.

Ini sudah lima hari berlalu dan tidak ada yang berhasil, seolah kejadian dulu terulang lagi.

Pria itu menatap ponselnya diatas meja yang tengah berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari ibunya membuat dirinya menghembuskan nafas lelah.

Halo Ma

Halo sayang. Bagaimana keadaanmu? suara diseberang sana terdengan sangat mengkhwatirkan dirinya.

Baik.

Terdengar helaan nafas dari seberang . Apa kita sudahi saja rehabnya karena.

JANGAN!! tanpa sadar Alex berteriak dengan suara keras. Hening beberapa saat sebelum suara ibunya kembali terdengar.

Baiklah jika itu keputusanmu. Kami akan mendukung selalu. Besok ada dokter yang akan datang, mama sudah memberitahu Belle tentang itu. Mama harap kau bisa kali ini, sayang.

Iya ma. Maaf tadi membentakmu.

Tidak apa. Mama tutup.

Lalu panggilan diputuskan oleh ibunya. Alex kembali menghela nafas kasar. Besok ia akan bertarung lagi dengan jiwa penakutnya. Ia harap besok semuanya baik-baik saja.

***

Belle menyajikan teh untuk dokter Ian yang akan menangani Alex kali ini. Ini sudah dokter ke tujuh yang diminta menangani Tuan muda Sanjaya tersebut, Belle harap semuanya dapat berjalan lancar.

Dokter Ian menyeruput tehnya pelan lalu menoleh kearah Belle sambil tersenyum. Tehnya enak. Terimakasih.

Ah..sama-sama. Baru kali ini ada yang memuji teh buatanku, terimakasih. Ujar Belle sambil menunduk.

Dokter Ian kembali meletakan cangkir tehnya dan kembali menatap Belle tertarik, dokter muda itu lalu menyuruh Belle untuk duduk karena rasanya tidak nyaman berbicara sambil berdiri. Ia ingin menanyakan berbagai hal terkait Alex.

Jadi, kita mulai dari mana. Hmmm, kapan tepatnya kau bekerja disini? Tanya dokter Ian kemudian dengan alis terangkat. Belle memandang dokter muda didepannya bingung, kenapa jadi membahas tentang dirinya? Bukankah ini tentang Alex.

Ia memang telah diberitahu oleh Nyonya Irish, untuk membantu setiap dokter yang ada. ia tidak tahu mengapa, namun yang pasti ia ingin menepati janji pada Alex bahwa ia akan membantunya, sebisanya.

Mengetahui bahwa gadis di dpannya bingung, Ian lalu menjelaskan. Aku hanya ingin mengetahui tentang satu hal agar pengobatan ini berjalan lancar. Kau juga tentunya ingin dia cepat sembuh, bukan? yang diangguki dengan semangat oleh Belle.

Kalau begitu, kapan tepatnya kau bekerja dirumah ini?

Belle berpikir sebentar, sebelum menjawab dengan ragu, Hmmm mungkin hampir dua bulan ini. Kenapa?

Dokter Ian tak menjawab namun kembali menatapnya. Belle yang risih karena ditatap seperti itu akhirnya bertanya, Ada apa sebenarnya?

Ceritakan tentang apa yang terjadi selama itu. Belle hanya menganguk lalu mulai bercerita tentang berbagai hal yang terjadi. Hingga saat dia pertama kali bertemu dengan Alex juga ia ceritakan. Dan juga tentang kejadian di perpustakaan itu.

Apa itu baik-baik saja? Bahkan waktu ditaman dia pingsan hanya karena melihat aku disana, walau jarak kami cukup jauh. Tapi yang terjadi kemarin dulubagaimana bisa ia begitu terlihat baik-bak saja walau jarak kami dipisahkan oleh dua rak! ucap Belle menggebu.

Karena dirimu. Jawaban sederhana dari dokter Ian membuatnya mengernyitkan dahi. Karena siapa tadi dia bilang?

Kau alasan kenapa dia ingin sembuh.

Aku.. apa?

Itu bagus jika dia memiliki tujuan seperti ini, pasti mudah menyembuhkannya. Pria itu bangkit berdiri dan hendak berjalan menemui Alex, namun langkahnya terhenti mendengar pertanyaan Belle.

Apa maksud anda tadi? Alasan alasan apa?

Dokter itu tersenyum sebentar sebelum berujar kembali, Itu bukan kapasitasku untuk menjelaskan.

Baru Belle sadari, berbicara dengan seorang pskiater ternyata menyusahkan seperti ini. Hah, tentu saja, lawan bicara mereka adalah orang-orang yang mengalami gangguan mental, tidak seperti dirinya yang masih waras.

Belle menghembuskan nafas pelan sambil mulai berdiri perlahan, mengikuti Ian yang berjalan kearah lift yang akan membawa mereka kelantai paling atas dimana Alex tengah menunggu.

Beauty And The Beast?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang