PROLOG

1.7K 47 7
                                    

"Angga! Bangun! Masya Allah anak ini.. " seru seorang wanita berumur kepala empat sambil menyibak selembar kain yang menjadi selimut putranya yang masih belum juga bangun dari tidurnya.

Yang dipanggil hanya menggeliat, memutar tubuhnya membelakangi sang ibu. "Hmm, iyaaa 5 menit lagi, Buu.. " rancau Angga yang masih terlena dalam nikmatnya pulau kapuk itu. Kalau ibunya menarik selimutnya, maka Angga akan menarik sarung yang menjadi bawahan tidurnya. Mudah 'kan?

Sang ibu menggelengkan kepalanya sambil mendecak sebelum memukul pantat anaknya yang sedikit menungging itu dengan kekuatan yang... uh, luar biasa..

PLAKK!

"Bangun! Udah jam 7 kurang 15 menit terus kamu masih mau nunggu 5 menit lagi?!"

Dan seketika saja mata Angga terbuka lebar-lebar. Orang itu langsung terduduk tegak di kasurnya sambil mendelik pada jam dindingnya. Dia lalu menepuk jidat malangnya kuat-kuat sebelum mengerang. "Astagfirullah! Ibu kenapa nggak bilaaang!?" lirihnya karena tau dia harus menaikkan kecepatannya hingga tenaga turbo.

Mendapat jawaban seperti itu, sang ibu hanya menggeleng-gelengkan kepala-lagi-melihat tingkah putranya yang sekarang sudah mengacir menuju kamar mandi itu. Angga sudah hampir 19 tahun tapi kelakuannya masih bisa disamakan dengan anak 8 tahunan...

Sementara itu, dengan tenaga turbonya, Angga langsung segera mandi.

Mandi?

Hmm, saya rasa itu juga tidak pantas disebut mandi. Karena demi apapun, dia bahkan tidak menyentuh sabunnya sama sekali!

'Biarinlah! 'Kan yang penting basah!' ujarnya dalam hati.

Setelah selesai dari acara 'mandi' tiga gayungnya itu, Angga langsung segera mengacir kembali ke kamarnya dan bersiap-siap sekolah. Ia mengenakan celana abu-abu kusamnya juga kaos putih oblongnya dengan sekali sentakan masuk dan menyampirkan seragamnya tanpa perlu mengancingnya terlebih dulu.

'Nanti aja lah, itu bisa di kelas!' begitu pikirnya.

Setelah dirasa siap, Angga segera keluar dari kamarnya dan mengacir ke ruang makan di mana sudah ada ibunya tengah duduk bersantai ria sambil asik mengoleskan selai buah di beberapa lembar roti tawar, sangat kontras dengan dirinya yang bahkan tidak sempat bernapas penuh...

"Itu roti kamu. Sarapan dulu-" Ucapan ibunya terpotong saat Angga tiba-tiba saja langsung mencomot dan menggigit roti itu sambil tetap melanjutkan langkahnya mendekati sang ibu.

Anak itu lalu menyalimi tangan dan mencium sekilas kedua pipi serta kening wanita yang paling dicintainya itu.

Dengan mulut penuh gumpalan roti, Angga bersuara, "Hangga pherghi dhulu yaa, Bhuu. Asshalamualaikhum!" Dan melihat itu, lagi-lagi si ibu hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mendecak heran.

Tiba di garasi rumahnya, Angga segera menyiapkan sepeda ontelnya. Ia dengan gesit mengeluarkan benda itu sebelum melaju dengan kecepatan tinggi.

"Tinggi" dalam artian... sangat tinggi.

Wah, MetroMini yang biasanya melaju seugal-ugalan itu saja kalah cepat dengan kayuhannya..

Sesekali Angga menyuapkan sisa-sisa rotinya dan mungkin karena terbawa suasana, ia langsung saja menelannya hanya setelah kunyahan ketiga.

"Uh, semoga kalian bisa cerna itu baik-baik ya di sana..." lirihnya sambil mengusap-usap perut malangnya.

Dan akhirnya, setelah berhasil memangkas hampir separuh waktu perjalanan dibandingkan hari-hari biasa, Angga berbelok ke kanan dari perempatan terakhir menuju sekolahnya.

Manggala (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang