"Ucuuupp!" seru Arul pada Angga yang sedang melamun sambil menyandarkan wajahnya di atas meja.
Tanpa berniat mengangkat wajahnya, Angga menjawab, "Apaaa? 'Kan aku udah bilang, aku nggak mau ikut ke kantin..," jawabnya dengan malas.
Ah, untuk apa dia ke kantin? Maula tidak masuk sekolah hari ini jadi Angga tidak punya hasrat untuk pergi ke mana-mana. Dia hanya ingin berdiam diri di kelas, menahan rindunya pada gadis manis itu seorang diri.
Tapi sahabatnya itu tetap saja menganggu...
"Itu, Cupp! Ada Maula!" seru Arul dan sontak langsung membuat wajah Angga terangkat tinggi-tinggi.
"Jangan bohong kamu!" serunya sebelum langsung bangkit berdiri dan berlari menuju kantin. Oh, Angga berani bersumpah dia akan menghabisi Arul kalau saja manusia satu itu mengibulinya.
Tapi benar saja, Angga langsung bersitatap dengan mata gadis itu yang sedang asik mengunyah bakso bersama sahabat-sahabat bodohnya yang lain saat Angga tiba di kantin sekolahnya..
"Kamu kenapa udah masuk? Kaki kamu udah sembuh?" sambar Angga pada Maula yang langsung membuat gadis itu memutar bola matanya malas.
"Aku bukan patah tulang, Angga." ujarnya sambil melirik teman karibnya, Danisa.
Tidak peduli dengan ucapannya, Angga menunjuk kaki Maula yang nampaknya sudah diganti perbannya. "Tapi.. itukan—"
"Aku udah mendingan. Bengkaknya juga udah engga separah kemarin kok."
Sadar dia tidak akan menang dari gadis yang berkukuh itu, Angga hanya bisa mendengus sebelum duduk di depan Maula.
"Ke sekolah sama siapa tadi pagi?" tanya Angga sambil menatapi wajah gadis manis itu.
Sambil memotong-potong bola baksonya, Maula menjawab, "Sama ibu, naik becak."
Angga mendecak sambil menggeleng tidak percaya. "Ah, seharusnya kamu ngga perlu masuk sekolah.."
Maula menatap mata Angga dan tersenyum lembut. Ah, seketika Angga tidak lagi bisa berkomentar kalau sudah begitu!
"Ga apa-apa, aku bisa mati juga kalau nggak ikut ulangan matematika hari ini," ujar Maula melebih-lebihkan.
Lagi, Angga hanya mampu mendengus pasrah. "Ya udah. Nanti pulang aku yang antar."
Seketika mata Maula membulat. "Eh-eh. Nggak perlu. Nanti aku dijemput sama ibu.."
Angga kemudian ber-oh saja sambil manggut-manggut sebelum kemudian memesan batagor sebagai menu makan siangnya.
"Jadi sebenarnya, hubungan kalian itu apa sih?" tanya Danisa mewakili 4 kepala lain yang ada di meja itu.
Maula melirik Angga yang mana pemuda itu hanya berbalik menatapnya dan tersenyum seolah mempersilakannya menjawab pertanyaan temannya.
"Errr.. kita.. cuma temen..?" Oh, rasanya bibir Maula terasa kaku sekali. Dia bahkan terdengar tidak yakin..
"Serius?" Kini, giliran Arul yang bertanya kepada Angga.
Angga menjawabnya dengan terkekeh ringan. "Kalau emang itu yang dia mau, aku nggak akan maksa," ujarnya sebelum sok-sokan berkutat dengan batagor di hadapannya.
Maula? Gadis itu hanya diam sambil menundukkan wajahnya.
***
"Pelan-pelan, Nak." ujar Salmah seraya menuntun putrinya untuk naik ke atas becak itu disusul dengan dirinya sendiri.
"Gimana sekolahnya? Terganggu nggak sama kaki kamu?" tanya Salmah saat becak mereka sudah sekitar 50 meter dari sekolahnya.
"Hmm, sedikit. Aku sama Danisa harus balik ke kelas 10 menit sebelum bel masuk, makannya harus ekstra cepet deh. Tapi selebihnya baik-baik aja, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Manggala (TAMAT)
Ficção Adolescente"Aku menyukaimu." Oh, Maula terkejut bukan main. Ia kemudian menggeleng tidak percaya. "Kamu... gila..," gumamnya tanpa sadar. Tapi laki-laki itu hanya tersenyum teduh dan berkata, "Ya. Aku tau. Selalu memikirkan kamu, merindukan suaramu, senyumanmu...