BAGIAN 15 – HADIAH KECIL
"Angga," panggil Maula saat mereka sedang dalam perjalanan pulang.
"Ya?"
Gadis itu memandangi aspal di depannya sambil tersenyum-senyum sendiri. "Makasih..," ujarnya kemudian.
Angga ikut tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama, Maula."
"Angga." Maula kembali memanggilnya lagi.
"Ya?"
"Makasih.."
Angga melirik sekilas pada gadis itu, bingung. Tapi yang dilirik masih tetap sama, diam sambil tersenyum menatap jalan. Tak urung, Angga tetap menjawab, "Sama-sama, Maula."
"Angga," panggil Maula sekali lagi.
"Ya?"
"Makasih.."
"Buat apa? Kamu udah 3 kali bilang makasih.." tanya Angga membuat senyum Maula semakin merekah.
Maula menoleh ke sampingnya, melirik Angga yang tengah serius menggowes sepeda. "Makasih buat hari ini, kemarin, kemarinnya lagi, kemarin-kemarinnya lagi dan kemarin-kemarin-kemarinnya lagi."
Mendengar itu, Angga terkekeh lembut sebelum berbalik menatap Maula sekilas. "Kamu lucu."
Maula kembali menatap jalanan itu. "Aku serius, Angga. Kamu.. terlalu baik."
Angga balas tersenyum. "Emang iya? Rasanya aku biasa aja," ucapnya ringan karena memang Angga bahkan merasa tidak melakukan apapun yang berarti selama ini. Semuanya terasa mengalir begitu saja sesuai dengan apa yang hatinya inginkan.
Maula mengangguk. "Kamu baik. Sangat baik. Dan aku berterima kasih untuk itu."
Masih dengan senyuman yang sama, Angga mendekatkan bibirnya pada daun telinga kiri Maula, "Mungkin kamu lupa satu fakta kalau aku menyukaimu, Maula," bisiknya membuat Maula menunduk.
'Aku nggak lupa,' lirih batinnya berkata jujur.
Bagaimana mungkin dia bisa melupakan itu di saat hal itu sendiri yang selalu memenuhi pikirannya setiap waktu? Dan terlebih.., Maula juga tidak lupa dengan.. ucapan ayahnya waktu itu. Ah, hal itu selalu berhasil merusak hari bahagianya..
Maula menghembuskan napas berat, "Maaf, Angga—"
Laki-laki itu menyela omongan Maula dengan lembut. "Nggak perlu minta maaf, Maula. Aku nggak akan paksa kamu buat suka sama aku juga. Aku cuma mau lakukan apa yang memang ingin aku lakukan. Dan itu adalah bersama kamu," ucapnya membuat Maula terdiam. Banyak hal yang berkecamuk di pikirannya sekarang.
Maula.. kalau boleh dia jujur.., hal yang ingin dilakukannya adalah.. sama.
Dia ingin merasakan kebahagiaan.
Dia ingin tertawa.
Ingin bersenda gurau.
Dan yang pasti, dia ingin melakukan semuanya.. bersama orang itu.
Bersama Angga.
Tapi di saat yang sama, ada hal lain yang mengganggunya. Ucapan ayahnya waktu itu, seolah membangun sebuah dinding tebal yang mengurung Maula di belakangnya. Maula.. walaupun dia dikenal galak, tapi kalau ayahnya yang sudah berbicara, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Di satu sisi Maula juga merasa takut. Kalau dia harus menuruti keinginannya dan mengabaikan ucapan ayahnya itu, Maula takut bukan hanya dia yang merasakan imbasnya. Tapi juga laki-laki baik itu. Perintah ayahnya tidak boleh hanya dianggapnya angin lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manggala (TAMAT)
أدب المراهقين"Aku menyukaimu." Oh, Maula terkejut bukan main. Ia kemudian menggeleng tidak percaya. "Kamu... gila..," gumamnya tanpa sadar. Tapi laki-laki itu hanya tersenyum teduh dan berkata, "Ya. Aku tau. Selalu memikirkan kamu, merindukan suaramu, senyumanmu...