12 - Wrath

16 0 0
                                    

"Kau tahu, monster bisa mengenali sesamanya."

Freszcha mendelik tak suka, "sedang membual? Kalau Paman punya waktu lebih, bisa pulangkan aku?"

"Apa cuma itu yang mau kau katakan pada penyelamatmu?" pria yang duduk di kursi kemudi itu terkekeh.

"Aku tidak ingat minta diselamatkan." kata Freszcha.

"Kalau tidak kuselamatkan, siapa yang akan melakukannya?"

"Entah. Aku sendiri mungkin?! Kalau tidak, ya, berarti aku hanya akan mati di tangan penculik cabul itu 'kan?"

Kekehan lelaki yang duduk di balik kemudi itu terkesan sangat mencurigakan. "Lihatlah, monster kecil ini." katanya, lalu tertawa lagi.

Freszcha kecil bergerak gelisah. Ia melirik keluar jendela mobil, cahaya bulannya terang sekali. Sudah jam berapa sekarang? Mobil tidak lagi lalu lalang di jalan yang memang terbiasa sepi ini. Kira-kira jalan kaki dari sini sanpai rumah berapa kilo, ya? Apa bisa sampai dalam dua jam?

"Monster kecil, jangan berharap untuk jalan kaki. Ini gunung, kau perlu hampir tiga jam naik mobil untuk sampai ke tempat tongkronganmu."

Menganga, Freszcha mengerjap, lalu mengumpat terang-terangan. "Motherfu—!" dari tempat itu masih perlu satu kilo sampai di rumahnya. Dan, demi Tuhan, jam berapa sekarang? Ugh, ia akan terlambat menyiapkan sekolah.

"Shit! Setan bulukan!"

Si Pria mengerjap lagi. Lalu tergelak sampai menahan geli di perutnya. "Hahahahaha, kau benar-benar ... benar-benar, hahahahahaha."

Membuat Freszcha kecil menilai secara jijik. Seharusnya ia tinggal saja di tempat pencabul itu. Di sana ada kepingan emas yang bisa Freszcha jual untuk menyewa taksi. Seharusnya Freszcha tak mengikuti pria mengerikan yang hobi mengoleksi kacing kemeja bekas mayat.

"Hahahahahaha...."

Dia masih belum berhenti.

Malas meladeni, Freszcha membuka pintu mobil, keluar dari sana dan jalan berlawanan arah dari jalan yang akan diambil Si Pemilik mobil. Sampai lengannya ditarik kembali untuk masuk ke kendaraan roda empat tersebut.

"Maaf, maaf. Aku hanya merasa kau sangat lucu." ucapnya, bersiap-siap untuk berangkat.

Lucu? "mananya?"

Dia tertawa lagi, kali ini lebih ringan.

"Kau itu monster kecil yang entah akan jadi iblis atau setan jika dipupuk dengan baik."

Alis Freszcha terangkat naik, pose berpikirnya. "Aku tidak ingat ayah atau ibuku besar menjadi setan atau iblis." ia melipat kedua tangannya, "dan aku anak kandung mereka. Seratus persen."

Ow, antara polos atau memang masih sangat suci.

Si Pria tersenyum lagi. "Betapa mungil dan polosnya." ucapnya tenang. Selanjutnya, ia melanjutkan dengan wejangan agar Freszcha berhati-hati terhadap lingkungan. Memasang waspada yang lebih tinggi agar kejadian seperti menjadi korban penculikan oleh pedofil cabul tidak terjadi lagi. Si Penolong memang percaya bahwa Freszcha bisa selamat dengan sendirinya, tapi ia tentu tak mau 'kan jika monster kecilnya ternodai sejak dini?!

"Sebisa mungkin cobalah untuk tidak mudah mengumpat. Kau pandai sembunyi, aku yakin itu. Tapi mengumpat terang-terangan seperti itu akan membuat orang memperhatikanmu. Kau tentu ... tidak mau jadi pusat perhatian 'kan?"

Diam sebentar, Freszcha mengangguk. "Apa lagi untuk yang masih bocah sepertimu. Mereka akan melihatmu sebagai orang yang tidak berpendidikan. Kau tahu istilah menyembunyikan pohon di hutan? Jadilah orang dan berbaur bersama manusia." Freszcha mengangguk lagi. Walau cuma setengah hati, berharap agar pria itu berhenti mengoceh.

DREAMTEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang