19 - Welcome

18 0 0
                                    

Apa yang paling kau benci sewaktu lagi dugem?

Rouh benci musik kerasnya, benci orang-orang yang bergoyang-goyang, dan benci dengan para pria atau wanita yang melakukan pelecehan secara terang-terangan.

Yeah, this is a club. But, tidak semua yang ada di sini mau suka rela disentuh 'kan?!

Setelah menolak pelayan yang menawarkannya cocktail, Rouh juga mendorong keras seorang pria berjas yang menariknya paksa untuk menemaninya, menatapnya tajam tanpa peduli usia mereka yang terpaut jauh.

“Tanganmu, berengsek!”

Pria itu tertawa gemas, mencolek dagu Rouh yang mana langsung ditepis kasar gadis itu, “kau tahu, pakaianmu tidak cocok untuk masuk ke tempat ini.”

Dengan sebelah alis terangkat, Rouh memerhatikan dirinya sendiri dari atas sampai bawah. Jaket kulit hitam longgar yang membalut kaos abu-abu di bagian atas tubuhnya, celana jeans hitam dan sepatu boots militer yang membuatnya lebih tampak seperti seorang pria jika saja tidak ada rambut panjangnya yang terurai.

Mengangkat bahunya tak peduli, Rouh menatap dengki pria tinggi di hadapannya, berharap pria itu langsung minggir dari hadapannya sebelum tumitnya melayang menghantam kepalanya.

“Hei, kau punya mata yang terlalu bagus untuk menjadi seekor jalang.”

Grr! Mengepalkan tangannya erat-erat, Rouh siap untuk memberikan pukulan kanannya. Hanya saja, ia tak mau ribut lebih lama saat ini, Rouh ke tempat yang tak sesuai dengannya ini bukan untuk menjadi satu dari sekian banyak wanita yang ia lihat sedang memamerkan keahlian seksualnya.

“Minggir!!”

Rouh mendorong bahu kanan pria tersebut, namun bukannya bergerak menjauh, teman-temannya yang lain malah muncul dan ikut mengerubuni Rouh.

… seperti lalat. Rouh mendesah jengkel, mengusap rambutnya ke belakang dan menemukan orang lain malah menghirup aroma surai hitamnya. Ia berjengit, mendorong pria kurang ajar tersebut dengan sedikit tenaga.

“Aww, dia liar!”

“Bukannya lebih seru? Siapa yang mau menjinakkannya?”

“Nah, biarkan aku mencoba!”

Rouh menutup mata, menggeleng kemudian setelah menghentak kasar tangan liar yang berusaha meraih rambut panjangnya lagi. Tepat setelah seorang pria berkemeja merah marun hendak meremas bokongnya, Rouh menyikutnya. Tak puas hanya dengan sikutan, ia berbalik, memukul mata kanan pria tersebut dengan kepalan kecilnya kemudian menyandung satu kakinya ke depan, membuat si pria berdiri lebih rendah lalu Rouh mengangkat kaki kirinya untuk menghantam kepala berotak mesum yang baru saja berusaha menggodanya. Pria itu tersungkur pingsan di lantai.

Tangan seseorang menarik bahu kiri Rouh, membuat si gadis berdesis sebelum akhirnya meraih tangan tersebut, menariknya hingga tubuh tinggi di belakangnya yang tak siap sama sekali harus rela merasakan punggungnya terbanting menyentuh lantai. Tepat ketika Rouh akan membuang siku kanannya ke wajahnya, pria itu mengerang dan berteriak,

“Ini saya! Nona Noora, saya Hillary, manager klub!”

Noora bangkit, memperbaiki penampilan dan rambut lurus hitamnya yang sedikit berantakan, diikuti oleh manager klub yang ikut bangun dengan ekspresi kesakitan yang ditutupi, pria itu membungkuk dengan sopan.

“Maaf, Nona Noora, ini murni kesalahan kami. Meski begitu, mohon untuk Nona tidak membuat masalah lebih besar lagi. Pria tadi adalah klien VIP kami.”

Kalau dia VIP, makan aku VVIP. Seandainya Rouh tak terlalu malas meneriaki Hillary seperti itu.

Rouh mengintip ke belakang punggung Hillary dan melihat para pria yang tadi mengganggunya telah didorong mundur oleh orang-orang berjas hitam, diikuti dengan beberapa wanita berbusana minim yang sempat melihat takut ke arahnya. Rouh mendesah, tertawa jengkel untuk menyindir Hillary hingga pria yang hampir setengah baya itu kembali membungkuk minta maaf.

DREAMTEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang