36 - Lost

0 0 0
                                    

"Kenapa ada orang yang malah ke pantai saat galau?"

Gaia tertawa, "Entahlah. Bukankah karena suasananya? Kau akan bisa mendengarkan suara ombak, angin, dan kau bisa melihat matahari terbenam. Bukankah semua itu akan membuat perasaanmu lebih tenang?"

Memberikan segelas kopi pada Freszcha, berdiri di belakangnya dan memeluknya dengan satu tangan, Gaia menaruh dagunya di pucuk kepala Freszcha.

Freszcha tak mempermasalahkan apapun, "aku tak mengerti!" katanya, menatap matahari yang sebentar lagi seperti akan menenggelamkan diri. "Apa bedanya melihat sunset di rumah dan di pantai? Itu hanya matahari." mananya yang bisa membuat hatimu tenang? "lagi pula, melihat sunset dan mendengarkan angin dan ombak tidak akan menyelesaikan apapun masalahmu."

Freszcha yang tak mengerti seni, harus diapakan?

Gaia diam sebentar, memikirkan jawaban paling pas yang bisa dia berikan.

"Memang tidak akan menyelesaikan masalahmu, tapi, tidakkah perasaanmu menjadi lebih rileks? Pikiranmu jadi lebih jernih? Ada yang bilang, tidur dengan menggunakan suara ombak sebagai lagu pengantar tidur akan membuat tidurmu lebih nyenyak."

"Benarkah? Aku masih tak mengerti." perasaannya memang menjadi lebih rileks. Rasanya ia bisa menghabiskan berjam-jam hanya dengan berdiri di pantai, menatap matahari yang tenggelam, mendengarkan ombak yang datang menyentuh kakinya, mendengarkan angin yang meniup pakaiannya. Tapi hanya sampai di sana! Ketika berdiri cukup lama di tempat ini, pikiran Freszcha memboikot sendiri perasaan nyaman itu. Memang nyaman, lantas kenapa? Memang segar dan tenang, lantas akan membuatnya jadi lebih baik? Esensi kenyamanan yang Gaia maksud dan yang Freszcha pikirkan sama sekali berbeda.

"Bukankah berdiri di sini hanya akan membuatmu terlihat lebih menyedihkan?" seolah kau mengatakan pada semua orang bahwa kau sedang dalam perasaan yang buruk. Dan apa gunanya membiarkan orang lain mengetahui bagaimana perasaanmu? Freszcha yang punya prinsip terlalu realistis meski keberadaannya sendiri adalah mistis.

Gaia tak mengatakan apapun lagi. Dia hanya menyesap kopinya, lalu memeluk Freszcha lebih hangat. Udara pantai semakin menusuk menjelang malam.

"Kau tak akan ke klub lagi 'kan?" tanya Gaia, melihat langit yang mulai memerah. Langitnya perlahan seperti terbakar.

"Memangnya ada klub di sekitar sini?"

"Kau mau pergi?"

"Kenapa tidak?"

"Haruskah kita pergi?"

"Dan menemukan partner lain?"

Alis Gaia berkedut jengkel. Dia tak suka kalimat barusan. Tapi Gaia tak mengeluhkan apapun. Itu bukan ranahnya untuk mengeluh.

"Oh ya, aku jadi ingat, kurasa malam ini Dean benar-benar akan menunggumu di sana." memikirkan klub membuat Gaia jadi ingat tentang Dean yang mengatakan akan menunggu Freszcha malam ini.

"Dean? Who's he?"

"Dean dan Deon. Si kembar yang mencurimu lebih awal padahal kau sudah janji mau menemaniku." kata Gaia. "Mereka sepupuku. Kau tak ingat?"

"Ah...," Freszcha samar-samar mengingatnya. Ia ingat mengapit seorang pria di depan dan belakangnya saat mabuk. Jika dipikirkan lagi, bukankah posisinya saaat itu sangat mesum? Apa lagi ia dipeluk, diraba dan diciumi oleh mereka setiap ada kesempatan. Pantas saja David mengamuk. Orang yang menumpang di rumahnya adalah wanita tak bermoral. Dia pasti marah karena itu. "Kurasa aku ingat. Mereka hebat. Mereka menyentuhku hanya di tempat-tempat yang sensitif. Siapa yang tak pakai kacamata? Dia punya aroma kopi mint yang kusukai."

DREAMTEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang