21 - How And Why

9 0 0
                                    

"Apa sesulit itu? Kenapa kau selalu menyakiti dirimu sendiri?"

Perempuan itu merebut handuk yang menutup lengan kanan atas Freszcha, warnanya yang merah telah menutup warna aslinya membuat gadis bermanik zamrud dan flamboyan itu berdecak. Ia tak datang ke sini untuk melihat kakaknya terluka, ia datang untuk mencegahnya.

"Tolonglah...." tolong jangan menyakiti dirimu sendiri. Bahkan untuk mengatakan kekhawatirannya, ia tak bisa.

Menepis tangan yang lebih besar dari miliknya agar menjauh dari apapun yang ia lakukan saat ini, Freszcha kecil menyalak. "Go away!!" katanya dingin. Sorot matanya tajam, tak biarkan cela sedikitpun terlihat.

Tapi si gadis yang lebih besar itu sama keras kepalanya dengan Freszcha. Dia tak menurut.

"Biarkan aku!" ketusnya, menggigit lidahnya sendiri agar tak berkata apapun lagi. Sepatah kata lagi yang keluar dari mulutnya tak akan lebih dari kata-kata vulgar yang bahkan orang dewasa akan sulit mengatakannya.

Antiseptik diambil dan mengoleskannya di sekitar luka setelah yakin akan kebersihannya, kemudian ia berdecak jengkel. Wajahnya mengerut memberikan keberatan. Luka yang Freszcha buat sendiri terlalu dalam hingga butuh untuk dijahit tapi si empunya tubuh tak pernah peduli. Freszcha yang sekarang benar-benar mengabaikan dirinya sendiri.

"Lukanya harus dijahit." katanya.

Freszcha mendorong tubuh yang lebih besar darinya, menjauh dari tubuhnya.

"Minggir."

"Lukanya akan infeksi. Kau menusuknya terlalu dalam dengan pisau berkarat!"

"Apa urusanmu? Kau pengganggu, perempuan sialan!!" Freszcha mengutuk dengan bahasa yang terlalu tinggi untuk usianya, perempuan itu diam, tak percaya Freszcha berkata kasar padanya.

Freszcha tak peduli. Perban ia ambil, menutup luka di lengan kanannya dengan tak rapi dan menyelesaikannya cepat. Matahari sudah terbit, ia tak punya waktu lebih kalau mau pergi ke sekolah.

Meninggalkan Noora sendirian, Freszcha berdiri, berjalan menjauh, tak peduli dengan sakit di lengannya, tak peduli dengan Noora memanggilnya.

"Fre! Freszcha!!"

Biarkan dia!

Harapan Freszcha, semoga perempuan yang suka ikut campur itu akan sakit hati dan menjauh darinya.

Sudah berapa lama gadis remaja itu mengganggunya? Setahun? Dua tahun? Freszcha bahkan tak ingat lagi.

Gadis dengan kepribadian menyebalkan dan tak tahu diri, yang selalu memanggilnya kakak adalah tak lebih dari orang gila menurut Freszcha.

Dia selalu muncul di sekitarnya, mangganggu hidupnya yang tenang dengan mengaku sebagai orang yang sangat mengenalnya, mengikutinya ke manapun ia pergi. Ajaibnya, perempuan itu selalu muncul saat Freszcha terluka, membuatnya hanya melihat sisinya yang memprihatinkan.

Apa mengabaikannya akan berhasil? Semoga saja. Freszcha sudah bosan dikerumuni seperti lalat olehnya.

Mengabaikan, mengutuk, memaki, dan memandang jijik selalu berhasil pada orang lain. Freszcha selalu melakukannya dan ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Mereka tak lagi menggubrisnya.

Semoga! Semoga saja Noora juga berhenti menjadi pengacau di hidupnya.

Tapi rupanya Freszcha salah. Seharusnya ia menyadari satu hal bahwa kepribadian si pemilik iris heterochromatik itu adalah batu berlapis batu. Keras.

Perempuan itu menunggu di depan kedai hingga ia pulang sekolah, menghampirinya cepat-cepat ketika melihatnya dan langsung menanyakan satu hal yang tak pernah Freszcha duga.

DREAMTEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang